Penyidik KPK masih terus menelusuri dan mendalami informasi soal aset Rohidin Mersyah yang diatasnamakan pihak lain.
25 Februari 2025 | 15.10 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita satu bidang tanah beserta rumah tinggal di Depok, Jawa Barat, yang diduga milik Gubernur Bengkulu periode 2021-2024 Rohidin Mersyah, tersangka korupsi pemerasan dan gratifikasi. Lembaga antirasuah juga menyita aset Rohidin yang lain, berupa tiga bidang tanah di Kota Bengkulu.
"Penyidikan dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan dan penerimaan gratifikasi oleh tersangka RM," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, Selasa, 25 Februari 2025.
Tessa mengatakan penyitaan aset Rohidin dilakukan pada Jumat, 21 Februari 2025. Penyitaan ini merupakan upaya penyidik untuk pemulihan keuangan negara sebagai akibat tindak pidana yang dilakukan Rohidin. Nilai empat bidang aset yang disita tersebut ditaksir kurang lebih Rp 4,3 miliar.
Penyidik KPK masih terus menelusuri dan mendalami beragam informasi menyangkut aset mantan Gubernur Bengkulu itu, yang diatasnamakan pihak lain atau dibawah penguasaan pihak lain. Penyidik juga akan mengenakan pasal pencucian uang terhadap pihak lain yang sengaja menyembunyikan aset milik para tersangka yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
Sebelumnya, Rohidin Mersyah, terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Sabtu malam, 23 November 2024. Rohidin diduga meminta sejumlah bawahannya untuk menyediakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Bengkulu guna membiayai pencalonannya kembali dalam Pilkada 2024.Dalam operasi tersebut, KPK berhasil menyita uang sekitar Rp 7 miliar dalam berbagai mata uang.
KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan penyelenggara negara yang menyalahgunakan jabatannya atau tindakan yang bertentangan dengan tugas dan kewajibannya di Provinsi Bengkulu selama tahun anggaran 2018-2024. Dari delapan orang yang diamankan dalam OTT, hanya tiga di antaranya yang ditetapkan sebagai tersangka. "Sesuai Pasal Pasal 12B, yang menjadi tersangka pemerasan adalah penyelenggara negara, yang lainnya adalah yang diintimidasi," ujar Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Minggu malam, 24 November 2024.