Rencana Pramono Anung Normalisasi Sungai Ciliwung, Apa Maksudnya?

9 hours ago 7

TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Jakarta Pramono Anung mengatakan harus dilakukan pembebasan lahan di bantaran kali untuk normalisasi Sungai Ciliwung. Menurutnya, langkah ini merupakan cara untuk mencegah banjir di wilayah Jakarta dan sekitarnya.

"Kalau kita lakukan normalisasi, pasti ada pembebasan lahan. Enggak bisa enggak. Pembebasan lahan pasti harus dilakukan. Dan untuk itu, ya mau tidak mau, suka tidak suka, harus dilakukan," kata Pramono saat ditemui di Gedung Dinas Teknis, Jakarta Pusat, Selasa, 11 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pramono mengatakan, normalisasi ini bertujuan untuk mencegah banjir yang lebih besar di Jakarta. Namun, menurutnya prosesnya akan dilakukan dengan pendekatan yang humanis. 

Mengenal Istilah Normalisasi Sungai

Dikutip dari Its.ac.id, air sungai yang berasal dari hujan yang turun di daerah aliran sungai atau DAS memiliki volume yang sangat besar. Air jenis ini mengalir dengan kecepatan cukup tinggi yang menyebabkan terjadinya luapan dan banjir jika kapasitas alir sungai tidak mencukupi.

Besar kecilnya kapasitas sungai dipengaruhi oleh variasi lebar sungai dari hulu hingga hilir. Bagi kawasan yang berada di hilir, debit banjir ini disebut banjir kiriman. Namun sebenarnya, itu adalah debit banjir yang memang harus mengalir ke hilir karena secara alami air sungai mengalir dari hulu ke hilir.

Prinsip untuk mengatasi banjir sungai ini adalah menahan sebanyak-banyaknya air di hulu untuk mengurangi air yang mengalir ke hilir agar sungai masih mampu untuk mengalirkannya. Sementara itu dilakukan juga perlancaran aliran air di bagian hilir agar banjir segera mengalir ke laut untuk menghindari terjadinya luapan air di sungai.  

Debit banjir yang telah dikurangi atau dikendalikan di hulu perlu perlu dilakukan peningkatan kapasitas alir sungai dan perpanjangan waktu debit sampai pada ke hilir. Hal ini dikarenakan umumnya hilir adalah daerah padat pemukiman. Di sinilah naturalisasi dan normalisasi dapat dilakukan.

Dilansir dari laman Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, normalisasi sungai adalah proses untuk mempercepat aliran air dari hilir sungai ke laut. Teknik normalisasi dapat dilakukan melalui pelurusan sungai, pengerukan dan atau pembuatan tanggul di bantaran sungai dari beton atau urugan tanah. Teknik ini bertujuan untuk memperlancar aliran sungai dan tidak terhambat karena adanya kelokan (meander) atau erosi tebing sungai. 

Pada proses normalisasi akan ada beberapa kemungkinan konsekuensi, di antaranya supply air tanah berkurang, penurunan muka tanah yang semakin cepat terjadi, serta intrusi air laut semakin masuk ke daratan.

Proses normalisasi akan lebih cepat terlihat dampaknya, tetapi membutuhkan biaya yang cukup besar karena melibatkan pelebaran sungai dan pembangunan dinding-dinding tebing sungai. Normalisasi dapat menjadi solusi untuk jangka pendek dalam penanganan banjir.

Normalisasi sungai telah dilakukan di sejumlah wilayah langganan banjir. Di Jakarta misalnya, konsep tersebut pernah dilakukan di daerah aliran sungai  Ciliwung. 

Normalisasi merupakan program Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Besar Wilayah Sungai Cilliwung Cisadane (BBWSCC). Pemerintah pusat bekerja sama dengan pemerintah DKI untuk melancarkan program penanggulangan banjir itu.

Normalisasi Sungai Ciliwung dimulai 2013. Sepanjang 2013-2017, pemerintah sudah membangun tanggul sepanjang 16.388 meter atau 16,3 kilometer. Beberapa rumah di bantaran Sungai Ciliwung harus dibongkar agar normalisasi berjalan. Namun, sejak 2018 normalisasi mandek.

Anies Baswedan yang menjabat Gubernur DKI Jakarta saat itu menolak konsep normalisasi sungai yang harus memasang turap beton, apalagi sampai menggusur rumah di bantaran. Karena itulah, Anies ingin banjir dicegah dengan naturalisasi sungai.

M. Rizki Yusrial turut berkontribusi pada penulisan artikel ini

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |