Kronologi Agus Terlibat Kasus Pelecehan hingga Divonis 10 Tahun

12 hours ago 9

TEMPO.CO, Jakarta - I Wayan Agus Suartama divonis 10 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat, Selasa, 27 Mei 2025. Pria penyandang tunadaksa ini dinyatakan bersalah dalam kasus pelecehan seksual.

"Mengadili dengan menjatuhkan hukuman kepada terdakwa I Wayan Agus Suartama dengan pidana penjara selama 10 tahun," kata Ketua Majelis Hakim Mahendrasmara Purnamajati saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Mataram.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain hukuman penjara, hakim juga menjatuhkan pidana denda kepada Agus sebesar Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.

Hakim menjatuhkan vonis tersebut dengan menyatakan terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana pencabulan lebih dari satu kali terhadap korban yang lebih dari satu orang.

Menurut hakim, terdakwa telah melanggar dakwaan primer penuntut umum, yakni Pasal 6 huruf C junto Pasal 15 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Pasal 6 huruf C: Setiap Orang yang menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp 300 juta rupiah.

Pasal 15 Ayat 1: Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 8 sampai dengan Pasal 14 ditambah 1/3, jika: huruf e: dilakukan lebih dari I (satu) kali atau dilakukan terhadap lebih dari 1 (satu) orang.

Putusan hakim ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yang meminta agar terdakwa dijatuhi pidana hukuman 12 tahun penjara dengan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan pengganti.

Adapun hal yang meringankan putusan, hakim melihat usia terdakwa yang tergolong masih muda dengan harapan terdakwa dapat memperbaiki perbuatan.

"Selama persidangan, terdakwa juga berlaku sopan dan tertib sehingga persidangan berjalan lancar," ujar hakim.

Untuk hal yang memberatkan, hakim melihat kondisi psikologi korban dari perbuatan terdakwa yang kini mengalami trauma mendalam dan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.

Atas vonis itu, kuasa hukumnya menyatakan akan banding. "Kami selalu kuasa hukum memastikan akan melakukan upaya banding," kata Michael Ansori, salah seorang kuasa hukum Agus usai persidangan.

Menurut Michael, ada banyak fakta persidangan yang tidak dipertimbangkan majelis hakim dalam mengambil keputusan. "Majelis hakim menyebutkan dalam pertimbangannya, bahwa saksi yang melihat korban itu tidak ada," kata Michael. "Jadi saksinya berdiri sendiri-sendiri, itu pertimbangan kami untuk melakukan banding."

Jaksa Penuntut Umum menilai semua pertimbangan JPU sudah sesuai dengan pertimbangan hakim, meskipun vonis yang dijatuhkan kurang dari tuntutan, "Kita lihat saja bagaimana langkah hukum terdakwa," kata jaksa Dina Kurniawati.

Menarik Perhatian Masyarakat

Kasus serangan seksual oleh Agus, yang merupakan penyandang difabel fisik paraplegi kedua tangan ini, menarik perhatian masyarakat begitu dilaporkan ke Polres sekitar Oktober 2024. Setelah penyelidikan dan pemeriksaan saksi, Polda Nusa Tenggara Barat menjadikan Agus sebagai tersangka dugaan pelecehan seksual terhadap seorang mahasiswi berinisial MA.

Penetapan tersangka ini menuai kontroversi di media sosial. Banyak yang tidak percaya Agus dengan kendala fisiknya, bisa melakukan pelecehan.

Saat ditetapkan sebagai tersangka pada 2 Desember 2024, Agus dikenakan penahanan rumah. Dalam sebuah wawancara televisi, Agus membantah melakukan pelecehan. Bahkan ibunya juga menyatakan, untuk mandi saja Agus masih memerlukan bantuannya.

"Sudah kondisinya kayak begini, terus dijadikan tersangka kan itu tidak masuk di akal. Bagaimana dia buka baju celana sendiri, sementara dari bayi sampai sebesar ini saya yang merawat, yang mandiin, semua-muanya saya," ujar Gusti Ayu, ibu kandung Agus, dikutip VIVA dari Kabar Utama Pagi tvOne Rabu, 11 Desember 2024.

Namun polisi tetap berkeyakinan bahwa Agus melakukan serangan seksual seperti dilaporkan korban.

Seiring berjalannya waktu, korban yang melaporkan Agus terus bertambah. Komisi Disabilitas Daerah (KDD) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menyebut korban dugaan kekerasan seksual oleh IWAS alias Agus menjadi 17 orang.

“Bertambah 2 (korban), jadi 17 per kemarin,” kata Ketua KDD Provinsi NTB, Joko Jumadi, 14 Desember 2024. Dia menyebut, dua orang lagi yang buka suara soal dugaan tindak pidana pelecehan tersebut berusia dewasa. "Yang satu usia 28 tahun, yang kedua 22 tahun," kata Joko.

Modus Agus

Ade Lativa Fitri, pendamping korban MA, mengatakan bahwa Agus mengancam MA agar mau menuruti keinginannya.

Di awal perkenalan mereka, Agus sempat menggali informasi pribadi korban MA. Hal ini diduga dia lakukan ketika sang korban berada dalam kondisi menangis ketakutan usai melihat sepasang laki-laki dan perempuan yang melakukan adegan dewasa di Taman Udayana, Mataram.

Setelahnya, Adel berujar, pelaku mengatakan kepada korban bahwa mereka terikat. “Pelaku itu bilang, ‘sekarang kamu sudah terikat sama saya, kamu sudah nggak bisa kemana-mana karena saya sudah tahu masalah-masalah kamu tentang hidup kamu’,” tutur Adel melalui sambungan telepon, pada Rabu, 4 Desember 2024.

Adel mengatakan, korban sebetulnya tidak memahami maksud Agus. Namun, korban masih dalam posisi ketakutan bahwa Agus sudah mengetahui masalah-masalahnya. Menurut Adel, Agus kemudian menawarkan korban untuk mandi suci supaya ‘dosa-dosa masa lalunya hilang'.

“Korban nggak langsung mengiyakan, korban itu menolak, korban bilang, ‘bertaubat itu urusan pribadi, saya bisa sendiri’,” ujarnya.

Penolakan itu disebut memicu ancaman lain dari tersangka. Agus diduga mengancam akan membeberkan masa lalu atau aib korban ke orang tuanya. “Masalahnya, kondisi psikologis korban saat itu adalah dia ketakutan karena melihat adegan tadi, ditambah dengan, kok orang ini bisa tahu masalah-masalahnya, padahal baru ketemu, sehingga kemudian korban juga berpikir ada kemungkinan juga si pelaku bisa tahu orang tuanya ada di mana,” kata Adel.

Menurut Adel, tersangka juga sempat mengancam dengan menyatakan ‘nanti hidupmu akan hancur’ kepada korban.

Korban merasa tidak ada pilihan lain selain mengikuti kemauan tersangka. Mereka pun pergi ke sebuah homestay. Di dalam kamar, korban sempat menangis dengan suara setengah berteriak.

Namun, pelaku diduga mengancam korban lagi. “Selain menggunakan ancaman yang sama soal orang tua, soal hidup hancur, pelaku juga bilang, ‘kalau kamu menangis, teriak, orang di luar itu bakal dengar. Kalau orang datang, mereka akan nikahin kita’,” ucap Adel.

Korban MA, kata Adel, merasa terdesak dan terpaksa mengikuti kemauan Agus.

Abdul Latief Apriaman, Ervana Trikarinaputri, Intan Setiawanty berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |