TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Soebianto meminta anggaran pemerintah pada APBN dan APBD TA 2025 dipangkas sebesar Rp306,69 triliun. Rinciannya, anggaran K/L diminta untuk diefisiensikan sebesar Rp256,1 triliun dan transfer ke daerah (TKD) Rp50,59 triliun.
Perintah penghematan anggaran itu tertuang dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025 serta Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Keuangan Sri Mulyani menetapkan 16 pos belanja yang perlu dipangkas anggarannya dengan persentase bervariasi, mulai dari 10 persen hingga 90 persen.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) termasuk yang terkena pemangkasan anggaran. Tidak main-main, anggaran mereka dipotong 50,35 persen atau Rp1,423 triliun dari anggaran semula Rp2,826 triliun.
BMKG akhirnya mengajukan permohonan dispensasi anggaran kepada Presiden Prabowo, alasannya demi ketahanan nasional dan keselamatan masyarakat Indonesia dari ancaman bencana Geo-Hidrometeorologi yang kompleks dan sewaktu-waktu dapat terjadi.
Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG Muslihhuddin di Jakarta, Kamis, 6 Februari 2025, mengatakan bahwa pihaknya secara prinsip mendukung dan mengikuti arahan efisiensi anggaran sebagaimana Instruksi Presiden, dengan target pemotongan anggaran sesuai surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025 senilai Rp1,423 triliun atau 50,35 dari anggaran semula senilai Rp2,826 triliun.
Namun, kata dia, pemotongan anggaran tersebut berdampak signifikan terhadap belanja modal dan belanja barang, termasuk terhadap pemeliharaan yang tidak dapat dilaksanakan pada tahun 2025.
Dia menjelaskan bahwa terdapat batas minimum anggaran yang perlu dipenuhi untuk memastikan layanan di bidang Meteorologi, Klimatologi, Geofisika, serta modifikasi cuaca yang andal bagi masyarakat serta mendukung kebijakan nasional di sektor kebencanaan dan ketahanan iklim.
BMKG menilai efisiensi anggaran ini berdampak pada banyak Alat Operasional Utama (Aloptama) yang terancam mati karena kemampuan untuk pemeliharaan berkurang hingga sebesar 71 persen, sehingga observasi dan kemampuan mendeteksi dinamika cuaca, iklim, kualitas udara, gempabumi, dan tsunami juga terganggu.
Hampir 600 alat sensor untuk pemantauan gempa dan juga tsunami yang tersebar di seluruh Indonesia merupakan salah satu Aloptama yang dimiliki oleh BMKG dan mayoritas kondisinya saat ini sudah melampaui usia kelayakan.
“Ketepatan akurasi informasi cuaca, iklim, gempa dan tsunami menurun dari 90 persen menjadi 60 persen dan kecepatan informasi peringatan dini tsunami dari 3 menit turun menjadi 5 menit atau lebih dan jangkauan penyebarluasan informasi gempabumi dan tsunami menurun 70 persen,” kata dia.
Bahkan ia menambahkan, kajian tentang dinamika iklim dan tektonik jangka menengah dan panjang di Indonesia sulit terlaksana, modernisasi sistem dan peralatan operasional BMKG yang terhenti termasuk keselamatan transportasi udara yang membutuhkan akurasi 100 persen tidak terwujud, dan keselamatan transportasi laut terganggu.
Dampak lanjutnya adalah dukungan layanan untuk ketahanan pangan, energi, air menjadi terganggu, dukungan layanan untuk pembangunan berketahanan iklim dan bencana terganggu, peran BMKG sebagai penyedia peringatan dini tsunami di Samudera Hindia dan ASEAN terganggu.
Menurut dia, mitigasi ancaman bencana Geo-Hidrometeorologi di Indonesia menjadi hal mutlak dan tidak dapat diabaikan karena menyangkut keselamatan masyarakat luas, maka dengan memperhatikan faktor ketahanan negara dan keselamatan masyarakat Indonesia dari ancaman bencana yang sewaktu-waktu dapat terjadi itu BMKG mengajukan permohonan dispensasi anggaran ini.
“Oleh karena itu perlu adanya dukungan yang berfungsi secara maksimal dalam membangun masyarakat yang tahan bencana,” kata dia.
Sebelumnya, Presiden Prabowo secara resmi mengeluarkan Inpres 1/2025 yang meminta anggaran pemerintah pada APBN dan APBD TA 2025 dipangkas sebesar Rp306,69 triliun.
Rinciannya, anggaran K/L diminta untuk efisiensi sebesar Rp256,1 triliun dan transfer ke daerah (TKD) Rp50,59 triliun.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, Presiden Prabowo Subianto menginisiasikan arahan efisiensi anggaran agar kas negara dapat digunakan untuk program yang lebih berdampak langsung terhadap masyarakat. Dalam hal ini ia menyebut, Makan Bergizi Gratis (MBG), swasembada pangan dan energi, hingga perbaikan sektor kesehatan.