Peneliti BRIN Temukan Spesies Baru Anggrek Akar di Aceh, Jenis ke-5 di Indonesia

2 days ago 17

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menemukan spesies baru anggrek akar tak berdaun yang merupakan spesies anggrek endemik Sumatra dari genus Chiloschista (Orchidaceae). Spesies baru dari Aceh itu diberi nama Chiloschista tjiasmantoi Metusala, mengambil nama filantropis lingkungan Wewin Tjiasmanto.

"Nama Chiloschista tjiasmantoi disematkan sebagai penghargaan atas dukungannya terhadap upaya pelestarian flora di Indonesia, khususnya Aceh," kata penemunya, peneliti dari Pusat Riset Biosistematika dan Bioevolusi BRIN, Destario Metusala melalui keterangannya di Jakarta, Kamis 27 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Destario memaparkan beberapa individu anggrek Chiloschista ditemukan tumbuh epifit pada pepohonan di perkebunan semi terbuka yang berdekatan dengan hutan. Warnanya, dia mendeskripsikan, menyerupai warna kulit batang pepohonan, serta kemunculan organ bunganya yang kecil namun berwarna kuning cerah menjadi sangat penting untuk mendeteksi keberadaannya.

Ciri morfologi itu menunjukkan perbedaan dengan dengan spesies Chiloschista lainnya, terutama C. javanica dan C. sweelimii. Sayangnya, Destario menambahkan, anggrek C. tjiasmantoi sudah masuk dalam kategori genting (endangered) menurut kriteria IUCN Redlist. Hal itu karena diperkirakan luas area sebaran dan jumlah populasi yang terbatas, serta ancaman ekspansi perkebunan dan perubahan iklim.

"Perluasan kawasan lindung di Aceh perlu segera dilakukan untuk melestarikan berbagai spesies tumbuhan yang terancam kepunahan, terutama spesies unik yang hanya ada di Provinsi Aceh," ujarnya.

Destario menjelaskan bahwa anggrek C. tjiasmantoi memiliki kuntum bunga dengan lebar 1,0-1,2 sentimeter dan berwarna kuning dengan pola bintik jingga atau kemerahan. Dalam satu tangkai perbungaan yang panjang, dapat menghasilkan hingga 30 kuntum bunga yang mekar secara simultan.

Spesies ini umumnya ditemukan pada ketinggian 700–1.000 meter di atas permukaan laut. Tumbuhnya menempel di batang pepohonan yang tua pada habitat semi terbuka, berangin, dan lembap. Musim berbunga biasanya terjadi pada pertengahan Juli serta awal November hingga akhir Desember.

"Anggrek spesies baru ini telah berevolusi secara unik dengan mereduksi organ daunnya secara ekstrem, sehingga proses fisiologi penting seperti fotosintesis dilakukan pada organ akarnya," tutur Destario sambil menambahkan keunikan tersebut membuka peluang riset lanjutan untuk menelisik berbagai aspek biologinya.

Destario mengatakan penyebutan anggrek tak berdaun dikarenakan sepanjang daur hidupnya, anggrek tersebut dalam kondisi tanpa organ daun. Chiloschista adalah salah satu genus anggrek tanpa daun tersebut. Genus ini pertama kali dideskripsikan pada 1832 dan kini mencakup 30 spesies yang tersebar dari Asia Selatan, Asia Tenggara, hingga Australia.

"Anggrek ini lebih dikenal oleh para hobiis di Indonesia dengan nama anggrek akar, mengingat penampakannya seperti sekumpulan akar-akar berwarna kehijauan."

Sebelumnya, Indonesia diketahui hanya memiliki empat spesies yang dapat ditemukan di Jawa, Kepulauan Sunda Kecil, Sulawesi, dan Kepulauan Maluku. Hingga kini, belum ada catatan keberadaan anggrek Chiloschista dari Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Papua.

Adapun temuan terbaru telah dipublikasikan dalam jurnal PhytoKeys: Destario Metusala (2025). A new species of genus Chiloschista (Aeridinae, Vandeae, Epidendroideae, Orchidaceae) from Sumatra Island, Indonesia).

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |