TEMPO.CO, Jakarta - Di tengah sorotan dunia terhadap DeepSeek, India mengumumkan bahwa mereka tengah mengembangkan beberapa model kecerdasan buatan (AI) fundamental yang akan siap digunakan dalam 8-10 bulan ke depan.
Menteri Teknologi Informasi Ashwini Vaishnaw menyebut bahwa proyek ini telah berjalan selama 18 bulan terakhir dengan melibatkan para ahli dalam bidang Large Language Model (LLM) dan Small Language Model (SLM).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami memiliki hampir 15.000 GPU kelas atas. Sebagai perbandingan, DeepSeek dilatih dengan 2.000 GPU, sementara ChatGPT versi 4 menggunakan 25.000 GPU. Dengan pengadaan 18.693 GPU ini, kami akan memiliki fasilitas komputasi yang sangat kuat untuk pengembangan aplikasi AI, model, distilasi, proses pelatihan, dan penciptaan algoritma baru,” ujar Vaishnaw dalam konferensi pers, dikutip dari Business Standard, Kamis, 6 Februari 2025.
Pengumuman ini disambut baik oleh para pakar industri dan akademisi. Namun, mereka menekankan bahwa tantangan tetap ada. Selain daya komputasi, India juga perlu memperkuat ekosistem riset AI dan meningkatkan investasi dalam penelitian dasar.
Profesor Balaraman Ravindran, Kepala Pusat AI di IIT Madras, menyoroti kesenjangan investasi riset antara India dan Cina. “Kami memang memiliki penelitian berkualitas tinggi di India, tetapi hanya di beberapa universitas. Mungkin hanya terbatas pada beberapa IIT, IISC, dan IIIT,” tuturnya.
“Namun, di Cina mereka mungkin memiliki 100 institusi dengan level yang sama. Jumlah dana yang diterima oleh universitas top di Cina untuk penelitian fundamental jauh lebih besar dibandingkan dengan seluruh pendanaan akademik di India,” tambahnya.
Pemerintah India tampaknya mulai menyadari pentingnya investasi dalam sektor ini. Untuk tahun fiskal 2025-2026, anggaran pendidikan dan literasi mencapai 78.572 crore, jumlah tertinggi yang pernah dialokasikan untuk Departemen Pendidikan Sekolah dan Literasi. Selain itu, pemerintah juga akan membangun Pusat Unggulan AI dengan investasi 500 crore.
Salah satu tantangan utama dalam pengembangan model AI India adalah ketersediaan dataset berbasis digital. Y Kiran Chandra, pendiri Swecha dan Kepala Viswam AI, menyebut bahwa komunitas dapat berperan dalam mengumpulkan dataset ini.
“Untuk mengatasi hal ini sebagai komunitas, kami telah berhasil mengumpulkan hampir 50 juta token. Kami percaya bahwa membangun model bahasa besar dengan nuansa budaya dan dataset sebanyak 200 juta token sangat mungkin dilakukan,” kata dia. Chandra mengklaim telah melatih 30 ribu mahasiswa musim panas lalu untuk mengumpulkan data dari desa-desa sekitar yang mencerminkan nuansa budaya.
Selain itu, dikutip dari Gizmochina, model AI India juga diklaim lebih hemat biaya dibandingkan model lain yang sudah ada. Model seperti ChatGPT biasanya memerlukan biaya sekitar US$ 3 per jam untuk digunakan, sedangkan model AI India diperkirakan hanya akan menelan biaya sekitar Rs 100 (sekitar US$ 1,15) per jam berkat subsidi pemerintah. Kabar ini muncul tak lama setelah para peneliti dari UC Berkeley berhasil mereplikasi DeepSeek AI hanya dengan biaya US$ 30.
Dengan langkah ini, India dinilai berupaya mengurangi ketergantungan pada teknologi Barat dan membangun sistem AI yang lebih sesuai dengan kebutuhan serta budaya lokal.