TEMPO.CO, Yogyakarta - Jika selama ini kain atau pakaian batik jadi cendera mata atau oleh-oleh khas Yogyakarta, kini ada alternatif kain. Di sebelah barat Kota Yogyakarta, tepatnya kampung Warungboto, Umbulharjo, yang tak jauh dengan sentra industri batik jumput, ada satu spot yang bergerak khusus di kain tenun bernama Kainnesia.
Usaha produksi dan distributor kain tenun yang didirikan alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) Nur Salam sejak 2017 itu selama ini bermitra dengan 200 penenun dan pengrajin di seluruh Indonesia untuk menjual ratusan jenis tenun dari Sabang sampai Merauke.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nur tak menempatkan kain-kain tenunnya itu sebagai pesaing batik. Ia tak memasukkannya di sentra penjualan batik seperti Pasar Beringharjo, melainkan di gerainya di pinggiran Kota Yogyakarta. Ia juga menitipkan di toko oleh-oleh Jalan Malioboro, gerai bandara, serta lebih banyak melayani penjualan online.
"Saya sengaja tidak menitipkan tenun di pusat-pusat penjualan batik, karena memang bukan untuk bersaing dengan batik, agar tetap menjadi cendera mata alternatif," kata Nur, Rabu, 5 Maret 2025.
Diminati Wisatawan Mancanegara
Meski tak head to head dengan batik, kata Nur, ia bersyukur peminat tenunnya terus bertambah dari tahun ke tahun, terutama wisatawan mancanegara yang sudah mengetahuinya secara online.
"Jadi wisatawan asing itu sudah tahu dulu dari medsos (media sosial) lalu sengaja datang ke Yogya untuk melihat dan membeli langsung," kata Nur yang pengikutnya di akun media sosial tenunnya sudah 200 ribu lebih itu.
Nur buka-bukaan, dalam sebulan saat ini ia bisa menjual 300 hingga 1.000 lembar kain tenun. Sebab pelanggannya bukan hanya perorangan atau rombongan wisatawan, namun sudah instansi perkantoran. "Kami juga menjalankan sistem B2B (bussines to bussines), di mana kami supply seragam dan juga suvenir untuk perusahaan, satu perusahaan bisa pesan sekitar 100- 300 pieces tenun," kata Nur.
Menyambut libur Lebaran tahun ini, ia juga mengeluarkan motif baru bernama Sajiwara yang terinspirasi dari motif ketupat untuk tenunnya. Produk baru itu dijadikan hampers Lebaran dan ditawarkan mulai harga Rp 300-700 ribuan. "Menjelang libur lebaran, biasanya banyak yang cari hampers tenun sehingga permintaan bisa naik dua kali lipat. Nur yang mempekerjakan 17 orang pemasaran untuk usahanya itu.
Hanya saja, Nur tak menampik, kebijakan pemangkasan anggaran yang diberlakukan pemerintah saat ini turut berpengaruh pada usahanya. Ini karena kalangan dinas atau perusahaan pelat merah juga melakukan pengetatan belanja.
"Penurunan order kami setelah efisiensi anggaran ini mungkin ada sekitar 50 persen, terutama dari perusahaan pemerintahan. Kalau tahun lalu pesan hampers 200 buah, sekarang hanya 100," kata Nur yang berhasil menjadi Juara I Pertapreneur Aggregator 2024 yang dihelat Pertamina karena usahanya merangkul 200 UMKM penenun se Indonesia itu.
Untungnya, pesanan dari perusahaan-perusahaan swasta masih tetap sama karena tak terdampak pemangkasan anggaran.
Pendiri Kainnesia Yogyakarta, Nur Salam menunjukkan salah satu koleksi tenun termahal asal Sumba yang harganya Rp 18 juta per lembar yang ada di gerainya, Yogyakarta, Rabu, 5 Maret 2025 Tempo/Pribadi Wicaksono
Mitra Perajin dari Jawa Tengah
Nur mengungkap perajin tenun paling banyak yang menjadi mitranya sejauh ini berasal dari Jawa Tengah. Pihaknya bermitra dengan sejumlah perajin di Klaten, Pekalongan, Jepara, hingga Pemalang yang menenun sarung goyor juga tenun ikat.
Untuk kolektor tenun, ia juga memiliki koleksi termahal berupa kain tenun dengan motif burung garuda asal Sumba, Nusa Tenggara Timur, yang harga satu lembarnya mencapai Rp 18 juta. "Harganya mahal karena pembuatannya memakan waktu hampir satu tahun, usia kainnya sudah 15 tahun, dan pembuatannya hanya memakai pewarna alami seperti daun dan akar tanaman," kata Nur.
Nur menuturkan, usaha tenunnya sering jadi pilihan pelancong karena disebut memiliki koleksi cukup lengkap dari berbagai daerah di Indonesia. Ada motif koleksi Sumatera hingga Papua. "Kamu juga sering mengkolaborasikan motif misalnya kain tenun Sumatra dan Baduy, kadang dipadukan dengan motif khas Dayak, jadi tidak terpaku pada satu karakter wilayah," kata dia.
Nur bersyukur, Indonesia kaya akan wastra. Dari satu daerah saja seperti Sumatera, bisa ada 30 motif tercipta. "Kalau motif itu dikalikan sampai 40 daerah Indonesia, mungkin hampir 1.200 motif ada," kata dia.
Hanya saja, selera pecinta tenun memang berbeda-beda. Menurutnya pesanan itu paling banyak memang menyasar jenis motif daerah timur seperti NTT. "Di NTT, hampir setiap desa ada sentra tenunnya, tiap penenun memiliki ciri khas motif sendiri," kata dia.
Motif yang menarik, unik, dan paling banyak dicari biasanya memiliki cerita budaya. Di daerah Sumba, misalnya, ada upacara pemakaman adat yang diceritakan dalam satu kain motif tenun.
Dewi Sri Utami, Manager SMEPP Pertamina dalam keterangannya menyebut Nur Salam berhasil menyabet juara ajang Pertapreneur Aggregator karena UMKM asal Yogyakarta ini memadukan kain lokal dari berbagai daerah menjadi produk unik dan menarik. "UMKM yang dibangun berhasil juga menghadirkam produk unggulan hasil kolaborasi dengan 200 penenun dari berbagai daerah," kata Dewi yang menyebut ajang yang digelar sejak tahun 2022 itu telah melibatkan 300 UMKM.