Erick Thohir soal Progres Merger BUMN Karya: Harus Dikaji Ulang karena Pergantian Menteri

18 hours ago 7

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir membeberkan progres terakhir soal merger BUMN Karya. Ia meyatakan pemerintah harus mengkaji ulang merger tersebut karena adanya perubahan birokrasi.

"Kemarin kan surat pertama tentu zamannya Pak Bas (Menteri PUPR 2019-2024). Sekarang berbeda menteri, kajiannya harus kita ulang," ujar Erick di Jakarta, Selasa, 24 Desember 2024, seperti dikutip dari Antara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Erick Thohir menyatakan kajian ulang atas proses merger BUMN Karya ini juga dilakukan karena menyesuaikan dengan prosedur hukum terkait. "Supaya memang secara hukumnya bisa pas. Ya ini juga kita ulang lagi, mungkin suratnya Januari baru dikirimkan kembali. Jadi semuanya proses," ucapnya.

Khusus untuk infrastruktur, menurut Erick, Kementerian BUMN masih menunggu surat persetujuan dari Menteri Pekerjaan Umum untuk merger tersebut. Pasalnya, perusahaan-perusahaan yang dimerger tersebut menggarap proyek pekerjaan di Kementerian Pekerjaan Umum.

Secara garis besar, menurut dia, penggabungan korporasi negara yang pada awalnya 47 badan usaha dan 12 klaster, menjadi 30 badan usaha dan 11 klaster memerlukan waktu. Erick menyebutkan program perampingan tersebut merupakan salah satu dari 45 program yang bakal dilakukan pihaknya selama lima tahun ke depan.

"Tergantung proses. Ada yang bisa setahun, ada yang bisa dua tahun," tutur Erick. 

Ia menyatakan Kementerian BUMN kini sudah memasuki tahap kajian dan proses penggabungan untuk beberapa BUMN, seperti PT KAI dengan PT INKA, penggabungan antara Pelni, ASDP, dan Pelindo, serta BUMN karya.

"Kalau yang Pelindo, Pelni, ASDP. Kemarin kan kita udah sounding juga ke Menteri Perhubungan, beliau dukung," tuturnya.

Selain itu, Erick juga memaparkan Kementerian BUMN tengah memetakan ulang perusahaan yang bergerak di bidang pangan. Penggabungan korporasi pun dinilai dapat memperluas jumlah lahan yang dimiliki.

"Kita tahu, kita mau swasembada gula, tapi lahannya tidak cukup. Nah ini yang harus kita remapping, apalagi beberapa industri sudah mulai kalah bersaing, ini yang coba kita lakukan," ujarnya. Selain di sektor pangan, Erick juga akan mengusulkan sejumlah merger di klaster karya, infrastruktur serta logistik.

Erick Thohir sebelumnya menyebutkan tujuh perusahaan pelat merah akan disederhanakan menjadi badan usaha di bawah tiga induk perusahaan. Ketujuh BUMN tersebut adalah PT Hutama Karya (Persero), PT Adhi Karya (Persero) Tbk, PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Waskita Karya (Persero) Tbk, PT Brantas Abipraya (Persero), dan PT Nindya Karya (Persero). 

Merger tujuh BUMN karya ini, kata Erick, merupakan bagian dari restrukturisasi yang sudah lama direncanakan dan tidak akan mengganggu proyek tiap perusahaan. "Ini hanya bagian kami merestrukturisasi, tidak akan mengganggu penugasan dan percepatan (proyek)," ujarnya di Kementerian BUMN, Jakarta, pertengahan November 2024 lalu.

Adapun rencana penggabungan BUMN bidang konstruksi dan infrastruktur ini telah dibahas bersama Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo. Saat itu, Erick menyatakan perjanjian hitam di atas putih ihwal merger BUMN karya akan segera dilakukan.

Erick berpandangan bahwa integrasi perusahaan pelat merah ini merupakan upaya kementeriannya menyehatkan dan membangun keahlian tiap BUMN. Ihwal skemanya, Kementerian BUMN akan menggabungkan Pembangunan Perumahan dan Wijaya Karya, Brantas Abipraya dan Nindya Karya dengan Adhi Karya sebagai induk holding, serta Waskita Karya dan Hutama Karya.

Rencana penggabungan BUMN Karya itu sebetulnya telah bergulir sejak era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Saat itu Erick yang juga menjabat Menteri BUMN mengatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah merestui merger tujuh BUMN karya. Erick juga sudah bersurat kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 2019-2024, Basuki Hadimuljono. Namun merger belum juga terlaksana hingga peralihan ke pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |