Pemuda Adat Poco Leok NTT Laporkan Dugaan Kriminalisasi ke Mabes Polri hingga LPSK

1 day ago 17

TEMPO.CO, Jakarta - Empat masyarakat adat Poco Leok, Manggarai, Nusa Tenggra Timur diduga dikriminalisasi usai terlibat dalam aksi damai menolak proyek Geothermal Ulumbu di depan Kantor Bupati Manggarai, NTT. Aksi itu digelar pada 3 Maret 2025. Kuasa Hukum Pemuda Adat Poco Leok, Juadianto Simanjuntak, mengatakan pihaknya telah melaporkan dugaan kriminalisasi ini ke Markas Besar Polri, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
 
"Laporan ini ditujukan kepada Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Polri dan Kompolnas terkait proses hukum atas tuduhan perusakan pagar Kantor Bupati Manggarai," kata Judianto dalam rilisnya pada Kamis, 17 April 2025. 

Judianto menyebut, langkah hukum terhadap para pemuda adat Poco Leok tersebut merupakan bentuk nyata kriminalisasi dan pola kekerasan negara terhadap warga yang memperjuangkan ruang hidupnya. Ia menyebut, laporan ini penting agar Itwasum Polri dan Kompolnas menjalankan fungsi pengawasan dan mengevaluasi kinerja Satuan Reskrim Polres Manggarai yang diduga menyalahgunakan kewenangan untuk membungkam protes warga. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Ini bukan untuk penegakan hukum, tapi bentuk represi negara. Kriminalisasi terhadap masyarakat adat terus berulang di berbagai wilayah dan Poco Leok menjadi contoh mutakhir bagaimana hukum digunakan sebagai alat intimidasi,” kata Judianto.  

Judianto pun meminta Mabes Polri memerintahkan penghentian proses penyidikan melalui penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), dan mendesak Kompolnas mengeluarkan rekomendasi serupa.  Laporan ke Itwasum Polri diterima di bagian Sekretariat Umum (Setum) Mabes Polri yang prosesnya akan disampaikan kepada Irwasum Polri. Sedangkan pengaduan di Kompolnas diterima bagian pengaduan.  

"Kompolnas menyatakan bahwa laporan/pengaduan ini kami terima untuk dipelajari dalam rangka menindaklanjuti pengaduan ini," ujar Judianto. 

Kuasa hukum lainnya, Yulianto Behar Nggali Mara, mengatakan pihaknya juga membawa persoalan ini ke LPSK. Tujuannya agar para Pemuda Adat Poco Leok mendapat pendampingan hukum serta perlindungan menyeluruh sebagai korban kriminalisasi. 

“Kami meminta LPSK tidak hanya memberikan pendampingan, tapi juga memberi rekomendasi resmi agar penyidikan dihentikan. LPSK harus hadir melindungi hak konstitusional warga," kata Yulianto. 

Koalisi menyatakan bahwa tindakan kriminalisasi ini mencederai prinsip negara hukum, dan bertentangan dengan Konstitusi, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, serta berbagai instrumen internasional yang menjamin hak masyarakat adat atas wilayah dan kehidupan yang layak. 

Pemerintah melalui PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) tengah melakukan perluasan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu, Kabupaten Manggarai, Flores, NTT, guna menaikkan kapasitas dari 7,5 MW saat ini menjadi 40 MW. 

Proyek itu ditentang warga setempat karena titik pengeboran atau Wellpad D, yang merupakan bagian tanah ulayat Gendang (kampung adat) Lungar. Sementara, warga tidak pernah menjual tanah mereka untuk kepentingan proyek geothermal tersebut. 

Warga terus melakukan aksi penolakan dan terakhir terjadi pada Senin, 3 Maret 2025. Aliansi Pemuda Poco Leok dan Sat Pol PP saling dorong saat berunjuk rasa hingga menyebabkan kerusakan pagar kantor Bupati Manggarai.

Bupati Manggarai, Herybertus G.L. Nabit, melalui Kabag Umum Setda Manggarai, Fransiskus Makarius Beka pun membuat laporan polisi atas peristiwa itu dan menuduh para pengunjuk rasa telah merusak pagar kantor bupati. Laporan itu teregister dengan Nomor: LP/B/77/III/2025/SPKT/RES MANGGARAI/POLDA NTT, saat ini prosesnya sudah ditahap penyidikan.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |