Hasto Tersangka KPK, Habiburokhman: Tak Berguna Berdebat soal Unsur Politis

12 hours ago 6

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman, mengatakan perdebatan soal ada atau tidaknya unsur politik dalam penetapan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto sebagai tersangka tidak ada gunanya.

“Tidak ada manfaatnya kita berdebat apakah kasus ini berlatar belakang politik atau tidak,” kata Habiburokhman pada Selasa, 24 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pernyataan itu disampaikan Habiburokhman dalam sebuah video berdurasi 57 detik yang diterima Tempo melalui WhatsApp. Adapun alasan mereka menganggap tak ada gunanya perdebatan itu karena bisa memunculkan penilaian subjektif. 

“Karena bisa sangat-sangat subjektif, yang terpenting bahwa perkara ini harus dijalankan,” kata Habiburokhman.

Ketua Komisi III DPR itu mengatakan partai yang diketuai oleh Presiden Prabowo Subianto itu menghormati sikap KPK dalam menetapkan Hasto sebagai tersangka. Gerindra, kata dia, juga menghormati Hasto untuk melakukan pembelaan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana merupakan hak yang dimilikinya.

Habiburokhman berharap agar kasus ini dapat diperiksa dengan prinsip keterbukaan oleh lembaga anti rasuah itu. “Semua tuduhan berikut juga semua bantahan haruslah dibuktikan dengan alat-alat bukti yang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” kata dia. 

KPK menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka kasus suap terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan. Ketua KPK Setyo Budiyanto menyatakan Hasto memiliki peran vital dalam penyuapan tersebut hingga membantu pelarian Harun Masiku, kader PDIP yang juga menjadi tersangka kasus ini dan kini menjadi buronan.

Berdasarkan penyidikan KPK, menurut Setyo, Hasto berperan mulai dari menyediakan uang suap. KPK menemukan sumber uang suap tersebut dari Hasto. 

"Uang suap sebagian dari HK, itu dari hasil yang sudah kami dapatkan saat ini," kata Setyo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Selasa, 24 Desember 2024. 

Setyo mengatakan, sejak awal Hasto memang ngotot untuk menjadikan Harun Masiku sebagai anggota DPR dari Daerah Pemilihan I Sumatera Selatan menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal. Padahal, seharusnya posisi Nazarudin saat itu digantikan oleh Riezky Aprilia yang mendapat suara kedua terbanyak dalam Pemilu 2019. 

Hasto, kata Setyo, mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung soal penetapan anggota pergantian antar waktu (PAW) agar Harun yang menggantikan Nazarudin Kiemas. Setyo juga menyatakan Hasto mengupayakan agar Riezky mau mengundurkan diri agar Harun Masiku yang menggantikan Nazarudin.

Bahkan, menurut Setyo, Hasto sempat menahan surat undangan pelantikan Riezky sebagai anggota DPR dan memintanya mundur setelah pelantikan. "HK juga pernah memerintahkan Saeful Bahri untuk menemui Riezky Aprilia di Singapura dan meminta mundur. Namun hal tersebut ditolak oleh Riezky," kata Setyo. 

Karena upayanya menekan Riezky tidak berhasil, menurut Setyo, Hasto menempuh jalan mendekati Wahyu Setiawan yang notabene merupakan kader PDIP agar bisa memuluskan jalan Harun menjadi anggota DPR.  "Pada 31 Agustus 2019, HK menemui Wahyu Setiawan untuk memenuhi 2 usulan yang diajukan oleh DPP PDIP yaitu Maria Lestari Dapil 1 Kalbar dan Harun Masiku Dapil 1 Sumsel jadi anggota DPR," kata Setyo. 

Hasto, menurut Setyo, juga sempat mengutus kader PDIP lainnya, Donny Tri Istiqomah, untuk melobi Wahyu Setiawan agar KPU menetapkan Harun sebagai pengganti Nazarudin. Donny yang juga diumumkan sebagai tersangka sempat menyerahkan uang suap kepada Wahyu atas perintah Hasto. Uang itu, menurut Setyo diserahkan melalui eks Anggota Badan Pengawas Pemilu Agustina Tio Fridelina. 

Ketika KPK hendak melakukan operasi tangkap tangan, kata Setyo, Hasto memerintahkan Harun Masiku melarikan diri.  "Pada 8 Januari 2020 pada saat proses tangkap tangan KPK, HK memerintahkan Nurhasan menelpon Harun Masiku supaya merendam HP-nya dalam air dan segera melarikan diri," kata Setyo. 

Setyo mengatakan KPK menjerat Hasto Kristiyanto dengan dua perkara, yakni perkara suap dan perintangan penyidikan atau obstruction of justice. Untuk perkara suap, KPK menjerat Hasto dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.  Sementara kasus perintangan penyidikan Hasto dijerat Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Ade Ridwan Yandwiputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |