TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan, stok beras awal tahun depan cukup berkat realisasi impor 3,6 juta ton tahun ini. Dengan impor itu, pemerintah kini memiliki cadangan pangan 2 juta ton.
“Kami bisa mengatakan tidak impor karena ending balance di 2024 transfer ke 2025 itu cukup,” ujar Arief saat dihubungi Tempo, Sabtu, 28 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini, stok beras di gudang Perum Bulog tercatat sebesar 2.070.318 juta ton. Stok ini terdiri dari 1.848.639 ton beras cadangan beras pemerintah dan 221.679 ton beras komersial. Stok ini umumnya akan disalurkan ke masyarakat melalui program stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) dan bantuan pangan.
Ditambah dengan stok beras di masyarakat, Bapanas memproyeksikan stok awal 2025 dapat mencapai total 8,398 juta ton. Angka ini merupakan carry over dari stok akhir 2025. Sedanglan kebutuhan beras 2025 diperkirakan sebesar 31,04 juta ton berdasarkan perhitungan konsumsi rumah tangga, konsumsi nonrumah tangga, dan proyeksi jumlah penduduk tahun 2025 sebesar 284.438.782 jiwa.
Arief menjelaskan, pada tahun ini sebenarnya swasembada beras telah tercapai. Mengacu Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), swasembada tercapai ketika 90 persen kebutuhan dipenuhi produksi domestik. Produksi beras tahun ini diperkirakan 30,34 juta ton, dengan kebutuhan 30,91 juta ton.
Meski beras telah swasembada, Arief menyebut impor sebesar 3,6 juta ton tetap diperlukan sebagai cadangan pangan pemerintah. Pasalnya, produksi tahun ini anjlok dibandingkan tahun lalu. Menurut penghitungan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlahnya turun dari 31,10 juta ton pada 2023 menjadi 30,34 juta ton pada akhir 2024.
"Kita harus bicara bahwa produksi turun. Kalau sekarang stok beras 2 juta ton aman, itu ya karena impor. Kita harus ngomong. Bukan, maaf ya, bukan karena kita produksinya berlimpah," ujar eks Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) ini.
Meski mengakui stok beras awal tahun depan aman berkat impor tahun ini, Arief membantah pemerintah akan menyetop impor beras tahun depan karena sudah mengimpor dalam jumlah besar. Ia menambahkan, pemerintah akan menggenjot produksi beras hingga 32,29 juta ton untuk memastikan impor tak akan dilakukan.
Upaya menggenjot produksi dalam negeri tahun depan di antaranya melalui optimalisasi sawah seluas 350 ribu hektare dan cetak sawah 750 ribu hektare. Kedua proyek ini akan bertempat antara lain di Papua Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan.
Namun, Arief mengakui cetak sawah akan lambat dan butuh waktu sekitar 8 kali tanam. Ketika sawah tercetak, di sana masih banyak pirit dan racun. Ia menambahkan, pemerintah juga masih harus membangun saluran irigasi. “Semua masih dibabat hutan. Ya susah, tapi itu harus dimulai,” tuturnya.
Ekonom Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori meyakini ambisi pemerintah menyetop impor beras tahun depan dapat tercapai. Namun, ia mengatakan penghentian pengadaan beras dari luar negeri itu dimungkinkan karena pemerintah tahun ini telah mengimpor dalam jumlah besar. “Enggak impor tahun depan itu realistis. Tapi realistis itu dengan kepastian bahwa tahun ini memang impor kita besar,” ujar Khudori saat dihubungi Tempo, Selasa, 24 Desember 2024.