TEMPO.CO, Jakarta - Terdapat 13 profesi yang masuk dalam segmen khusus sasaran penerima rumah subsidi. Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat atau BP Tapera Heru Pudyo Nugroho mengatakan penentuan profesi tersebut dilakukan melalui kajian mendalam guna memastikan ketepatan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Rincian 13 profesi yang kini tergolong kategori khusus penerima program rumah subsidi, yaitu guru, tenaga kesehatan, buruh, prajurit Tentara Nasional Angkatan Darat (TNI AD), anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), pekerja migran, petani, nelayan, pengemudi transportasi daring (online), pekerja ekonomi kreatif, kader lapangan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), serta asisten rumah tangga (ART).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun pemerintah mengalokasikan kuota FLPP sebanyak 164.260 unit dari total 220 ribu unit. “Ini profesi yang selama ini common (umum). Bagian dari klaster desil 1 sampai 8, MBR (masyarakat berpenghasilan rendah),” kata Heru ketika dijumpai di Kantor Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Jakarta, Rabu, 16 April 2025.
Heru mengklaim pemilihan 13 profesi sebagai segmen khusus program rumah subsidi itu tidak mendiskriminasi profesi lain. Pasalnya, menurut dia, pemerintah masih menyediakan kuota reguler untuk masyarakat dengan profesi lainnya. “(Program FLPP) eksisting tetap bukan. Syarat ketentuan sama,” ucap Heru.
Dia melanjutkan, segmentasi profesi penerima manfaat rumah subsidi dilakukan untuk menjamin permintaan. Dengan begitu, lanjut dia, pengembang perumahan maupun lembaga bank penyalur lebih optimis lantaran mendapatkan kepastian penawaran.
Sebelumnya, program penyaluran rumah subsidi melalui skema segmentasi profesi menuai kritikan dari pengamat properti AS Property Advisory Anton Sitorus. Anton menyebut pemerintah sepatutnya memprioritaskan penyaluran rumah subsidi kepada siapa pun yang paling membutuhkan.
Artinya, lanjut dia, pemerintah tidak seharusnya menentukan sasaran penerima hanya berdasarkan klasifikasi profesi. Hal tersebut, menurut dia, menunjukkan diskriminasi. “Program untuk masyarakat itu harus universal. Tidak boleh ada diskriminasi, regardless occupation (terlepas dari pekerjaan),” ujar Anton kepada Tempo, pada Rabu, 16 April 2025.
Pendapat serupa juga disampaikan oleh Ketua Umum Pewarta Foto Indonesia (PFI) Reno Esni. Bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), PFI menyatakan penolakan terhadap wacana program rumah subsidi untuk wartawan.
Menurut Reno, subsidi rumah tidak seharusnya disalurkan berdasarkan profesi.“Mestinya untuk warga yang membutuhkan dengan kategori penghasilan, apa pun profesinya,” katanya dalam keterangan resmi, pada Selasa, 15 April 2025.
Reno menyebut PFI menolak menerima penawaran program itu karena menilai masih ada masyarakat dari berbagai latar belakang pekerjaan lainnya yang membutuhkan rumah subsidi melalui jalur normal. Selain itu, dia menolak lantaran jalur khusus bagi jurnalis akan menimbulkan kesan buruk bagi profesi tersebut.
Menteri PKP Maruarar Sirait mengungkapkan segmentasi profesi dilakukan supaya program rumah subsidi bisa tepat sasaran. Dia juga menyebut profesi lain, terutama dari sektor informal akan menjadi sasaran berikutnya, misalnya penjual sayuran dan pedagang bakso. “Saya akan pikirkan tambahan-tambahan untuk wong cilik (orang kecil),” ucap Ara di kantornya, Jakarta, Rabu, 16 April 2025. “Mereka rakyat, harus dapat akses perbaikan meski lebih sulit. Mereka harus dapat keadilan.”
Riri Rahayu berkontribusi dalam penulisan artikel ini.