Sederet Pernyataan Menteri Hukum atas Rencana Presiden Prabowo Memaafkan Koruptor

16 hours ago 9

PRESIDEN Prabowo Subianto mengatakan ingin memberikan kesempatan kepada koruptor untuk bertobat. Dia menuturkan pemerintah akan memaafkan koruptor yang mengembalikan kerugian negara, dan identitasnya tidak akan dipublikasikan.

“Saya dalam rangka memberi kesempatan, memberi kesempatan untuk tobat. Hei para koruptor atau yang pernah merasa mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kita maafkan. Akan tetapi, kembalikan dong. Nanti kita beri kesempatan cara mengembalikannya,” kata Presiden Prabowo dalam pidatonya di hadapan mahasiswa Indonesia di Gedung Al-Azhar Conference Center, Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, Rabu, 18 Desember 2024.

Pernyataan Presiden Prabowo itu mendapat tanggapan dari berbagai kalangan, termasuk dari Supratman Andi Agtas, kader Partai Gerindra yang menjabat Menteri Hukum.

Menkum: Pengembalian Aset Lebih Baik dari Sekadar Menghukum Koruptor

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan pengembalian aset hasil korupsi (asset recovery) lebih penting daripada sekadar menghukum koruptor. “Kalau asset recovery-nya bisa, pengembalian kerugian negara itu bisa lebih maksimal, itu jauh lebih baik ketimbang sekadar hanya menghukum,” ujarnya di Kantor Kementerian Hukum, Jakarta, Senin, 23 Desember 2024.

Menurut dia, yang terjadi saat ini adalah koruptor dihukum bayar uang pengganti, tetapi nominalnya masih belum bisa sepenuhnya menutup kerugian negara.

“Kan selama ini juga faktanya bahwa, setelah orang dihukum membayar uang pengganti dan lain-lain sebagainya, tetapi tidak sesuai dengan besaran kerugian negara,” ujar Menkum.

Supratman mengatakan pernyataan Presiden tidak serta-merta langsung dilaksanakan. Masih ada beberapa hal yang harus dibahas untuk pelaksanaannya.

“Akan tetapi, Presiden sama sekali pasti tidak menganggap bahwa itu bisa dilakukan serta-merta. Nah, karena itu, teman-teman bisa nanti menunggu langkah konkret selanjutnya setelah diberi arahan kepada kami,” tuturnya.

Pengampunan kepada Koruptor Bukan Berarti Membebaskannya dari Hukuman

Supratman menjelaskan rencana Presiden Prabowo memaafkan pelaku tindak pidana korupsi tidak serta-merta memberikan pengampunan kepada koruptor tanpa pengawasan maupun pertimbangan lembaga negara lainnya.

“Pemberian pengampunan bukan dalam rangka membiarkan pelaku tindak pidana korupsi bisa terbebas. Sama sekali tidak,” kata dia dalam keterangannya pada Selasa, 24 Desember 2024.

Dia mengatakan pemerintah akan mengupayakan hukuman yang maksimal bagi koruptor. Namun, kata dia, presiden tidak menganggap pemberian pengampunan kepada koruptor ini bisa dilakukan serta-merta. Pemberian pengampunan itu pun tetap diawasi oleh lembaga negara lainnya, seperti Mahkamah Agung (MA) atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Presiden perlu meminta pertimbangan MA untuk memberikan grasi, dan meminta pertimbangan DPR untuk memberikan amnesti.

“Perlu ada yang mengawasi sehingga adanya pertimbangan dari kedua institusi,” ujarnya.

Pengampunan Koruptor Bisa Dilakukan Melalui Grasi, Amnesti, atau Abolisi

Menteri Hukum mengatakan pengampunan terhadap koruptor bisa dilakukan dalam bentuk grasi, amnesti, atau abolisi. Pemberian pengampunan tersebut adalah wewenang Presiden Prabowo sebagai kepala negara.

“Tahapannya berbeda-beda, ada yang lewat grasi untuk mengurangi masa hukuman, kemudian ada amnesti untuk mengampuni kesalahan dalam bentuk perbuatan hukumnya, dan ada abolisi dalam pengertian yakni menghentikan proses penuntutan, ataupun proses penentuan perkaranya,” kata Supratman.

Mantan Ketua Badan Legislasi DPR itu menuturkan pernyataan Presiden Prabowo soal pemberian pengampunan kepada koruptor telah diatur dalam undang-undang.

“Yang ingin disampaikan Presiden itu bukan sesuatu hal yang tidak ada dasarnya. Undang-undang Dasar sebagai konstitusi kita yang tertinggi itu memberikan ruang, dan seluruh negara pun menganut yang sama. Kekuasaan untuk memberikan grasi, abolisi, maupun amnesti,” kata dia.

Supratman juga mengatakan pemberian grasi, amnesti, dan abolisi itu sebenarnya adalah sesuatu yang sudah berlangsung lama. Dari sisi sejarahnya, hal itu pertama kali muncul di Prancis, kemudian berkembang dan menjadi upaya bagi kepala negara untuk melakukan proses pengampunan.

Pengampunan Tindak Pidana Juga Dapat Lewat Denda Damai

Supratman juga menyebutkan, selain pengampunan dari presiden, pengampunan bagi pelaku tindak pidana, termasuk koruptor, bisa juga diberikan melalui denda damai. Dia menjelaskan kewenangan denda damai dimiliki oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) karena Undang-Undang tentang Kejaksaan yang baru memungkinkan hal tersebut.

“Tanpa lewat presiden pun memungkinkan memberi pengampunan kepada koruptor karena UU Kejaksaan yang baru memberi ruang kepada Jaksa Agung untuk melakukan upaya denda damai kepada perkara seperti itu,” kata dia dalam keterangan tertulis yang dikonfirmasi di Jakarta pada Rabu, 25 Desember 2024.

Denda damai merupakan penghentian perkara di luar pengadilan dengan membayar denda yang disetujui oleh Jaksa Agung. Denda damai dapat digunakan untuk menangani tindak pidana yang menyebabkan kerugian negara.

Supratman mengatakan implementasi denda damai masih menunggu peraturan turunan dari UU Kejaksaan. Pemerintah dan DPR telah menyepakati peraturan turunannya dalam bentuk Peraturan Jaksa Agung.

Meski demikian, dia menegaskan sekalipun peraturan perundang-undangan memungkinkan pengampunan kepada koruptor, Presiden Prabowo bersikap sangat selektif dan berupaya memberikan hukuman yang maksimal kepada para penyebab kerugian negara tersebut.

Ervana Trikarinaputri dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Ragam Respons atas Pencekalan Eks Menkumham Yasonna Laoly

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |