Gedung DPRD Kota Yogyakarta Jalani Ruwat Sengkala, Ini Maknanya

1 day ago 19

tradisi ruwat sengkala Penyerahan uba rampe ruwat sengkala dari Wakil Ketua DPRD Kota Yogya, Sinarbiyat Nujanat, kepada dalang Ki Bagong Mardiyono, Minggu (1/6/25) | tribunews

YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Gedung DPRD Kota Yogyakarta menjalani prosesi Ruwat Sengkala pada Minggu (1/6/2025) pagi. Suasana pendapa di kawasan Timoho yang biasanya lengang di akhir pekan, hari itu berubah menjadi ruang penuh kekhusyukan. Aroma kemenyan menyeruak, membungkus udara dengan wangi mistis yang lembut, menyertai jalannya ritual sakral khas tradisi Jawa.

Ruwat sengkala digelar sebagai ikhtiar membersihkan gedung dari energi negatif, sekaligus bentuk permohonan keselamatan bagi mereka yang sehari-hari berkegiatan di dalamnya. Tradisi ini diyakini mampu menyingkirkan gangguan tak kasat mata yang mungkin menghambat kelancaran tugas dan pengabdian para wakil rakyat.

Prosesi ruwatan dipimpin oleh dalang senior Ki Bagong Mardiyono. Dengan khidmat, tiga uba rampe—perlengkapan simbolis dalam ritual adat—diserahkan oleh pimpinan DPRD kepada sang dalang. Penyerahan ini menjadi penanda dimulainya upacara ruwatan yang baru kali pertama digelar di kantor legislatif tersebut.

Susanto Dwi Antoro, Ketua Komisi A DPRD Kota Yogyakarta sekaligus ketua panitia ruwatan, menuturkan bahwa sejak gedung dewan ini berdiri, belum pernah sekali pun diadakan ruwatan. “Kami merasa perlu menyucikan tempat ini. Harapannya, semua yang bekerja dan beraktivitas di sini dijauhkan dari gangguan, diberi kesehatan dan kekuatan,” ujarnya.

Ia menambahkan, dalam empat periode terakhir, sempat terjadi hal-hal yang mengusik kenyamanan batin—anggota dewan yang mendadak jatuh sakit, performa kerja yang terganggu tanpa sebab jelas. “Percaya atau tidak, itu menjadi peringatan bagi kami. Maka ruwatan ini adalah bentuk ikhtiar spiritual,” tegasnya.

Ritual ruwatan pada pagi hari memang diperuntukkan bagi kalangan internal DPRD—anggota dewan dan staf sekretariat. Namun, dalam semangat keterbukaan, acara berlanjut pada malam harinya dengan melibatkan masyarakat umum. Wayang kulit digelar di halaman kantor DPRD sebagai bentuk hiburan rakyat, dengan lakon dibawakan oleh Ki Yusuf Anshor.

“Kami ingin mengembalikan makna Gedung DPRD ini sebagai rumah rakyat. Wayangan menjadi cara kami menyapa masyarakat, sekaligus menjaga dan merawat budaya,” ungkap Antoro. Ia menegaskan, gedung dewan tak boleh menjadi tempat yang terkesan angker atau jauh dari rakyat. Justru sebaliknya, gedung ini harus menjadi ruang yang ramah dan terbuka.

Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, turut hadir dalam prosesi. Ia menyambut baik inisiatif para anggota dewan yang berusaha membangun dimensi spiritualitas dalam menjalankan tugas negara. “Setiap orang punya cara sendiri untuk mendekatkan diri pada keselamatan dan kebaikan. Selama niatnya tulus dan untuk kepentingan bersama, tentu kita hormati,” ucapnya.

Dengan digelarnya ruwatan ini, DPRD Kota Yogyakarta menegaskan komitmennya untuk menghadirkan ruang kerja yang tidak hanya rasional dan fungsional, tetapi juga menyatu dengan nilai-nilai budaya dan spiritualitas. Sebuah ikhtiar lembut untuk menguatkan jiwa kelembagaan melalui warisan kearifan lokal.

Makna Ruwat Sengkala dalam Tradisi Jawa

Dalam tradisi masyarakat Jawa, ruwat sengkala merupakan sebuah prosesi sakral yang dimaknai sebagai ikhtiar untuk melepaskan diri dari kesialan (sengkala) atau energi negatif yang diyakini dapat menghambat keharmonisan hidup seseorang. Ruwatan ini menjadi bagian dari kearifan lokal yang diwariskan turun-temurun sebagai jalan untuk memulihkan keseimbangan batin dan spiritualitas.

Kata ruwat sendiri mengandung arti membebaskan atau menyucikan, sementara sengkala merujuk pada hal-hal buruk yang dipercaya bisa mendatangkan ketidakseimbangan, baik dalam kehidupan pribadi maupun keluarga. Melalui prosesi ruwatan, seseorang diharapkan dapat terlepas dari berbagai pengaruh yang mengganggu, sehingga kehidupannya menjadi lebih tenteram, sehat, selamat, dan sejahtera.

Menurut catatan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah X, ruwatan merupakan upacara adat yang bertujuan membuang sial atau menyelamatkan seseorang dari kondisi yang dianggap menyimpang dari kelaziman. Kondisi tersebut, dalam pandangan masyarakat Jawa, berpotensi membawa celaka atau dampak buruk lainnya, sehingga perlu dinetralisir melalui ritus budaya yang sarat makna ini.

Dengan demikian, ruwat sengkala bukan semata-mata sebuah ritual, tetapi juga simbol dari harapan dan upaya manusia untuk menjalin kembali hubungan yang selaras dengan alam semesta, leluhur, dan nilai-nilai spiritual yang diyakini membawa keselamatan.

www.tribunnews.com | suhamdani – berbagai sumber

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |