Jejak Seteru Ojek Online Versus Ojek Pangkalan

2 days ago 11

TEMPO.CO, Jakarta - Para pengemudi ojek online (ojol), taksi online (taksol), hingga kurir menggelar demo dan aksi off bid atau mematikan aplikasi massal hari ini, Senin, 17 Februari 2025. Aksi ini dilakukan guna memprotes kembali perusahaan penyedia aplikasi layanan transportasi daring terkait hubungan kerja kemitraan.

Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) menganggap sistem kemitraan dengan perusahaan gagal memberi kepastian hukum bagi pengemudi selaku pekerja. Fleksibilitas itu disebut sebagai dalih platform menghindari kewajiban membayar tunjangan hari raya (THR) dan hak-hak pekerja kepada mitra.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Fleksibilitas dalam hubungan kemitraan menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat. Sebabnya, setiap platform berlomba untuk menerapkan tarif murah, sehingga yang menjadi korban adalah pengemudi yang hanya mengantongi sebagian dari tarif tersebut,” kata Ketua SPAI Lily Pujiati melalui keterangan tertulis, Senin.

Berbagai insentif yang diberikan platform untuk pengemudi juga Lily rasa belum berhasil menyejahterakan para ojol. Karena, kata dia, itu semua ternyata memaksa pengemudi untuk terus-menerus bekerja tanpa istirahat melebihi ketentuan jam kerja 8 jam. Ia mengklaim masih ada pengemudi ojol yang terpaksa bekerja 17 jam bahkan lebih.

“Alasannya, pendapatan mereka dihitung per pesanan di aplikasi sehingga harus bekerja ekstra agar bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari,” katanya.

Kemunculan ojol paling awal di Indonesia tercatat pada 2015 atau 10 tahun silam. Layanan ride hailing daring alias angkutan panggilan berbasis online ini di Tanah Air digawangi oleh Gojek. Perusahaan yang didirikan Nadiem Makarim dkk pada 2009 itu mulai coba-coba pada 2010.

Konsepnya seperti taksi tapi ojek motor, kala itu mereka menyediakan 20 ojek dengan 1 call center. Yang butuh ojek, tak harus menuju pangkalan, cukup hubungi pusat panggilan. Pada 2015, seiring pesatnya digitalisasi merambah semua bidang, Gojek pun beralih ke aplikasi. Beberapa tahun kemudian ojol akhirnya kian dikenal.

Seiring waktu, banyak penyedia ojol maupun taksol yang kemudian bermunculan. Menjadi pesaing sekaligus alternatif selain Gojek. Grab, misalnya, yang sebelumnya sudah beroperasi di Malaysia dan Singapura, juga memberikan layanan ojol di Indonesia. Pada 2018, Maxim membuntuti.

Dikutip dari publikasi bertajuk Konflik Transportasi Ojek Pangkalan dan Ojek Online di Bandung di Journal of Communication Studies, kehadiran ojol mengubah pola konsumsi penggunaan transportasi di masyarakat, yang sebelumnya menggunakan ojek pangkalan,. Disingkat opang. Hal ini menyebabkan timbulnya konflik antara ojol dan ojek konvensional hingga angkutan umum.

Penolakan ojol oleh transportasi kovensional terjadi di mana-mana. Gesekan akan budaya baru ini tidak hanya terjadi di kota besar namun meluas hampir ke seluruh wilayah di Indonesia yang ada ojolnya. Konflik didasari antara lain karena adanya anggapan kehadiran ojol sebagai penyebab kurangnya pelanggan transportasi konvensional, yang berimbas pada pendapatan mereka.

Puncak dari konflik ini adalah penyerangan. Kasus pengojek pangkalan menyerang pengemudi ojol bahkan sudah menjadi sesuatu yang klise hari-hari ini. Beberapa contoh kasusnya antara lain pada November 2017 silam di jalan Abdul Khatib, Cipare, Kota Serang. Sejumlah pengojek pangkalan melakukan sweeping terhadap pengemudi ojol.

Berdasarkan keterangan salah satu pengemudi ojol kepada media lokal, Hendri, dirinya tiba-tiba didatangi ojek pangkalan di depan minimarket di jalan Abdul Khatib. Sejumlah pengemudi opang tersebut memintanya menghentikan kegiatan ojeknya. Mereka juga mengintimidasi dengan melepaskan jaket ojol dan membanting helm milik Hendri.

“Di tengah jalan opang (ojek pangkalan) itu menutup jalan, saya minggir ternyata ngerubungin saya, disuruh buka jaket secara paksa, padahal saya lagi bawa penumpang,” paparnya, Senin, 13 November 2017.

Pada Februari 2018, kejadiannya bahkan lebih sadis. Ratusan pengojek pangkalan menyerang tempat berkumpul para pengemudi ojol di Jalan Pangeran Hidayatullah, Kelurahan Sawahgede, Kecamatan Cianjur, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Akibatnya, tujuh pengemudi ojol mengalami luka memar di bagian wajah.

Peristiwa penyerangan itu berlangsung pada Rabu, 7 Februari 2018 pukul 15.00 ketika para pengemudi ojol tengah beristirahat di salah satu rumah tempat berkumpul di RT 02 RW 16 Kelurahan Sawahgede. Tiba-tiba dari arah Jalan KH Abdullah Bin Nuh (BLK), datang ratusan pengemudi opang menuju Jalan Pangeran Hidayatullah.

Saat melewati tempat pengemudi ojol berkumpul, para pengemudi opang itu berhenti dan langsung melakukan penyerangan. Para pengemudi ojol itu pun mengalami luka memar pada bagian wajah dan tubuh lantaran dipukul sejumlah pengojek pangkalan. Tidak hanya itu, beberapa barang milik korban juga hilang, seperti telepon pintar dan helm.

“Ada tujuh orang di dalam rumah, termasuk saya. Biasanya, kalau tidak ada orderan, memamng istirahat di situ. Tapi tadi tiba-tiba ada yang datang langsung nyerang,” kata Syahrir, 22 tahun, pengemudi ojek online asal Cianjur.

Bentrok ojol versus opang bahkan menyebabkan penumpang menjadi korban pada penghujung 2024. Kejadiannya di Cileunyi, Bandung Timur, Jawa Barat. Peristiwa bentrok antara ojol dan ijek pangkalan itu pun viral dibagikan akun Instagram @bandungterkini. Korban adalah seorang wanita di mana mengalami luka di wajah hingga berdarah-darah.

Penumpang na didudut ti tukang nepi kalabuh (penumpang ditarik dari belakang sampai terjatuh),” ungkap driver ojol tersebut dalam video yang beredar di media sosial, dikutip media pada Senin, 23 Desember 2024.

Deden Abdul Aziz, Rizki Dewi Ayu, dan Sultan Abdurrahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |