TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024-2029 Setyo Budiyanto resmi dilantik di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Senin, 16 Desember 2024. Pada Selasa sore, 24 Desember 2024, Setyo telah menetapkan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto sebagai tersangka terkait kasus Harun Masiku.
Sebelumnya, Setyo berharap dapat menuntaskan kasus Harun. Dia meminta doa agar bisa menuntaskan kasus yang menyeret eks politikus PDIP tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Mudah-mudahan dengan dukungan doa semuanya, kita bisa menuntaskan, mudah-mudahan seperti itu," kata Setyo seusai proses serah terima jabatan pimpinan KPK di Gedung Merah Putih, Setiabudi, Jakarta Selatan, pada Jumat, 20 Desember 2024.
Setyo mengatakan bahwa dirinya memahami keinginan publik untuk menuntaskan kasus Harun, salah satunya melalui berbagai demonstrasi. Setyo berujar, KPK pasti akan merespons desakan tersebut. Menurut Setyo, kasus Harun merupakan utang lama.
“Kami akan melihat perkembangan sudah sejauh mana, kerja sama penyelidikan dan lain-lain. Ini utang yang memang sudah cukup lama, sudah cukup panjang,” ujar dia.
Setyo mengklaim, setiap orang di KPK berkomitmen untuk menyelesaikan kasus dan pencarian Harun yang sudah menjadi buron selama hampir lima tahun.
“Saya yakin semua orang yang menjadi pimpinan, menjadi deputi, menjadi direktur punya keinginan besar untuk menuntaskan, untuk bisa menyelesaikan perkara ini,” ucap Setyo.
Tetapkan Hasto sebagai tersangka
Pada Selasa sore, 24 Desember 2024, Setyo resmi menetapkan Hasto dan dan pengacara Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka terkait kasus Harun.
Setyo menyatakan, Hasto dan Donny terlibat aktif sejak awal untuk meloloskan Harun sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia setelah pemilihan umum atau Pemilu 2019.
Hasto dan Donny disebut melobi Wahyu Setiawan agar Harun menjadi pengganti Nazaruddin. Padahal seharusnya, kata Setyo, posisi Nazaruddin diisi oleh kader PDIP lainnya, yakni Riezky Aprilia.
Tak hanya itu, Hasto dan Donny juga disebut terlibat aktif dalam pemberian suap kepada Wahyu yang telah divonis bersalah dalam kasus ini. Uang itu diserahkan melalui eks Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Agustina Tio Fridelina.
"HK (Hasto) mengatur dan mengendalikan DTI (Donny) untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada komisioner KPU Wahyu Setiawan melalui Tio (Agustina Tio Fridelina)," kata Setyo.
Setyo mengatakan, Hasto juga bekerjasama dengan Donny untuk menyusun kajian hukum pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung Republik lndonesia No.57P/HUM/2019 tanggal 5 Agustus 2019 dan surat permohonan pelaksanaan permohonan fatwa MA ke KPU soal penetapan Harun sebagai anggota DPR periode 2019-2024.
Selain itu, Setyo menyatakan bahwa Hasto juga menjadi tersangka kasus perintangan hukum alias obstruction of justice. Hasto disebut berperan dalam pelarian Harun.
Setyo mengatakan, Hasto memerintahkan anak buahnya agar menghubungi Harun saat mengetahui tim penyidik KPK akan menangkapnya. Hasto juga disebut memerintahkan Harun untuk merendam telepon selulernya agar tak terlacak penyidik KPK.
Dia mengungkapkan, antara Hasto, Donny, dan Saeful Bahri menyuap Wahyu dengan bantuan Agustiani Tio Fridelina sebesar SGD 19 ribu dan SGD 38.350 pada 16 hingga 23 Desember 2019.
"Atas perbuatan tersebut, KPK mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/153/DlK.00/01/12/2024, tanggal 23 Desember 2024 oleh tersangka HK dan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/154/DlK.00/01/12/2024, tanggal 23 Desember 2024 oleh tersangka DTI," kata Setyo.
Setyo mengatakan, Hasto dan Donny melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus suap ini sebenarnya sudah ditangani KPK sejak 2020. Namun, saat itu, KPK hanya menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina, Saeful Bahri, dan Harun Masiku. Akan tetapi, Harun kabur dan menjadi buronan hingga saat ini.
Ade Ridwan Yandwiputra dan Sultan Abdurrahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini.