Jakarta, CNN Indonesia --
Dugaan kekerasan di lingkungan Pendidikan Program Dokter Spesialis (PPDS) terjadi di Universitas Sriwijaya (Unsri), Palembang, Sumatera Selatan.
Seorang mahasiswa PPDS anestesi Unsri menjadi korban kekerasan, di mana testisnya mengalami pendarahan usai diduga ditendang konsulen. Korban juga disebut berakhir dirawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Kasus itu pun disebut sudah dilaporkan ke Kemenkes.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Aji Muhawarman membenarkan laporan tersebut. Pihaknya disebut sudah menerima laporan terkait dan masih mendalami kemungkinan korban dan pelaku.
"Kami sudah menerima bahwa betul laporannya di sana. Untuk selanjutnya kami masih mendalami kasus ini, kita pastikan dulu pelaku dan korbannya," katanya di Jakarta Selatan seperti dikutip dari detik.com, Senin (21/4).
"Benar laporannya di RSUP Muhammad Hoesin Palembang," lanjutnya.
Dia mengatakan apabila dugaan kekerasan itu terbukti, ada kemungkinan penangguhan surat tanda registrasi (STR) dokter juga diberlakukan seperti yang sudah diterapkan pada kasus-kasus serupa sebelumnya.
"Kronologi masih kita cari tahu, tapi baru dapat informasi demikian (menendang testis sampai berdarah), nanti untuk sanksi kita tunggu kepolisian," lanjut dia.
"Sanksi bisa juga berupa penonaktifan sementara STR," sambung Aji.
CNNIndonesia.com belum mendapatkan pernyataan resmi dari Unsri, FK Unsri, maupun RSUP M Hoesin Palembang terkait kasus tersebut.
Sebelumnya Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan telah menerima 2.621 laporan dugaan kekerasan yang menyangkut PPDS sejak tahun lalu hingga akhir Maret 2025.
"Kami di Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan sejak tahun lalu sudah membuka akses layanan pelaporan perundungan, dan sampai 30 Maret kemarin, kami sudah mendapatkan laporan sebanyak 2.621," ujar Irjen Kemenkes Murti Utami dalam konferensi pers di kantor Kemenkes, Jakarta, Senin
Ia menjelaskan dari ribuan laporan itu yang masuk kategori perundungan sebanyak 620 laporan.
"Secara spesifik pemerkosaan tidak ada, tapi memang ada pelaporan pelecehan seksual dari peserta PPDS. Itu ada 3 laporan yang sudah masuk dan sudah kita tindak lanjuti," ungkap Murti.
Sementara itu, dari 620 laporan perundungan yang masuk, tempat kejadian perkara atau locus berada di Rumah Sakit Vertikal Kemenkes sebanyak 363 laporan. Sedangkan di luar Rumah Sakit Vertikal ada 257 laporan.
"257 ini biasanya saya berkolaborasi dengan ibu Irjen Kemendikti Saintek untuk locus-locus-nya di mana," kata Murti.
Dari laporan-laporan yang sudah ditindaklanjuti, terdapat rekomendasi untuk menghentikan program studi di tiga tempat, yakni di RS Kariyadi Semarang, RS Kandaou Manado dan RSHS Bandung.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengakui masih banyak masalah di rumah sakit pendidikan yang harus diperbaiki, terutama untuk PPDS.
Budi menyatakan pendidikan dokter spesialis di sejumlah rumah sakit tidak dilakukan langsung oleh konsulennya. Hal itu berdampak pada kualitas para koas dan residen itu sendiri.
"Saya mulai mengamati ternyata yang melakukan pekerjaan anestesi di rumah sakit di ruang bedah adalah PPDS-nya, dan ini bukan hanya buruk untuk pendidikan, ini sangat buruk untuk patient safety (keamanan pasien)," ujar Budi.
Budi mengatakan kejadian itu terjadi hampir di seluruh rumah sakit pendidikan. Untuk itu, ia meminta pengawasan diperketat agar tidak ada lagi praktik kekerasan di lingkungan akademis kedokteran maupun rumah sakit.
Baca berita lengkapnya di sini.
(tim/kid)