Kejaksaan Agung Masih Telaah Laporan Dugaan Mafia Bawang Putih

2 days ago 14

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengonfirmasi telah menerima laporan dugaan mafia impor bawang putih. “Ada surat laporan perihal impor bawang putih,” ujar Harli saat dihubungi, Jumat, 28 Maret 2025.

Harli mengatakan, saat ini, laporan itu masih melalui proses pembuatan pendapat atau telaahan. Tapi ia belum dapat memastikan apakah itu laporan serupa yang diajukan Aliansi Pedagang Bawang dan Rakyat Indonesia Bersuara (APB-RIB).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya, aliansi pedagang sempat mengadukan dugaan mafia bawang putih ke Kejaksaan Agung pada Rabu, 12 Maret 2025. Aduan tersebut disampaikan Ketua Umum ARB, Beliyansah. Aduan itu disertai aksi demonstrasi di kantor Kejagung, pada hari yang sama. Sepekan kemudian, Rabu, 19 Maret 2025, aliansi menggelar aksi di tempat yang sama untuk mendesak tindak lanjut laporan. Mereka menduga ada permainan izin impor di Kementerian Perdagangan yang mengakibatkan harga bawang putih melonjak di pasaran.

Beliyansyah mengatakan, dalam sebulan terakhir, kelompoknya ajek mengadakan aksi tiap Rabu. Dimulai dari Kementerian Kemendag, KPK, dan dua aksi terakhir di Kejagung. “Kami menuntut Kejagung membongkar mafia impor yang permainannya terpusat di Menteri Perdagangan,” ujar Beliyansah kepada Tempo, Jumat, 21 Maret 2025.

Beliyansah mengatakan, setiap tahun pemerintah mengalokasikan kuota impor bawang putih. Tahun ini, alokasi itu sebanyak 550 ribu ton. Tapi kuota itu ditujukan kepada 87 perusahaan cangkang yang diduga sudah ditetapkan sejak awal.

Sedangkan para pelaku usaha impor bawang putih yang sebenarnya harus membayar biaya tambahan Rp 7-8 ribu per kilogram kepada perusahaan-perusahaan itu untuk memperoleh barang. Dengan kata lain, perusahaan-perusahaan ini hanya 'berdagang kertas', yakni rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian (Kementan) dan surat persetujuan impor (SPI) dari Kemendag.

Beliyansah mengaku tak menolak impor bawang putih. Alasannya, produksi dalam negeri hanya mampu memenuhi 6-10 persen kebutuhan nasional. Karena alasan itu, pemerintah membuka keran impor. Tapi ia menyayangkan importasi itu justru dijual-belikan.

Tempo edisi 18 Maret 2025 mengungkap dugaan permainan kuota impor bawang putih ini. Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika mengendus dugaan maladministrasi dalam pembagian RIPH kepada 87 perusahaan baru. RIPH dan SPI, ujar dia, merupakan insentif kepada pelaku usaha yang mau bekerja dengan benar. Bagi Yeka, aneh jika pelaku usaha yang telah lama berkecimpung di dunia impor bawang putih tiba-tiba tak memperoleh kuota.

Yeka tak percaya jika seluruh pelaku usaha yang telah lama malang-melintang di bisnis bawang putih tidak taat aturan. Menurut dia, banyak pelaku usaha baik-baik yang layak mendapatkan RIPH. “Saya khawatir perusahaan baru jadi cangkang. Tapi pemain yang sebenarnya orang lama. Ada aktivitas rente di sini,” ujar Yeka saat diwawancara Tempo melalui sambungan telekonferensi, Selasa, 25 Februari 2025.

Yeka menduga, sejumlah perusahaan-perusahaan baru bisa mengantongi ekomendasi impor lantaran memiliki privilese. Ia lantas mempertanyakan alasan pemerintah memberikan privilese itu kepada para pelaku usaha baru ini. “Itu pertanyaan yang dugaan maladministrasinya kental banget,” ujar lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB) ini.

Ketika dikonfirmasi, Plt. Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Muhammad Taufiq Ratule mengatakan akan meneruskan pertanyaan Tempo kepada koordinator humas. Alif Al Syahban, Humas Direktorat Jenderal Hortikultura, meminta Tempo mengirimkan surat resmi ke kementeriannya untuk memperoleh jawaban.

Tapi hingga tenggat yang ditentukan, Tempo belum menerima jawaban dari kementan. Belakangan, Alif mengatakan, rata-rata pimpinannya sedang bertugas sebagai penanggung jawab swasembada pangan di setiap provinsi. "Mohon maaf belum ada tanggapan," ujarnya, Selasa, 4 Maret 2025.

Lain waktu, Tempo sempat mencegat Taufiq usai mengikuti rapat kerja Kementerian Pertanian bersama Komisi IV DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Selasa, 11 Maret 2025. Taufiq mengeklaim tak tahu soal status perusahaan baru penerima RIPH. Ia mengatakan hanya bertugas memverifikasi rekomendasi impor sesuai pengajuan. “Kami enggak kenal,” ujarnya.

Menurut taufiq, tertolaknya pengajuan RIPH sejumlah importir lama semata-mata karena tak memenuhi persyaratan. Ia mengeklaim, kementeriannya akan menolak permohonan rekomendasi impor jika persyaratan tak lengkap. “Kami enggak melihat baru atau lama,” ujarnya.

Menteri Perdagangan Budi Santoso juga mengeklaim tak hafal siapa saja perusahaan baru yang menerima SPI. Tapi ia memastikan persetujuan impor telah keluar.

Dugaan privilese dalam alokasi kuota impor tak hanya mencuat dari pembagian RIPH kepada 87 pelaku usaha baru. Pemerintah juga merelaksasi persyaratan pengajuan permohonan SPI di Kementerian Perdagangan. Dari nota dinas bertarikh 6 Februari 2025 yang dilihat Tempo, kementerian ini menonaktifkan isian tiga data khusus dalam pengajuan permohonan SPI, yakni kapasitas produksi, data gudang, dan data kendaraan.

Para importir baik angka pengenal importir umum (API-U), angka pengenal importir produsen (API-P), dan BUMN API-U tak perlu lagi mengajukan tiga data itu untuk memperoleh SPI. Pengecualian bagi importir API-P yang tetap harus mengajukan data kapasitas produksi.

Budi Santoso tak menanggapi permintaan konfirmasi ketika ditemui Tempo usai meninjau acara Ramadan Nostalgic di Ratu Plaza, Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025. Ia mengatakan hanya mau menanggapi pertanyaan seputar acara itu. “Nanti, soal UMKM saja,” ujarnya.

Jawaban tertulis datang dari Direktur Impor Kementerian Perdagangan Iman Kustiawan. Ia mengonfirmasi adanya relaksasi bagi pengajuan permohonan SPI bawang putih. Ia beralasan, importasi bawang putih sudah ditetapkan dalam neraca komoditas. “Dengan demikian, penerbitan persetujuan impor berdasarkan NK,” ujar Iman kepada Tempo, Jumat, 14 Maret 2025.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |