TEMPO.CO, Jakarta - Fungsi pengawasan dan pengaturan aset kripto resmi dialihkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada Jumat, 10 Januari 2025 lalu. Peralihan tugas pengawasan dan pengaturan ke OJK ini dilakukan sebagai tindak lanjut atas mandat dalam Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi mengungkapkan pengalihan tugas tersebut turut membawa dampak pada industri kripto. Kategori aset kripto kini berubah menjadi instrumen dan aset keuangan. Sementara sebelumnya di bawah pengawasan Kemendag, aset kripto diklasifikasikan sebagai bagian dari aset komoditas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Perubahan ini tentu berdampak juga pada cara pengaturan dan pengawasan terhadap aset kripto di Indonesia antara lain dalam pendekatan pengaturan dan pengawasan,” ucap Hasan dalam konferensi pers yang digelar secara daring, Selasa, 14 Januari 2025.
Hasan menerangkan, di bawah kewenangan Kemendag, pengaturan aset kripto difokuskan pada aspek perdagangan dan penyelenggaraan dari pasar perjangkanya. Kini setelah tugas pengaturan berada di tangan OJK, cakupan pengawasan dan pengaturan aset kripto menjadi lebih luas. “Tidak hanya mencakup pengawasan terhadap transaksi dan perdagangan tetapi juga terhadap berbagai aspek lainnya, termasuk aspek pengembangan produk dan layanannya, aspek penawaran,” ungkap Hasan. Selain itu, OJK juga melakukan pengawasan risiko, dampak sistemik, aspek tata kelola, dan aspek integrasi dengan sektor keuangan lainnya.
Dalam kerangka sistem keuangan yang terintegrasi, ujar dia, aturan aset kripto akan dipadukan dengan sistem pengawasan dan pengaturan dari berbagai sektor keuangan yang lebih luas, seperti di sektor perbankan dan pasar modal. “OJK dalam hal ini tentu ingin memberikan kepastian hukum bagi industri,” kata Hasan. “Tentu ingin memungkinkan OJK untuk memastikan bahwa kegiatan kripto dapat beroperasi dalam kerangka yang lebih aligning, lebih selaras dengan prinsip-prinsip stabilitas sistem keuangan.”
Lebih jauh, Hasan menekankan pengawasan aset kripto di bawah OJK juga berdampak pada sisi perlindungan konsumen. “Ini yang kita lakukan secara lebih komprehensif, OJK memiliki mandat yang juga jelas dalam melindungi konsumen di sektor keuangan termasuk tentu konsumen di sektor aset kripto ini,” kata dia.
Sebelumnya, Bappebti resmi mengalihkan fungsi pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital, termasuk aset kripto serta derivatif keuangan, kepada OJK. Peralihan tugas ini diresmikan dengan penandatanganan berita acara serah terima dan nota kesepahaman di Kantor Kementerian Perdagangan pada 10 Januari 2025.
Menteri Perdagangan Budi Santoso mengatakan, pengalihan fungsi pengawasan ini dilakukan untuk memberikan kepastian hukum bagi sektor keuangan digital dan derivatif keuangan. Kementerian Perdagangan, ujar Budi, mendukung agar transisi pengalihan dapat berlangsung secara transparan dan memberikan keamanan bagi pelaku pasar maupun pelaku ekonomi.
“Kami yakin langkah ini akan membawa manfaat jangka panjang bagi sektor keuangan dan pasar fisik aset kripto di Indonesia,” tutur Budi dalam keterangan resmi, Jumat, 10 Januari 2025.
Adapun OJK mencatat transaksi aset kripto sepanjang 2024 melonjak tajam. Hingga November 2024, nilai transaksi kripto mencapai Rp 556,53 triliun, atau telah meningkat sebesar 376 persen year-on-year. OJK menyebut pertumbuhan transaksi aset kripto didorong oleh peningkatan utilitas kripto, seperti Bitcoin, yang semakin memperkuat daya tarik dari pasar kripto. Menurut data OJK per November 2024, jumlah investor aset kripto mencapai angka 22,11 juta. Angka tersebut naik dibandingkan bulan Oktober 2024, yakni sebanyak 21,63 juta investor.
Sementara itu, transaksi aset kripto pada November 2024 juga mengalami peningkatan hingga 68 persen dari bulan sebelumnya. Transaksi kripto mencapai Rp 81,41 triliun, dibandingkan transaksi pada Oktober 2024, yakni sebesar Rp 48,44 triliun.