TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menyatakan pemerintah tidak akan mengajukan peninjauan kembali atau PK terhadap putusan kasasi yang mengabulkan gugatan 19 warga atau citizen lawsuit tentang praktik pinjaman online (pinjol).
"Pemerintah menerima keputusan Mahkamah Agung dan akan segera melaksanakannya," kata Yusril usai Rapat Koordinasi Tingkat Menteri terkait Pinjaman Online di Gedung Imigrasi, Jakarta Selatan pada Selasa, 21 Januari 2025. "Jadi kalau sehari-hari negara enggak pernah kalah, tapi pemerintah bisa kalah di pengadilan."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menjelaskan, inti dari gugatan citizen lawsuit tersebut adalah Presiden dan pihak-pihak lain dianggap lalai dalam mengatur dan menindak pinjol yang beredar di masyarakat. Putusan pengadilan tingkat pertama dan banding menolak gugatan tersebut. Namun, Mahkamah Agung (MA) mengabulkannya.
Mahkamah Agung, kata dia, menghukum Presiden untuk melaksanakan putusan kasasi tersebut. Antara lain, dengan membuat regulasi terhadap pinjaman online dan langkah-langkah hukum yang tegas terhadap praktik penyimpangan. Oleh sebab itu, rapat koordinasi ini diadakan.
Menurut Yusril, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan dalam rapat koordinasi tersebut. "Pertama, kami membentuk satu kelompok kerja (pokja) yang diketuai oleh Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej."
Pokja tersebut bertugas menyiapkan regulasi peraturan-peraturan pelaksana terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). Khususnya Pasal 213 yang mengatur kegiatan-kegiatan pinjaman online.
Yusril menuturkan, sebenarnya pengaturan dalam UU PPSK itu sudah cukup jelas. Termasuk langkah-langkah hukum yang dapat dilakukan terhadap pinjaman ilegal, tidak berizin, dan melampaui batas-batas yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 2024.
"Karena itu, intinya pemerintah segera merapikan atau melakukan sinkronisasi harmonisasi peraturan-peraturan terkait pinjaman daring ini," ujar Yusril.
Selain itu, dia menyebut pemerintah akan mengambil langkah-langkah hukum yang tegas berdasarkan peraturan perundangan yang sebenarnya sudah ada. Saat ini, peraturan tersebut hanya perlu sinkronisasi. Pengaturan lebih detail, kata Yusril, akan diatur dalam peraturan pemerintah yang dikoordinasikan oleh Eddy Hiariej.
Sebelumnya, MA mengabulkan gugatan 19 warga negara terhadap Presiden (Tergugat I), Wakil Presiden (Tergugat II), Ketua DPR RI (Tergugat III), Menkominfo (Tergugat IV), dan Ketua Dewan Komisioner OJK (Tergugat V). Ini termaktub dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1206 K/Pdt/2024.
"Menyatakan bahwa tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum," bunyi amar putusan.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah Agung menyatakan pemerintah telah lalai karena membiarkan praktik pinjaman online tumbuh subur. Kelalaian itu membuat banyak masyarakat terjerat utang karena tergiur mendapatkan pinjaman dengan cara mudah.
Majelis hakim yang terdiri dari Takdir Rahmadi sebagai ketua, dan hakim anggota Pri Pambudi Teguh serta Lucas Prakoso meminta para tergugat membuat aturan batasan dan jaminan perlindungan hukum bagi pengguna pinjaman online.
"Apabila berlanjut tanpa pengaturan secara hukum yang adil dan berkepastian hukum, keberadaan pinjaman online tidak akan membawa manfaat dan kebaikan bagi masyarakat, tetapi justru sebaliknya akan membawa kehidupan masyarakat tenggelam pada keterpurukan secara ekonomi tereksploitasi dan tidak dapat bangkit lagi," bunyi pertimbangan hakim.
Majelis hakim berpandangan, kehadiran para tergugat sangat berpengaruh terhadap masyarakat dalam upaya menghentikan jeratan dan eksploitasi pinjaman online, melalui dilahirkannya peraturan yang adil, berkepastian hukum dan komprehensif. "Semuanya itu menjadi kewajiban Tergugat I Presiden RepubIik Indonesia dengan dukungan para tergugat II, III, IV dan V," tertulis dalam amar putusan.
Ade Ridwan Yandwiputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.