Revisi UU TNI: Sorotan terhadap Pasal 39, 65, dan 74, Begini Bunyinya

1 week ago 24

TEMPO.CO, Jakarta -Revisi terhadap Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) saat ini tengah menjadi perhatian publik, terutama dalam kaitannya dengan sejumlah pasal yang dinilai kontroversial. Beberapa ketentuan dalam UU tersebut, seperti Pasal 39, Pasal 65, dan Pasal 74, menuai perdebatan di kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta para pengamat hukum. Revisi ini diharapkan dapat memperbaiki sistem hukum yang berlaku bagi prajurit TNI.

Pasal 39: Disiplin Prajurit TNI

Pasal 39 dalam UU TNI membahas tentang aturan disiplin bagi prajurit. Meskipun tidak sebesar kontroversi Pasal 65 dan Pasal 74, pasal ini tetap menjadi sorotan karena berkaitan dengan penerapan disiplin di lingkungan militer. Beberapa pihak menilai bahwa aturan ini masih perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman dan modernisasi institusi TNI.

Pasal 65: Dualisme Peradilan Militer dan Umum

Pasal 65 dalam UU No. 34 Tahun 2004 mengatur bahwa prajurit TNI berada di bawah yurisdiksi peradilan militer untuk kasus pidana militer, sementara untuk tindak pidana umum, mereka tunduk pada peradilan umum. Ketentuan ini menimbulkan perdebatan karena menciptakan sistem peradilan ganda bagi prajurit.

Pengamat militer dan Ketua Badan Pekerja Centra Initiative, Al Araf mendesak DPR untuk menghapus Pasal 74 karena ia menilai aturan ini tidak memenuhi prinsip fair trial. Menurutnya, sistem peradilan militer saat ini tidak mampu menjamin keadilan yang setara bagi prajurit TNI. Jika Pasal 74 dihapus, maka Pasal 65 akan otomatis berlaku, sehingga prajurit TNI yang melanggar hukum pidana umum dapat diproses di peradilan umum. Hal ini diyakini akan dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas sistem hukum bagi prajurit TNI.

“Kalau Pasal 74 dihapus, maka secara mutatis mutandis Pasal 65 berlaku. Maka seperti kasus kejadian bos rental Tangerang bisa masuk di dalam peradilan umum. Pakai apa? Pasal 65,” kata dia.

Pasal 74: Ketentuan Peralihan yang Bermasalah

Pasal 74 UU TNI mengatur bahwa ketentuan dalam Pasal 65 hanya berlaku setelah undang-undang peradilan militer yang baru disahkan. Sebelum itu terjadi, prajurit TNI masih tunduk pada UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Menurut para pengamat, ketentuan ini memperpanjang transisi yang tidak diperlukan dalam sistem hukum militer dan berpotensi menghambat reformasi peradilan yang lebih adil.

Dalam sebuah rapat dengan Komisi I DPR pada 4 Maret 2025, Al Araf mendesak agar Pasal 74 dihapus.

“Tidak memenuhi prinsip peradilan adil dan baik. Revisi Undang-Undang TNI, kalau ingin mendorong reformasi peradilan militer, harusnya menghapus Pasal 74 UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 tentang bab peralihan,” kata Al Araf saat rapat dengar pendapat umum dengan Komisi I DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, 4 Maret 2025.

Menurutnya, jika pasal ini dicabut, maka secara otomatis Pasal 65 dapat diberlakukan secara penuh, yang dapat memungkinkan prajurit TNI yang melakukan tindak pidana umum dapat diproses di peradilan umum. Ia mencontohkan kasus seorang bos rental mobil di Tangerang yang seharusnya dapat diadili di peradilan umum jika Pasal 65 masih tetap berlaku.

Dinamika Revisi dan Harapan Reformasi

Proses revisi UU TNI memunculkan berbagai pendapat mengenai langkah terbaik dalam reformasi sistem hukum bagi prajurit. Penghapusan Pasal 65 ini dikhawatirkan justru dapat merugikan prajurit dalam mendapatkan akses ke peradilan umum, sementara keberadaan Pasal 74 dinilai sebagai hambatan dalam perubahan sistem hukum militer.

DIkutip dari laman BPK, banyak pihak berharap bahwa revisi ini akan diarahkan pada terciptanya sistem hukum yang lebih adil dan tidak diskriminatif bagi seluruh warga negara, termasuk prajurit TNI. Dengan mempertimbangkan masukan dari berbagai elemen masyarakat, revisi UU TNI diharapkan dapat berjalan dengan efektif dan mencerminkan prinsip keadilan dalam sistem hukum Indonesia. Diskusi mengenai pasal-pasal ini kemungkinan besar akan terus berlangsung, seiring dengan perkembangan situasi politik dan sosial di Indonesia.

Sapto Yunus, Nabiila Azzahra dan Eka Yudha Saputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Imparsial Sebut Revisi UU TNI Hanya Dalih Agar Elite Tentara Bisa Berbisnis

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |