Dirut Sritex Ditangkap Kejaksaan Agung, Ini Profil dan Kasusnya

7 hours ago 7

TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung dikabarkan telah menangkap Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) Iwan Lukminto di Solo pada Selasa, 20 Mei 2025. Informasi tersebut dibenarkan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar saat dihubungi pada Rabu, 21 Mei 2025.

“Diamankan di Solo dan dibawa ke Jakarta, berkaitan dengan pemberian kredit dari beberapa bank,” kata Harli saat dihubungi, Rabu, 21 Mei 2025. Harli tidak membantah atau membenarkan bahwa penangkapan ini berkaitan dengan kasus yang sedang diusut oleh Kejaksaan Agung. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kejaksaan Agung sebelumnya telah memeriksa sejumlah bank daerah dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit  Sritex. Tiga bank daerah yang tengah diperiksa itu adalah PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB), PT Bank DKI, dan Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah.

“Dari tiga bank daerah itu, sebagian sudah diperiksa,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar, Senin, 5 Mei 2025. Selain tiga bank daerah tersebut, Kejaksaan juga memeriksa PT Bank Negara Indonesia (BNI) sebagai kreditur ke Sritex.

Dilansir dari situs Sritex.co.id, Iwan lahir di Surakarta pada 22 Januari 1983. Dia merupakan alumni Business Administration dari Johnson & Wales University. Iwan juga pernah menempuh studi di Boston University dan Northeastern University dengan  jurusan Business Administration. 

Iwan menjabat sebagai Direktur Utama Sritex sejak 2014. Dia disebut telah memiliki pengalaman di dunia tekstil selama 20 tahun. Selain itu, Iwan juga merupakan Ketua Dewan Pimpinan Kota (DPK) Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Solo dan Dewan Pembina Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). 

Kronologi Kasus Dugaan Penyalahgunaan Kredit di Sritex

Kejaksaan Agung diketahui mengusut kasus ini sejak 25 Oktober 2024 lalu. Kasus tersebut diduga menyeret PT Bank Negara Indonesia (BNI), PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB), PT Bank DKI, dan Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah, kreditur Sritex yang berstatus sebagai bank plat merah. Perintah penyidikan datang melalui Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-62/F.2/Fd2/10/2024. Jampidsus  juga telah mengeluarkan surat penyidikan kedua pada 20 Maret 2025. 

Tim Kurator Sritex telah menetapkan daftar piutang tetap pada 30 Januari 2025. Total uang Sritex sebesar Rp 29,8 triliun dari 1.654 kreditur separatis, preferen, dan konkuren. Namun, dari jumlah itu Sritex memiliki utang total Rp 4,2 triliun ke bank milik negara. Secara terperinci, Sritex memiliki utang  sebesar Rp 2,9 ke PT Bank Negara Indonesia atau BNI, Rp 611 miliar ke PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Rp 185 miliar ke PT Bank DKI, dan Rp 502 miliar ke PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah. 

Sebelumnya, merujuk pada laporan Tempo, Badan Reserse Kriminal Polri juga sempat mengusut kasus yang sama. Setelah Sritex dinyatakan pailit pada 21 Oktober 2024, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI mengusut dugaan tindak pidana berupa penyelewengan penyaluran kredit ke perusahaan tekstil tersebut. Dalam warkat yang dilihat Tempo, polisi pun telah memeriksa pimpinan Bank Permata dan Bank Muamalat selaku kreditur Sritex dengan surat bernomor B/Und-2190/XI/RES.1.9./2024/Dittipideksus tertanggal 26 November 2024 atas laporan informasi bernomor R/LI/157/X/RES.1.9./2024/Dittipideksus tertanggal 30 Oktober 2024.

Saat itu polisi menduga tindak pidana ini melanggar pasal 372 KUHP dan/atau pasal 263 KUHP dan Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Polisi menduga dalam permohonan dan pencairan fasilitas kredit serta pembiayaan bank, Sritex menggunakan dokumen palsu, menggelembungkan nilai piutang, mengagunkan aset secara berganda, menggunakan utang tidak sesuai dengan peruntukannya, hingga melakukan pencucian uang atas pencairan kredit tersebut. Sritex diduga merugikan bank dan pemberi pinjaman lain senilai Rp 19,963 triliun.

Tahun lalu, Sritex telah dinyatakan pailit dan resmi tutup per Sabtu, 1 Maret 2025. Saat ini, seluruh asetnya telah dikuasai oleh kurator pailit. Namun demikian pemerintah masih berupaya mencari skema agar perusahaan bisa beroperasi kembali agar pegawai mereka dapat bekerja kembali dan tidak ada PHK massal.

Hammam Izzudin berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |