TEMPO.CO, Jakarta - Kasus dugaan eksploitasi anak dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang diduga dilakukan pengelola Oriental Circus Indonesia (OCI) terhadap para mantan pemain sirkusnya, belum menemukan titik tengah. Kedua belah pihak kemudian diundang oleh Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam rapat dengar pada Senin, 21 April 2025.
Pada kesempatan itu, Komisi III DPR memberi waktu tujuh hari kepada manajemen OCI dan para mantan pemain sirkus untuk menyelesaikan perkara dugaan eksploitasi itu secara kekeluargaan. Jika tidak tercapai kesepakatan dalam waktu tersebut, DPR meminta kasus tersebut dilanjutkan ke proses hukum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Ahmad Sahroni mengatakan, tenggat tersebut berlaku sejak audiensi antara pelapor, manajemen OCI, dan sejumlah lembaga negara di Gedung DPR RI, Senin, 21 April 2025.
“Saya minta waktu ke mereka tujuh hari. Kalau tidak selesai, maka silakan melalui proses penegakan hukum yang akan kami awasi,” kata Sahroni kepada awak media saat ditemui usai rapat dengar pendapat dengan pihak OCI, eks pemain, dan Dirkrimum Polda Jawa Barat.
Kendati demikian, eks pemain sirkus dan pihak manajemen OCI nampaknya berbeda pendapat terkait penyelesaian kasus eksploitasi tersebut. Simak informasinya berikut ini.
Eks Pemain Sirkus Ingin Diselesaikan dengan UU Pengadilan HAM
Kuasa hukum mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI), Muhammad Sholeh, meminta agar kasus dugaan eksploitasi dan kekerasan yang dialami kliennya diproses melalui Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
"Sekali lagi, kami berharap ada keadilan di sini, ada peluang Undang-Undang HAM digunakan, Undang-Undang Pengadilan HAM digunakan, supaya sejarah kelam ini bisa mendapatkan keadilan," ucap Sholeh dalam rapat dengar bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, seperti dikutip dari Antara.
Sholeh menilai, kliennya hingga kini belum mendapatkan keadilan atas dugaan kekerasan dan eksploitasi tersebut. Terlebih, ia menyayangkan pernyataan pihak OCI yang menurutnya tidak menunjukkan pengakuan atau tanggung jawab atas kasus tersebut.
“Kalau ada itikad baik dari OCI maupun Taman Safari, kami akan terima, tetapi kalau dilihat dari sambutan jawaban di media, kok menurut saya kecil untuk bisa (menerima), sebab mereka (korban) juga sangat tersakiti karena jawabannya tidak mengakui,” ujarnya.
Dia juga berharap agar Komisi III DPR RI tidak melemparkan kasus ini begitu saja kepada pihak kepolisian. Sebab, laporan yang pernah dilayangkan terduga korban pada 1997 telah diberikan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). "Kasus ini sudah pernah di SP3 oleh pihak kepolisian dan itu sungguh mengecewakan buat kami, 1997 dilaporkan, 1999 SP, tanpa pelapor juga dikasih tahu,” ungkapnya.
Berangkat dari hal di atas, dia meminta kasus tersebut diselesaikan menggunakan UU Pengadilan HAM agar terduga korban bisa mendapatkan keadilan meski kasus tersebut telah terjadi bertahun-tahun silam. "Undang-undang ini tidak mengenal kedaluwarsa, bisa dibuka," kata dia ditemui usai rapat.
OCI Berupaya Ikuti Saran DPR
Berbeda dengan kuasa hukum eks pemain sirkus, pihak OCI justru akan berupaya untuk mengikuti saran DPR terkait mediasi dengan para mantan pemain sirkus. Hal ini disampaikan oleh penasihat hukum OCI Ricardo Kumontahas.
Meski begitu, Ricardo menegaskan bahwa mediasi belum bisa segera dilakukan karena mereka masih menanti kepulangan Hamdan Zoelva dari luar negeri. "Jadi, kami akan mengupayakan mengikuti saran beliau. Akan tetapi, kami masih menunggu Pak Hamdan Zoelva ketika beliau kembali dari luar negeri," ucap Ricardo di Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan bahwa Hamdan Zoelva, yang kini tengah berada di Tanah Suci, adalah sosok yang menangani langsung pelaporan kasus OCI ke Komnas HAM pada tahun 1997. Hamdan disebut memiliki peran penting dalam proses komunikasi dan tindak lanjut atas rekomendasi awal dari Komnas HAM.
“Beliau yang lebih tahu pada saat rekomendasi pertama keluar itu dari Komnas HAM pada tahun 1997. Beliau yang benar-benar pelakunya. Jadi, kami masih meminta waktu untuk menunggu beliau kembali,” tutur Ricardo.