TEMPO.CO, Jakarta - Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) telah melayangkan protes atas implementasi sistem pembayaran digital Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) kepada Bank Indonesia (BI). Hal tersebut tertuang dalam National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers 2025.
USTR menilai penerapan QRIS sebagaimana diatur dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur BI Nomor 21/18/PADG/2019 telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan perusahaan penyedia pembayaran AS. Mereka merasa tidak dilibatkan ketika BI memutuskan untuk meluncurkan QRIS di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Selama proses pembuatan kebijakan QRIS, pemangku kepentingan internasional tidak diberi tahu tentang sifat perubahan atau tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan pandangan tentang sistem itu,” tulis USTR dalam laporan yang dirilis pada Senin, 31 Maret 2025 tersebut.
Menanggapi keberatan USTR, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengatakan penggunaan kartu kredit Visa dan Mastercard yang berasal dari AS masih dominan di Indonesia. “Sampai sekarang, kartu kredit yang selalu direbutin Visa dan Mastercard kan masih dominan. Jadi, itu tidak ada masalah sebenarnya,” kata Destry dalam acara Edukasi Keuangan bagi Pekerja Migran Indonesia di Gedung Dhanapala, Jakarta, pada Senin, 21 April 2025.
Lantas, seperti apa perbedaan QRIS, Visa, dan Mastercard dilihat dari sisi biaya transaksinya?
QRIS
Melansir laman BI, pedagang yang memanfaatkan layanan QRIS akan dikenakan biaya yang disebut sebagai merchant discount rate (MDR). MDR merupakan biaya jasa yang dibebankan kepada penjual oleh penyelenggara jasa pembayaran (PJP).
BI sebagai regulator tidak mengambil bagian dari MDR dan sepenuhnya diserahkan kepada industri. Industri yang dimaksud meliputi lembaga issuer (penerbit), lembaga acquirer (pengakuisisi), lembaga switching (penyedia infrastruktur), Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI), dan penyelesaian transaksi elektronik nasional (PTEN).
Biaya MDR ditanggung oleh penjual dan tidak boleh dikenakan kepada konsumen. Besaran MDR bervariasi tergantung dari kategori pelaku usaha. Per Sabtu, 15 Maret 2025, usaha mikro dikenakan tarif MDR sebesar 0 persen untuk transaksi kurang dari sama dengan Rp 500.000, sedangkan di atas Rp 500.000 sebesar 0,3 persen.
Kemudian, pelaku usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar dibebankan tarif MDR sebesar 0,7 persen. Tarif MDR bagi layanan pendidikan sebesar 0,6 persen, stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) sebesar 0,4 persen, serta Badan Layanan Umum dan Pelayanan Publik atau Public Service Obligation (PSO) sebesar 0 persen.
Tarif MDR sebesar 0 persen juga dikenakan kepada kategori merchant government to people (G2P), seperti bantuan sosial (bansos). Nominal tarif yang sama juga ditanggung oleh kategori people to government (P2G), seperti donasi sosial atau pajak.
Visa
Sementara itu, Visa menerapkan biaya penggantian dana transaksi lintas kartu kredit sebagai biaya transfer antara bank pengakuisisi dan bank penerbit kartu untuk setiap transaksi yang menggunakan kartu Visa. Visa memanfaatkan biaya transaksi tersebut untuk menyeimbangkan dan mengembangkan sistem pembayaran.
Penjual tidak membayarkan biaya penggantian dana transaksi lintas kartu kredit itu, tetapi bernegosiasi dan membayarkan diskon kepada lembaga keuangan, yang biasanya dihitung dalam hitungan persen per transaksi. Penjual dapat menerima berbagai layanan dari lembaga keuangan yang dapat dimasukkan ke dalam tarif diskon.
Adapun lembaga pengakuisisi Visa di Indonesia, meliputi Bank Bukopin, Bank Central Asia (BCA), Bank CIMB Niaga, Bank Danamon, Bank Mandiri, Bank Mega, Bank MNC, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Panin, Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan dan Bangka Belitung (Bank Sumsel Babel), Bank Permata, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Sinarmas, serta Bank Tabungan Negara (BTN).
Besaran biaya transaksi Visa di setiap bank pengakuisisi bisa bervariasi. Misalnya, kartu BCA Visa Batman yang mengenakan suku bunga transaksi penarikan tunai dan transaksi belanja, masing-masing sebesar 1,75 persen per 1 Juli 2021. BCA Visa Batman juga membebankan biaya penarikan tunai domestik dan luar negeri, masing-masing sebesar 4 persen atau minimal Rp 40.000.
Sebagai contoh lainnya, bunga transaksi ritel dan penarikan tunai untuk kartu kredit Visa Gold Bank Panin juga masing-masing sebesar 1,75 persen. Lalu, ada biaya penarikan tunai sebesar 6 persen dari jumlah penarikan tunai atau minimum Rp 100.000.
Mastercard
Mengutip laman resminya, Mastercard menetapkan biaya interchange, yaitu biaya yang dibayar lembaga pengakuisisi kepada bank penerbit kartu. Biaya interchange merupakan salah satu komponen dalam MDR, biaya yang dibayarkan merchant ke lembaga pengakuisisi untuk setiap kali transaksi dengan kartu Mastercard.
Penerbit kartu kredit Mastercard di Indonesia terdiri dari ANZ Indonesia, Bank Danamon, Bank Mandiri, BNI, Bank of China, Bank Permata, BRI, Bank Syariah Indonesia (BSI), Bank Bukopin, Citibank, HSBC, Maybank, Bank MNC, Bank OCBC NISP, Bank Panin, Bank Nationalnobu, Bank Sinarmas, BCA, Bank CIMB Niaga, Rabobank, Bank Standard Chartered Bank, dan Bank UOB Indonesia.
Sebagai contoh, BCA menerbitkan kartu BCA Mastercard World dengan suku bunga transaksi penarikan tunai dan transaksi belanja, masing-masing sebesar 1,75 persen per 1 Juli 2021. Kemudian, biaya penarikan tunai domestik dan luar negeri, masing-masing sebesar 4 persen atau minimal Rp 40.000.