TEMPO.CO, Jakarta - Karya terbaru sutradara Joko Anwar, Pengepungan di Bukit Duri (The Siege at Thorn High) dijadwalkan rilis pada 17 April 2025 di bioskop Tanah Air. Diproduksi oleh Come and See Pictures bersama Amazon MGM Studios, film aksi thriller ini mengisahkan seorang guru di tengah kekerasan sekolah yang menggambarkan realitas sosial yang kelam. Sebagai karya ke-11 Joko Anwar, Pengepungan di Bukit Duri mengambil latar 2027, saat Indonesia berada di ambang kehancuran akibat ketegangan, diskriminasi, dan kebencian rasial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Morgan Oey didapuk sebagai Edwin, seorang guru berdarah Tionghoa yang mencari keponakannya di SMA Duri, sekolah yang berisi anak bermasalah dan dikuasai kelompok berandalan. Sementara Omara Esteghlal memerankan Jefri, siswa yang berkuasa dengan kekerasan. Dalam sesi konferensi pers di kawasan Gelora, Tanah Abang, Jakarta Pusat pada Kamis, 30 Januari 2025, Morgan dan Omara berbagi perspektif tentang karakter yang mereka perankan.
Morgan Oey: Pergulatan Seorang Guru di Tengah Sistem yang Sulit
Aktor Morgan Oey menyebut Edwin sebagai sosok guru yang harus bertahan di tengah sistem yang tidak selalu berpihak pada pendidik. “Jadi Edwin ini adalah sosok guru yang dalam hidupnya, selain di luar profesinya, dia juga sudah berjuang. Ia harus berjuang untuk melakukan yang terbaik, walaupun dihalangi oleh sistem yang sulit,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa Edwin juga merepresentasikan banyak guru di Indonesia yang bekerja dalam kondisi minim fasilitas.
Peran ini menjadi salah satu tantangan terbesar dalam karier Morgan. “Jujur, ini bisa dibilang salah satu peran paling berat yang pernah saya kerjakan,” ungkap aktor kelahiran 1990 itu. Ia pun mendalami karakter ini melalui berbagai proses, termasuk diskusi bersama tim dan sang kreator, Joko Anwar. Tak hanya memahami sisi emosional Edwin, aktor kelahiran juga menjalani latihan fisik intens untuk adegan aksi dalam film ini.
Jajaran pemeran dan tim produksi film Pengepungan di Bukit Duri dalam konferensi pers perilisan trailer di kawasan Gelora, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis, 30 Januari 2025. TEMPO/Jasmine
Omara Esteghlal: Jefri adalah Kegagalan dari Lingkungan Sekitar
Sementara itu, aktor Omara Esteghlal memerankan Jefri, siswa yang dikenal sebagai biang kekerasan di SMA Duri. Namun, ia tidak melihat Jefri sekadar sebagai karakter antagonis, melainkan sebagai produk dari lingkungan yang telah hancur. “Sebagai manusia yang dalam usia remajanya ini, dia sering dibilang mencari jati diri. Tapi kan kita jarang mendefinisikan manusia itu mencari jati diri seperti apa,” ucap Omara.
Ia mengaitkan karakter Jefri dengan konsep revolusi moral yang pernah dikemukakan filsuf Friedrich Nietzsche. Kekasih Prilly Latuconsina itu menjelaskan, dalam konsep tersebut, moralitas yang baik adalah kekuasaan. Kemudian berubah menjadi berbagi dan belas kasih. Ia menilai, Jefri ingin unggul dan berkuasa, sehingga dia dianggap jahat.
Menurut Omara, dalam lingkungan yang penuh kekacauan, batas antara moralitas baik dan buruk mulai memudar. “Ketika sosial sudah run amok (mengamuk), moralitas pun meleleh,” ungkapnya. Ia merinci, anak yang tumbuh dalam masyarakat yang rusak akan membentuk dirinya sesuai lingkungan yang ia lihat. Omara juga menegaskan bahwa kebrutalan Jefri bukanlah sekadar kesalahan individu, melainkan cerminan dari kekacauan sosial yang lebih luas.
Selain Morgan dan Omara, film ini turut dibintangi Hana Pitrashata Malasan, Endy Erfian, Fatih Unru, serta sejumlah wajah baru di industri film Tanah Air seperti Satine Zaneta, Dewa Dayana, Fariz Fadjar, Florian Rutters, Farandika, Raihan Khan, Sandy Pradana, hingga Millo Taslim.