TEMPO.CO, Jakarta - Insiden terjadi saat Donald Trump menyampaikan pidato perdananya di hadapan sidang gabungan Kongres AS pada Selasa, 4 Maret 2025. Pidato yang berlangsung selama 100 menit itu menyoroti berbagai isu domestik dan kebijakan luar negeri. Di tengah pidato Trump, anggota Kongres dari Partai Demokrat, Al Green, tiba-tiba berdiri dan melontarkan kritik keras terhadap legitimasi kepemimpinan Trump.
Al Green berteriak bahwa Trump "tidak memiliki mandat yang sah," sebelum Ketua DPR Mike Johnson memerintahkan petugas keamanan untuk mengeluarkan Green dari ruang sidang. Insiden itu langsung menarik perhatian publik, memperlihatkan ketegangan politik yang masih membara antara Partai Republik dan Demokrat.
Anggota DPR Amerika Serikat dari Partai Demokrat, Al Green, menjadi salah satu tokoh yang vokal dalam upaya pemakzulan Presiden Donald Trump. Sikapnya ini semakin menguat setelah mantan pengacara pribadi Trump, Michael Cohen, mengaku bersalah atas delapan dakwaan, termasuk pelanggaran dana kampanye yang melibatkan pembayaran uang tutup mulut kepada dua perempuan yang mengaku memiliki hubungan dengan Trump.
Awal Mula Pemakzulan
Dalam persidangan di pengadilan Manhattan, New York, Cohen mengaku bahwa pembayaran uang tutup mulut kepada bintang porno, Stormy Daniels dan Karen McDougal dilakukan atas arahan Trump. Pernyataan ini langsung memicu reaksi dari Al Green, yang menegaskan bahwa proses pemakzulan terhadap Trump telah dimulai.
“Saya pikir Presiden harus menyadari bahwa proses hitung mundur untuk pemakzulan telah dimulai,” ujar Al Green dalam wawancaranya dengan The Independent pada 25 Agustus 2018.
Al Green, yang telah beberapa kali mengajukan upaya pemakzulan terhadap Trump, menegaskan bahwa presiden hanya memiliki dua pilihan, yaitu mengundurkan diri atau menghadapi pemakzulan. Ia bahkan berencana untuk kembali mengajukan mosi pemakzulan pasca-kesaksian Cohen di pengadilan.
Sebelumnya, Al Green telah mengajukan pemakzulan terhadap Trump setelah pernyataan kontroversialnya mengenai parade supremasi kulit putih di Charlottesville pada 2017. Saat itu, Trump menyalahkan kedua belah pihak, baik kelompok supremasi kulit putih maupun penentangnya. Namun, banyak pihak menilai bahwa kelompok supremasi kulit putih bertindak agresif, bahkan menyebabkan korban jiwa.
Al Green menjadi salah satu anggota Partai Demokrat yang berani menyuarakan pemakzulan, meskipun sebagian besar rekan separtainya memilih untuk tidak membahas isu sensitif ini. Senator Tammy Duckworth, misalnya, menyatakan bahwa pemakzulan seharusnya tidak menjadi topik utama dalam pembicaraan politik saat itu. “Saya pikir kita tidak seharusnya bicara soal pemakzulan,” kata dia.
Ketua Fraksi Partai Demokrat, Nancy Pelosi, menegaskan bahwa fokus utama partai adalah mendukung investigasi penasihat khusus Robert Mueller terhadap dugaan kriminal yang dilakukan oleh tim kampanye Trump. Pelosi meminta anggotanya untuk tidak membahas pemakzulan hingga investigasi selesai.
Di sisi lain, Gedung Putih menanggapi wacana pemakzulan dengan sinis. Juru bicara Gedung Putih, Sarah Sanders, menyebut bahwa upaya pemakzulan hanyalah strategi politik Demokrat menjelang pemilu tengah waktu (midterm election). Sementara itu, mantan kepala strategi Gedung Putih, Steve Bannon, menyatakan bahwa pemilu November 2018 akan menjadi referendum terkait pemakzulan Trump.
Sejumlah politisi dari Partai Republik juga memberikan tanggapan mereka. Anggota Kongres Partai Republik, Tom Cole, mengatakan bahwa pemakzulan hanya mungkin terjadi jika ada bukti yang jelas dan meyakinkan. Sedangkan pengacara pribadi Trump, Rudy Giuliani, menyatakan bahwa rakyat Amerika akan memberontak jika Trump dimakzulkan.
Dalam wawancara dengan Fox News, Trump sendiri menolak kemungkinan pemakzulan dengan menyatakan bahwa dirinya telah melakukan banyak pekerjaan besar untuk Amerika. "Saya tidak tahu apakah Anda bisa memakzulkan orang yang telah melakukan pekerjaan dengan hebat," ujar Trump.
Ida Rosdalina dan Reporter JKT turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Hamas Siap Berunding dengan Donald Trump