Dewan Penasihat Presiden Bambang Brodjonegoro mengatakan Danantara harus transparan dalam mengelola investasi.
25 Februari 2025 | 15.40 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Penasihat Presiden Bambang Brodjonegoro sepakat soal usulan agar Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) dibuatkan situs khusus laporan untuk transparansi. Situs khusus itu harus memuat laporan kinerja, target dan kebijakan investasi yang tengah dijalankan. Permintaan itu sebelumnya disampaikan oleh Institute for Development of Economics and Finance (Indef) sebagai langkah untuk membangun kepercayaan publik dan investor.
Bambang mengatakan Danantara memang harus memiliki platform informasi yang transparan. "Oh iya, jelas harus. Jelas dan tentunya proses keterbukaan, proses untuk sosialisasi, karena mungkin sentimen ini sempat muncul karena ini kan hal baru buat Indonesia," ujarnya saat ditemui di Gedung Sopo Del, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa, 25 Februari 2025.
Bambang menjelaskan Danantara dirancang untuk mengelola investasi negara dengan model seperti Temasek di Singapura atau Khazanah di Malaysia. Berbeda dari pendekatan sebelumnya yang selalu mengaitkan kepemilikan dengan kementerian. Danantara, kata dia, akan menjadi badan investasi independen yang mengelola aset negara.
"Kalau kita lihat, misalnya yang paling mudah itu Singapore Airlines atau SingTel. Keduanya bisa dikatakan sebagai BUMN Singapura, tapi mayoritas sahamnya dimiliki oleh Temasek sebagai badan investasi pemerintah," ujar Bambang. Ia mencontohkan keberhasilan kedua perusahaan tersebut dalam membangun reputasi global sebagai bukti bahwa model ini bisa berjalan dengan baik.
Dengan skema serupa, pemerintah berharap Danantara dapat meningkatkan daya saing dan profitabilitas BUMN Indonesia di tingkat global. Namun, Bambang menekankan keterbukaan tetap menjadi kunci agar kepercayaan investor bisa terjaga. Transparansi lewat website resmi Danantara diharapkan menjadi langkah awal dalam membangun kredibilitas lembaga tersebut.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif INDEF Esther Sri Astuti menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana Danantara. Menurutnya, tanpa kedua aspek tersebut, kepercayaan publik bisa runtuh, bahkan memicu ketidakstabilan di sektor keuangan.
"Kalau tidak ada transparansi, akan ada distrust dari masyarakat. Jangan sampai terjadi penarikan dana besar-besaran dari bank Himbara yang bisa mengarah ke krisis likuiditas, seperti yang terjadi pada 1997," tutur Esther.
Ia juga menekankan pengelolaan dana harus mengikuti prinsip kehati-hatian (prudential rule) layaknya di sektor perbankan. Dengan nilai aset yang diklaim mencapai US$ 900 miliar atau sekitar Rp 14.700 triliun, pengelolaannya tidak bisa dilakukan secara sewenang-wenang.
"Jika ingin dipercaya, harus ada laporan keuangan yang auditable dan evaluasi kinerja setidaknya setahun sekali untuk mitigasi risiko fraud," kata Esther.