Tersangka korupsi tata kelola minyak mentah, Kerry Adrianto, adalah anak Riza Chalid, pengusaha yang pernah tersandung kasus minyak Zatapi.
25 Februari 2025 | 15.39 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR), anak pengusaha minyak Riza Chalid, menjadi salah satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina dan Kontraktor Kontrak Kerja sama (KKKS) periode 2018-2023. Hal ini diungkapkan Kejaksaan Agung setelah mengumumkan penahanan tujuh orang tersangka dalam kasus yang merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun tersebut.
“Tujuh orang tersangka, salah satunya MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa,” ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar saat konferensi pers pada Senin malam, 25 Februari 2025.
Dalam kasus ini, Qohar menyebutkan Kerry mendapat keuntungan dari mark up kontrak shipping (pengiriman) yang dilakukan oleh Direktur PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi. Yoki melakukan pengadaan impor dengan cara mark up yang menyebabkan negara mengeluarkan pembayaran 13 persen - 15 persen dari harga asli.
Sebagai broker, Kerry mendulang keuntungan dari penggelembungan itu. “Tersangka MKAR mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut,” ujar Qohar.
Kerry Adrianto Riza adalah anak pengusaha minyak dan gas, Muhammad Riza Chalid. Tersandungnya Kerry dalam dugaan kasus rasuah ini, mengingatkan pada Riza Chalid yang juga pernah tersandung kasus impor minyak Zatapi pada 2008 silam.
Riza Chalid dan Polemik Minyak Zatapi
Berdasarkan laporan Tempo edisi 30 November 2015 berjudul “Bisnis Bekas Broker Kapal,” disebutkan bahwa Riza Chalid adalah sosok kunci dalam hasil audit forensik Pertamina Energy Trading Limited (Petral), anak usaha Pertamina.
Dalam laporan itu disebutkan, pada 2008 Pertamina Energy Trading Limited (Petral) membeli minyak campuran yang diberi nama Zatapi melalui Global Resources Energy dan Gold Manor. Dua perusahaan ini terafiliasi dengan Riza Chalid.
Riza Chalid. Twitter.com
Investigasi Tempo pada 2008 mengungkapkan Riza bersama Schiller Marganda Napitupulu dan Irawan Prakoso terlibat dalam patgulipat impor 600 ribu barel minyak mentah Zatapi. Namun, satu transaksi pembelian minyak mentah itu menyebabkan Pertamina tekor Rp 65 miliar.
Dalam laporan Tempo edisi 24 Maret 2008 berjudul “Zatapi dengan Sejumlah Tapi,” disebutkan bahwa kecurigaan adanya ketidakberesan dalam impor minyak Zatapi menyeruak di kalangan peserta tender ketika Pertamina ”menyembunyikan” harga penawaran Gold Manor dan formula Zatapi.
Berkembanglah dugaan bahwa Zatapi merupakan campuran Dar Blend dari Sudan dan kondensat Terengganu dari Malaysia. Itu tak jadi soal, kata Direktur Utama Pertamina Ari H. Soemarno. Toh, minyak mentah itu dibeli dengan harga murah. ”Diskonnya US$ 2,28 per barel,” ujar Ari ketika berkunjung ke kantor majalah Tempo, pertengahan bulan lalu.
Tetapi jika kalkulasi didasari harga pasar Dar Blend dan Terengganu pada saat itu, harga pembelian yang disebut Ari tak bisa dibilang murah. Hitung-hitungan beberapa trader minyak malah menyebutkan harga itu masih terlalu mahal US$ 11,72 per barel. Ini angka setelah dipotong ongkos angkut dan keuntungan trader. Jika itu benar adanya, dengan volume 600 ribu barrel, Pertamina tekor Rp 65,5 miliar.
Meski begitu, polemik kasus impor minyak Zatapi tersebut pada akhirnya dihentikan oleh Bareskrim Polri karena dinilai tidak merugikan negara. Sejak itu nama Riza Chalid tak pernah tersentuh.
Jihan Ristiyanti berkontribusi dalam penulisan artikel ini.