Ketua MKMK Soal UU TNI: Pembahasannya Cacat Legislasi

4 days ago 14

8000 Hoki Online Demo website Slot Maxwin Japan Terkini Pasti Lancar Jackpot Setiap Hari

hokikilat Daftar server Slots Gacor Thailand Terpercaya Pasti Lancar Win Full Terus

1000 hoki Akun web Slot Gacor Vietnam Terbaik Gampang Lancar Win Non Stop

5000hoki.com List Daftar situs Slot Maxwin China Terbaik Sering Jackpot Full Non Stop

7000 Hoki Online Data Situs web Slot Gacor Thailand Terbaik Mudah Win Setiap Hari

9000 Hoki Online Situs website Slot Gacor Singapore Terbaik Mudah Lancar Jackpot Full Online

Data Situs situs Slots Maxwin Cambodia Terbaik Mudah Menang Full Non Stop

Idagent138 login Slot Maxwin Terpercaya

Luckygaming138 Daftar Akun Slot Maxwin

Adugaming login Slot

kiss69 login Akun Slot Gacor

Agent188 Daftar Slot Terbaik

Moto128 Akun Slot Game

Betplay138 Akun Slot Maxwin

Letsbet77 login Akun Slot Gacor Online

Portbet88 Daftar Akun Slot Gacor Terpercaya

Jfgaming Daftar Akun Slot Anti Rungkat Terbaik

MasterGaming138 login Slot Maxwin Online

Adagaming168 login Id Slot Anti Rungkat Online

Kingbet189 Akun Slot Maxwin Terbaik

Summer138 login Slot Terbaik

Evorabid77 login Slot Anti Rungkat Terpercaya

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna, menyebut belum pernah ada pembahasan undang-undang yang setertutup pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI).

“Belum pernah ada pembahasan undang-undang yang setertutup ini, itu yang menjadi persoalan. Oleh karena itu, maka saudara-saudara, saya sebenarnya kasihan dengan TNI-nya karena dia yang kemudian menjadi objek dari protes dari berbagai kalangan khususnya dari civil society, padahal ini kan proses politik, itu ada di DPR,” kata I Dewa Gede Palguna dalam diskusi Teras FISIP Universitas Udayana (Unud) dengan tajuk Menguak Pengesahan RUU TNI: Apa yang Perlu Diketahui Masyarakat? pada Selasa, 25 Maret 2025 di pelataran Ruang Terbuka Hijau Kampus Unud, Sudirman. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahkan, Palguna mengungkapkan, dirinya sekalipun sulit untuk mengkases naskah akademik RUU TNI. “Bahkan sampai teman saya yang di DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) sendiri saya minta dia nggak punya. Coba bayangkan, apa sesungguhnya yang terjadi,” kata dia.

Dalam diskusi terbuka tersebut, Palguna menerangkan bahwa proses pembahasan RUU TNI cacat legislasi, sebab bertentangan dengan prosedur pembentukan undang-undang yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011.  

“Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyebutkan bahwa selain keharusan ada naskah akademik, proses itu harus dimuat dalam Prolegnas (program legislasi nasional), ini tidak ada, tidak muncul dalam prolegnas dan tiba-tiba Presiden Prabowo pada tanggal 18 Februari lalu mengirim surpres, surat presiden ke DPR untuk membahas ini. Apa isinya juga publik tidak tau, tidak masuk prolegnas, jadi secara proses ini kemudian menimbulkan pertanyaan,” ujar dia.

Selain itu, sebagaimana yang termaktub dalam UU No.12 Tahun 2011, Palguna menjelaskan, dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan, terdapat pula prinsip partisipasi bermakna atau meaningful participation yang wajib dipatuhi. Namun, dalam kasus ini justru dilangkahi DPR.

“Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91 Tahun 2020 ditegaskan apa itu yang disebut meaningful participation, ada tiga unsur di dalamnya, pertama masyarakat berhak untuk didengar, di dengar pendapatnya. Kedua, isinya adalah pendapat masyarakat berhak untuk dipertimbangkan, yang ketiga masyarakat berhak untuk mendapatkan jawaban atas pendapat yang telah disampaikan itu, ini semuanya tidak ada,” ujar dia. 

Dalam kasus ini, Guru Besar Fakultas Hukum Unud itu kemudian menilai bahwa proses politik yang tidak mempertimbangkan prinsip-prinsip tersebut, berpotensi mengadu domba TNI dan masyarakat sipil.

“Siapa yang di adu dalam tanda petik ya, siapa yang diadu oleh undang-undang ini? Ya, rakyat dengan TNI kan itu yang diadu, padahal yang tidak beres kan proses politiknya, seperti yang saya sampaikan tadi, ini cara-cara yang begini ini sangat saya sesalkan, karena harusnya tidak boleh terjadi dalam proses demokrasi kita yang sudah melampaui masa reformasi lebih dari seperempat abad ini,” kata Palguna.

Lebih lanjut, Palguna juga menanggapi pernyataan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigadir Jenderal Kristomei Sianturi yang menyebut revisi UU TNI tidak memperluas kewenangan, tetapi menegaskan pembatasan, Palguna menilai, sulit untuk mempercayai pernyataan itu di tengah nihilnya transparansi pemerintah. 

“Bagaimana kita bisa mempercayai itu kalau sampai sekarang naskahnya nggak kita dapatkan, bagaimana kita bisa diyakinkan dengan pernyataan itu kalau sampai detik saya bicara sekarang ini naskahnya tidak didapatkan dan pembahasan dilakukan secara tertutup dengan melanggar tranparasansi, tidak ada partisipasi publik yang bermakna, tidak ada naskah akademik yang bisa diakses oleh publik tidak juga masuk dalam prolegnas, bagaimana kita bisa diyakinkan bahwa pernyataan itu benar, kan itu persoalannya,” kata dia.

Di sisi lain, dalam kesempatan yang sama, turut hadir Kolonel Inf Ronald Sumendap dari Kodam Udayana. Ketika ditanya ihwal dwifungsi TNI, Ronald menyatakan hal serupa dengan Kapuspen.

“Intinya itu kan hanya memperkuat tugas kita yang sebetulnya sebelumnya sudah kita laksanakan, contoh tadi disampaikan masalah BNPB, jadi tidak ada untuk dalam rangka mengambil tugas-tugas dari sipil atau kementerian lainnya, tidak ada itu. Dalam rangka membatasi juga sebetulnya. Bahwa tugas kita itu sudah jelas,” kata dia pada Selasa, 25 Maret 2025. 

Dia juga menegaskan bahwa TNI telah memiliki sistem pembinaan karier yang jelas untuk memastikan peran TNI tidak keluar dari koridor yang telah ditentukan.

“Kita ada sistem pola binkarnya, pola pambinaan kariernya itu jelas, kan sudah dijelaskan kalau ada yang diluar dari 14 KL yang ada itu otomatis harus pensiun” kata dia.

Sebelumnya, DPR resmi mengesahkan RUU atas perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI. Palu pengesahan itu diketuk Ketua DPR RI Puan Maharani seiring persetujuan seluruh fraksi dalam Sidang Paripurna ke-15 pada Kamis, 20 Maret 2025.

Pengesahan revisi UU TNI dilakukan di tengah gelombang penolakan dari berbagai kalangan, dari masyarakat sipil hingga mahasiswa. Kelompok masyarakat sipil menganggap proses pembahasan RUU TNI terburu-buru dan minim keterlibatan partisipasi publik. Mereka juga khawatir tentara dapat menduduki jabatan sipil, sehingga meminta TNI tetap di barak.

Sementara itu, berdasarkan keterangan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Sufmi Dasco Ahmad, terdapat tiga pasal yang diubah dalam Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia. Ketiga pasal itu adalah Pasal 3, 47, dan 53.

Sejak awal, ketiga pasal tersebut yang diusulkan oleh DPR dan eksekutif masuk dalam revisi UU TNI. "Secara prinsip, revisi ini penguatan dan menjalankan ketentuan di undang-undang instansi lain," kata Dasco di komplek Parlemen Senayan, Senin, 17 Maret 2025.

Dalam revisi kali ini, DPR menambahkan ayat (2) di Pasal 3 UU TNI. Bunyi Pasal 3 ayat (2) tersebut adalah "Kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi yang berkaitan dengan aspek perencanaan strategis TNI berada di dalam koordinasi Kementerian Pertahanan".

Selanjutnya Pasal 47, DPR menambahkan sejumlah pos jabatan di kementerian atau lembaga yang dapat diduduki oleh prajurit TNI. Sebelumnya Pasal 47 hanya mengatur 10 kementerian atau lembaga yang bisa diduduki oleh prajurit TNI.

Dalam revisi Pasal 47 ayat (1) jabatan sipil untuk tentara aktif bertambah. Dalam pasal itu disebutkan bahwa prajurit aktif dapat menduduki jabatan di kantor yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara termasuk dewan pertahanan nasional, kesekretariatan negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan kesekretariatan militer presiden.

Lalu di bidang intelijen negara, siber dan/atau sandi negara, lembaga ketahanan nasional, search and rescue (SAR) nasional, narkotika nasional, pengelola perbatasan, kelautan dan perikanan, penanggulangan bencana, penanggulangan terorisme, keamanan laut, Kejaksaan, serta Mahkamah Agung.

Sedangkan dalam Pasal 53 tentang usia pensiun tentara, DPR mengubah ketentuan sejumlah ayat di dalamnya. Ayat (1) mengatur prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai dengan batas usia pensiun. Lalu ayat (2) mengatur batas usia pensiun prajurit, yaitu maksimal untuk golongan tantama dan bintara adalah 55 tahun; perwira sampai pangkat kolonel maksimal 58 tahun; perwira tinggi bintang 1 maksimal 60 tahun; perwira tinggi bintang 2 maksimal 61 tahun; dan perwira tinggi bintang 3 maksimal 62 tahun.

Dasco juga mengklaim bahwa pembahasan revisi UU TNI ini telah sesuai dengan prosedur dan mengakomodasi kepentingan publik. "Bahwa kemudian ada berkembang tentang dwifungsi TNI, saya rasa kalau sudah lihat pasalnya akan lebih paham. DPR juga menjaga supremasi sipil," kata dia.

Andi Adam Faturahman dan Hammam Izzuddin berkontribusi dalam tulisan ini.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |