TEMPO.CO, Jakarta - Tepat pada 26 Desember 2004 silam, wilayah Aceh dilanda bencana alam tsunami. Setelah 2 dekade berlalu, peristiwa tsunami Aceh ini telah merenggut banyak korban tersebut masih terus meninggalkan duka mendalam bagi banyak orang. Bagi keluarga yang ditinggalkan, kenangan dengan para korban masih terus ada, tidak peduli telah berapa lama peristiwa besar tersebut berlalu.
Kejadian tsunami Aceh awalnya disebabkan oleh adanya gempa bumi di bawah laut. Titik gempa terletak di sebelah barat perairan Aceh. Gempa tersebut menggetarkan dasar laut di Sumatera bagian barat daya, yakni sekitar 20 bahkan sampai 25 kilometer dari pantai.
Gempa tersebut menjadi salah satu gempa terhebat yang berhasil tercatat selama abad ini. Sejumlah literatur melaporkan bila besaran gempa yang memicu tsunami tersebut berada antara magnitudo 9.1 sampai 9.3. Menurut United States Geological Survey (USGS) adalah 9.1.
Penyebab dari gempa di perairan Aceh tersebut karena muncul patahan antara lempeng benua Eurasia dan lempeng benua Indo-Australia. Patahan dimulai dari perairan barat Aceh hingga menjangkau Laut Andaman. Berdasarkan informasi dari The National Science Foundation, patahan yang terjadi termasuk yang paling parah dan terpanjang dalam sejarah. Selain itu, pusat gempa tergolong dangkal, yaitu di angka 10 kilometer sehingga dampak yang ditimbulkan sangat besar.
Gelombang tsunami dilaporkan menjalar dari pusat gempa hingga mampu meraih pantai Aceh hanya dalam kurun waktu 6 menit. Hal tersebut menyebabkan sepanjang garis pantai hancur hingga Banda Aceh. Tinggi ombak yang tercatat mencapai 20 sampai 30 meter, Dengan kecepatan 800 kilometer per jam, gelombang tsunami langsung menerjang seluruh benda yang menghalangi laju air laut menuju daratan.
Beragam literatur menyebut bila patahan gempa yang terjadi terdiri dari 6 segmen, bahkan ada pula yang menyebut bila patahan terjadi hingga 11 segmen. Dugaan yang muncul bahwa patahan terjadi di sepanjang 1.155 kilometer pertemuan lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia hingga meruntuhkan 1.200 kilometer dasar laut dalam kurun waktu hanya 8 menit.
Atas terjadinya bencana besar tersebut, ada lebih dari 160 ribu orang dinyatakan meninggal. Beberapa di antaranya adalah guru sebanyak 1148 orang. 289 ribu anak usia sekolah harus kehilangan kesempatan mengenyam bangku pendidikan karena fasilitas sekolah rusak akibat diterjang arus laut. Berdasarkan data dari Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias (BRR Aceh-Nias), terdapat 93.285 orang yang dinyatakan hilang, 500 ribu orang kehilangan tempat tinggal, dan sekitar 750 orang harus kehilangan lapangan pekerjaan.
Di provinsi paling barat Indonesia tersebut, ada sebanyak 654 desa yang rusak akibat tsunami. Keluarga yang kehilangan tempat tinggal tercatat ada sekitar 63.977 KK.
Kerugian yang ditimbulkan secara keseluruhan mencapai 97 persen dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Aceh. Dampak tsunami terjadi di banyak wilayah, bahkan luar negeri, Dampak paling besar dialami oleh Kota Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Barat, dan Aceh Jaya. Tsunami bahkan juga menerjang wilayah lain di sisi timur Aceh, seperti Pidie, Bireuen, dan Lhokseumawe.
Peristiwa tsunami Aceh terus menjadi kenangan memilukan bagi semua orang di Indonesia, tidak terkhusus untuk masyarakat Aceh saja. Setelah lamanya waktu berlalu, masyarakat tetap saling bahu-membahu untuk belajar dan berbenah agar dampak buruk yang telah terjadi tidak kembali dirasakan banyak pihak. Proses rekonstruksi dan rehabilitasi pasca tsunami Aceh terus dijalankan. Pendidikan mengenai mitigasi bencana turut disosialisasikan sembari melakukan kilas balik kejadian Tsunami Aceh.
Hendrik Khoirul Muhid dan M. Ihsan Nurhidayah berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Hari Memilukan Bencana Tsunami Aceh 26 Desember 2024 dalam Waktu 6 Menit Habis Semua
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini