TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan akan melindungi Bambang Hero Saharjo, Guru Besar IPB University sekaligus ahli yang menghitung kerusakan lingkungan sebesar Rp 271 triliun dalam kasus korupsi timah. Bambang dilaporkan ke polisi oleh organisasi masyarakat yang menamakan dirinya Persaudaraan Pemuda Tempatan (Perpat) Bangka Belitung.
"Tentu (akan melindungi), karena yang meminta itu kan negara," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar kepada awak media di Hotel Sultan, Jakarta Pusat pada Selasa, 14 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Harli menuturkan, auditor negara melakukan perhitungan terhadap kerugian keuangan negara itu. Adapun ahli lingkungan membantu perhitungan tersebut lewat kajian dan pengetahuan sesuai dengan keahliannya.
"Kami minta bantuan dari BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan), dan hitungannya Rp 300 triliun lebih," ujar Harli.
Oleh pengadilan, lanjut dia, perhitungan tersebut diadopsi dan disetujui dalam putusannya. Angka tersebut menjadi kerugian keuangan negara akibat kasus korupsi timah. Secara rinci, Rp 300 triliun itu mencakup beberapa item.
"Ada kerugian keuangan negara Rp 29 triliun plus kerugian perusahaan lingkungan totalnya Rp 271 triliun," tutur Harli. "Nah sehingga, secara logika hukum, kerugian perusahaan lingkungan itu sudah menjadi kerugian keuangan negara."
Sebelumnya, Bambang Hero Saharjo dipolisikan oleh Dewan Pimpinan Daerah Persaudaraan Pemuda Tempatan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (DPD Perpat Babel). Organisasi masyarakat atau ormas tersebut menyampaikan laporan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Babel pada Rabu, 8 Januari 2024.
Ketua Perpat Bangka Belitung Andi Kusuma mengatakan mereka melaporkan Bambang karena dia bukan ahli keuangan negara. Oleh karena itu, menurut dia, Bambang tidak melaksanakan tugas sebagai saksi ahli sesuai ketentuan.
"Yang bisa menghitung kerugian negara adalah ahli keuangan, bukan Bambang Hero yang cuma ahli lingkungan," ujar Andi Kusuma.
Andi juga mempertanyakan metode perhitungan yang digunakan Bambang. Menurut dia, Bambang mengambil sampel hanya dari foto satelit melalui aplikasi gratisan. Perpat mempertanyakan akurasi data tersebut.
"Kami minta buktikan apa dasar audit investigasi, status legal dan aliran dana keuangannya. Berapa banyak pohon dan lahan yang dirusak, di mana lokasi dan siapa pelakunya. Harus jelas disampaikan," ujar dia.
Bambang sendiri membantah dirinya tak berkompeten menghitung kerusakan lingkungan dalam kasus korupsi timah. Dia menyatakan perhitungan kerugian lingkungan itu menggunakan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) Nomor 7 Tahun 2014. Permen itu, ujarnya, menyebut yang berhak menghitung berapa jumlah kerugian adalah ahli kerusakan lingkungan dan/atau ahli valuasi ekonomi. Poin tersebut tertuang di dalam Pasal 4 ayat (1).
"Jadi, dengan begitu, clear kan?" kata Bambang.
Ia melanjutkan, persyaratan lain yang harus dipenuhi untuk menghitung kerugian itu terkait area yang rusak. Dia menyebut, area yang diduga rusak itu harus dinyatakan secara saintifik memang rusak.
Dalam hal itu, Bambang Hero mengambil sampel di kawasan yang diduga rusak. Hasil uji pun mengonfirmasi bahwa areal yang diduga rusak itu memang rusak. "Sehingga berdasarkan itu, kami mulai melakukan perhitungan kerugian itu ya sesuai dengan yang ada di dalam Permen LH 7/2014," katanya.
Bambang Hero menuturkan, dirinya merupakan salah satu yang ikut menyusun Permen LH Nomor 7 2014 itu. Dengan demikian, ia mengklaim paham betul isi dari regulasi tersebut dan tata cara perhitungan kerusakan lingkungan.