
JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Masyarakat perlu bersabar ya. Pasalnya, pemerintah melalui Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) bakal mengurangi luas rumah subsidi untuk masyarakat.
Kebijakan ini, menurut Menteri PKP Maruarar Sirait, bukan berarti menurunkan kualitas hunian yang diberikan kepada masyarakat berpenghasilan rendah. Justru, kata dia, kualitas sebuah rumah tidak selalu ditentukan oleh ukurannya, melainkan lebih pada integritas pengembang dan standar bangunan yang diterapkan.
“Ukurannya mungkin lebih kecil, tapi tetap harus layak dihuni. Yang terpenting justru siapa pengembangnya dan bagaimana kualitas bangunannya,” ujar Maruarar saat ditemui di Wisma Mandiri, Jakarta Pusat, Jumat (6/6/2025).
Maruarar menegaskan bahwa rumah subsidi yang luas pun belum tentu menjamin kenyamanan jika dibangun di lokasi yang salah atau dikerjakan dengan asal-asalan. Ia mencontohkan temuan di lapangan, di mana rumah seluas 60 meter persegi justru dibangun di daerah rawan banjir dan longsor.
“Kalau dibilang kecil itu bikin kumuh, yang besar juga belum tentu enggak kumuh. Semua kembali ke tanggung jawab pengembang,” tandasnya.
Rencana penyesuaian ini mulai ramai diperbincangkan setelah beredarnya rancangan Keputusan Menteri PKP Tahun 2025. Dalam dokumen tersebut, diusulkan standar baru untuk rumah subsidi dengan luas lahan minimal 25 meter persegi dan bangunan minimal 18 meter persegi. Padahal, sesuai aturan sebelumnya yakni Kepmen PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023, standar tersebut masih ditetapkan di angka 60 meter persegi untuk lahan dan 21 meter persegi untuk bangunan.
Menurut Maruarar, revisi standar ini merupakan respons atas tantangan nyata di lapangan, terutama keterbatasan lahan di kawasan perkotaan serta melonjaknya harga tanah. Pemerintah, kata dia, harus adaptif agar program rumah subsidi tetap berlanjut dan menjangkau kalangan masyarakat yang paling membutuhkan.
“Kalau tanah makin mahal dan makin sempit, lalu kita enggak berbuat apa-apa, ya kita akan kalah. Maka opsinya, kita kurangi ukuran tapi tetap jaga desain dan kualitasnya,” ucap politisi yang akrab disapa Ara itu.
Ia juga menyoroti pentingnya inovasi dalam desain hunian subsidi. Menurutnya, rumah bersubsidi selama ini terkesan seragam dan monoton. Untuk itu, Ara mendorong agar pengembang mulai melirik konsep rumah bertingkat yang lebih efisien namun tetap menarik secara estetika dan layak huni.
“Desain rumah subsidi dari dulu itu-itu saja. Harusnya bisa lebih kreatif dan tetap nyaman dihuni,” ujarnya.
Senada dengan Maruarar, Wakil Menteri PKP Fahri Hamzah mengingatkan bahwa standar pembangunan rumah subsidi tetap harus merujuk pada prinsip Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Salah satu indikatornya adalah ruang hidup minimal 7,2 meter persegi per orang.
“Tipe 40 saja itu sudah sangat minimal. Maka penyesuaian ini akan kami kaji lagi agar tetap memenuhi standar global,” ujar Fahri saat ditemui di Kementerian Keuangan, Senin (2/6/2025).
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.