TEMPO.CO, Jakarta - Election Corner Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (Fisipol UGM) menggelar press release hasil penelitian bertajuk “Peta Koalisi Pemenang pada Pilkada Serentak 2024 di Indonesia". Salah satu bahasan yang dikemukakan dalam acara ini adalah soal kekuatan dan pemetaan koalisi yang berkontestasi pada Pilkada Serentak 2024.
Perwakilan Election Corner Akhmad Fadilah Santoso mengatakan bahwa penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya Pilkada sebagai pilar demokrasi, konsep proximity to citizens, dan munculnya fenomena dominasi koalisi besar. “Kemudian, salah satu tujuannya adalah untuk mengkaji implikasi koalisi pemenang Pilkada 2024 terhadap demokrasi lokal di Indonesia,” terangnya dalam acara yang berlangsung di Laboratorium Big Data Fisipol UGM, Rabu, 5 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Data penelitian yang diperoleh melalui data Komisi Pemilihan Umum (KPU), portal berita, dan lembaga survei ini menggambarkan setidaknya ada empat bentuk koalisi yang berkontestasi di Pilkada 2024.
Pertama, Minimum Winning Coalition, yaitu koalisi yang atas sejumlah partai peraih kursi terkecil dari koalisi pemenang minimal. “Ini adalah koalisi kecil, terdiri dari partai-partai dengan nonparlemen atau partai dengan peraihan kursi-kursi kecil,” ujar Akhmad.
Kedua, Minimally Winning Coalition, yaitu koalisi yang sederhananya adalah koalisi mayor. Lalu ada Surplus Majority Coalition yang memiliki kekuatan dan kapasitas yang mampu untuk menghalangi koalisi saingan. “Sederhananya koalisi ini memiliki perolehan 65 persen pada legislatif dari partai-partai yang ada," kata dia.
Keempat ada Grand Coalition yaitu koalisi besar yang terdiri dari partai-partai pemenang. Di Pilkada 2024, Akhmad mencontohkan Grand Coalition dengan hadirnya KIM Plus yang bisa terdiri dari belasan partai. “Selain dari keempat bentuk koalisi tersebut, ada juga calon independen yang maju tanpa adanya hubungan dari partai politik,” kata Akhmad.
Meski didominasi oleh bentuk-bentuk koalisi, Akhmad mengatakan berdasar data bahwa tidak menutup kemungkinan bagi calon independen untuk menang. Seperti diketahui, pada Pilkada 2024 ada 53 calon independen yang maju dan yang terpilih adalah dua yaitu di Pilkada Kota Sabah dan Pilkada Kabupaten Aceh Besar. Meski begitu, dominasi masih dipegang oleh bentuk-bentuk koalisi lain.
Dalam bentuk Grand Coalition, data dari Election Corner menunjukkan bahwa koalisi ini berhasil menang di 41 daerah kabupaten/kota atau provinsi. Sementara itu, Surplus Majority Coalition menyumbang 134 kemenangan di Pilkada 2024. Ada pula Minimally Winning Coalition dan Minimum Winning Coalition sebanyak 127 pemenang.
Kontestasi Selesai di Tahap Persiapan
Dengan peta koalisi-koalisi tersebut, Akhmad menyoroti implikasi yang terjadi dalam dinamika Pilkada 2024. Data Election Corner menunjukkan bahwa sebanyak 419 daerah yang kontestasinya sudah selesai di tahap pra-pemilihan atau persentasenya hampir 75,96persen. Ini gabungan dari Grand Coalition, Surplus Majority Coalition, dan Minimally Winning Coalition.
“Jadi hanya ada 199 daerah yang menang dari kombinasi calon independen dan juga Minimum Winning Coalition atau hanya sekitar 23,66 persen saja atau kurang dari seperempat dari 545 pemilihan kepala daerah,” kata Akhmad.
Dengan hal tersebut, Akhmad menyayangkan bahwa koalisi-koalisi besar seperti Grand Coalition, Surplus Majority Coalition, dan Minimally Winning Coalition sangat mendominasi hampir semua pulau. Koalisi-koalisi besar itu di beberapa daerah hanya melawan kotak kosong. Fenomena kotak kosong dilandasi pada faktor koalisi yang memiliki faktor finansial dan sosial yang kuat.
“Koalisi yang besar tersebut kemudian menimbulkan scare of effect yang membuat 75,96 persen Pilkada 2024 sangat minim kompetisi. Sebagian besar itu pemenang Pilkada dan sudah bisa diketahui pemenangnya siapa sejak tahap pra-pemilihan,” ujarnya.
Sebagai upaya mengatasi hal tersebut, Election Corner mengusulkan adanya reformasi pemilu agar persaingan lebih sehat, misalnya dengan perbaikan sistem dan tata kelola pemilu/pilkada, mendorong partisipasi calon independen, independensi penyelenggara pemilu, dan meningkatkan transparansi serta akuntabilitas pemilu.