Koalisi Tuntut Jepang Hentikan Inisiatif AZEC yang Dinilai Upaya Greenwashing

14 hours ago 11

TEMPO.CO, Jakarta - Kelompok masyarakat sipil di Indonesia yang terdiri dari Walhi, Jatam, KRuHA, dan Celios melakukan aksi di depan Kedutaan Besar Jepang di Jakarta untuk menyampaikan keprihatinan terhadap inisiatif Asia Zero Emission Community (AZEC) yang dipimpin Jepang. Inisiatif itu terus didorong implementasinya di Indonesia.

Aksi ini adalah respons terhadap rencana kunjungan mantan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, yang bertindak sebagai Utusan Khusus Perdana Menteri dan Penasihat Utama Asosiasi Parlemen AZEC, yang akan memimpin delegasi anggota parlemen Jepang untuk mengunjungi Indonesia dengan salah satu misi khususnya untuk mempromosikan AZEC pada 3-5 Mei 2025. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meskipun pemerintah Jepang selalu menyebut inisiatif ini merupakan bagian dari upaya menuju netralitas karbon dengan menciptakan kemitraan yang luas untuk mencapai tujuan tersebut, namun bagi kelompok masyarakat sipil di Indonesia, inisiatif ini tidak lebih dari sekadar upaya greenwashing yang diberi label sebagai dekarbonisasi. 

Koalisi menilai AZEC bisa menjadi ancaman bagi lingkungan hidup, masyarakat, bahkan bagi proses demokratisasi di Indonesia karena kurangnya transparansi, keterbukaan informasi, serta partisipasi publik yang bermakna.

Inisiatif ini juga dinilai akan memperpanjang ketergantungan pada energi fosil, menawarkan solusi palsu yang berisiko bagi keberlanjutan lingkungan serta komunitas. Selain itu, AZEC berpotensi mempercepat perampasan lahan, meningkatkan deforestasi, dan menciptakan beban ekonomi dan fiskal (kesulitan utang) yang dapat merugikan Indonesia dalam jangka panjang.

Kepala Divisi Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Fanny Tri Jambore menyebutkan proyek, perjanjian, dan kerja sama dalam AZEC berpotensi memberikan dampak besar bagi masyarakat Indonesia. 

Saat ini, kata Fanny, keputusan untuk menyetujui berbagai inisiatif yang tercantum dalam dokumen AZEC belum pernah dilakukan melalui konsultasi terbuka dengan komunitas lokal di wilayah pelaksanaan proyek maupun dengan kelompok masyarakat sipil di Indonesia.

AZEC dinilai dapat mendorong perampasan tanah serta mempercepat deforestasi di Indonesia. Contohnya, melalui proyek-proyek REDD serta eksploitasi mineral kritis yang diperlukan dalam produksi baterai dan industri kendaraan listrik, yang turut didukung oleh AZEC. 

Dalam praktiknya di Indonesia, menurut Fanny, pertambangan mineral kritis justru mempercepat deforestasi hutan hujan yang berfungsi sebagai penyerap karbon. Dari data pertambangan pada 2023, Walhi memperkirakan 1,3 juta hektare konsesi tambang mineral kritis di Indonesia, terletak dan/atau berbatasan langsung dengan kawasan hutan, yang dapat memicu meningkatnya angka deforestasi dan kerusakan hutan. 

"Ketiadaan informasi yang memadai, transparansi, maupun partisipasi bermakna dari masyarakat dalam persetujuan terhadap proyek-proyek, perjanjian, dan kerja sama AZEC  menyebabkan Pemerintah Jepang dan Indonesia gagal mempertimbangkan dampak sosial, lingkungan, serta hak asasi manusia yang dapat muncul dan berpengaruh pada masyarakat luas. Oleh karena itu implementasi AZEC harus dihentikan karena tidak sejalan dengan kepentingan publik," ucap Fanny saat dihubungi Tempo, Jumat, 2 Mei 2025.

Walhi mencontohkan Proyek Waste to Energy (WTE) Legok Nangka di Kabupaten Bandung bermasalah terkait transparansi dalam pemilihan teknologi incinerator dan terpilihnya konsorsium Jepang, Sumitomo-Hitachi Zosen, dengan keterlibatan Japan International Cooperation Agency (JICA) yang dapat memengaruhi keputusan tersebut.

Menurut Fanny, proyek lain seperti PLTPB Muara Laboh di Sumatera Barat juga minim keterlibatan komunitas terdampak, yang menyebabkan petani mengalami gagal panen dan warga sekitar menghadapi dampak langsung tanpa konsultasi yang memadai. 

Sementara itu, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), menyoroti bahwa AZEC mendorong teknologi dan pendekatan seperti CCUS, co-firing dengan hidrogen, amonia, biomassa, serta LNG yang mengindikasikan bahwa AZEC berusaha mempertahankan penggunaan energi fosil. 

Pengkampanye Jatam, AlFarhat Kasman, mengatakan langkah ini menghadirkan berbagai ancaman bagi lingkungan dan komunitas, dengan banyaknya laporan mengenai dampak negatif penggunaan energi fosil di Indonesia. Oleh karena itu, kata dia, memperpanjang penggunaan energi fosil berarti memperpanjang penderitaan masyarakat. "AZEC yang akan dijalankan di Indonesia secara terang-terangan mendukung pendekatan serta teknologi yang memperpanjang ketergantungan pada energi fosil."

"Dengan demikian, inisiatif ini tidak dapat diharapkan berkontribusi dalam pengurangan emisi gas rumah kaca yang diperlukan untuk mencapai target suhu global 1,5° Celcius sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Paris, sehingga tidak membantu upaya memerangi perubahan iklim," kata dia menambahkan.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |