REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq merefleksikan satu tahun masa jabatannya dengan menekankan dua agenda besar, yaitu percepatan layanan perizinan lingkungan dan penguatan tata kelola kebersihan kota. Hanif menyebut momentum ini sebagai kesempatan untuk mengevaluasi capaian sekaligus merancang strategi baru ke depan.
“Sudah hampir satu tahun sejak saya dilantik menjadi Menteri. Ini momen yang tepat untuk refleksi. Banyak hal yang sudah kita lakukan, tapi jalan kita masih panjang,” ujar Hanif, Senin (20/10).
Salah satu capaian utama yang disoroti Hanif adalah percepatan proses persetujuan lingkungan, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). Ia menyebut proses yang dulunya dikenal lama dan mahal kini bisa diselesaikan maksimal dalam 58 hari.
“Dulu kalau kita pernah dengar Amdal ini lama, tebal, dan mahal, hari ini mestinya dapat cepat selesai. Jadi kita hanya memberikan waktu paling lama 58 hari proses Amdal ini harus selesai,” katanya.
Percepatan ini, menurut Hanif, menjadi langkah penting untuk menghapus persepsi negatif bahwa perizinan lingkungan di Indonesia menghambat investasi. Efisiensi waktu penyelesaian Amdal kini meningkat hingga 75 persen tanpa mengurangi kualitas ilmiahnya.
“Persetujuan lingkungan adalah tulang punggung izin usaha. Maka percepatan ini mutlak dilakukan, tapi tetap menjaga nilai saintifiknya,” tegasnya.
Pemerintah menargetkan seluruh proses persetujuan lingkungan akan terintegrasi secara nasional pada akhir 2025. “Kami ingin seluruh pemerintah daerah sudah masuk dalam sistem ini paling lambat Desember 2025, sehingga mulai Januari 2026 semua persetujuan lingkungan di Indonesia bisa dikontrol secara transparan,” ujarnya.
Meski terjadi kemajuan signifikan dalam aspek administrasi, Hanif menilai tata kelola kebersihan kota masih menjadi pekerjaan rumah besar. Ia menyoroti rendahnya skor kebersihan kota berdasarkan indeks penilaian yang dilakukan Kementerian.
“Hampir seluruh kota masih dalam kategori kotor, di bawah skor 50. Hanya beberapa seperti Surabaya, Ciamis, dan Banyumas yang nilainya di atas itu,” ungkapnya.
Sebagai respons, pemerintah menetapkan lebih dari 260 kabupaten dan kota dalam status darurat sampah sesuai Peraturan Presiden Nomor 110. Langkah ini diharapkan mempercepat penanganan sampah sekaligus meningkatkan kapasitas pengelolaan di tingkat daerah.
“Status darurat sampah ini bukan untuk menakuti, tapi untuk memastikan seluruh upaya penanganan dilakukan lebih serius,” jelas Hanif.
Hanif menegaskan pentingnya peran pemerintah daerah dalam pengawasan dan pembinaan melalui instrumen seperti indeks tata lingkungan dan program Adipura. Selain itu, Kementerian juga terus menggerakkan program lain seperti Adiwiyata, Nirwasita Tantra, dan Kalpataru untuk mendorong partisipasi masyarakat dan sektor swasta.
“Kita tidak bisa mengandalkan sumber daya kementerian saja. Perlu engagement dari semua pihak,” ujarnya.
Kinerja industri juga mendapat perhatian melalui program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan (PROPER). Saat ini, program tersebut mencakup 550 unit industri dari total 46 ribu unit usaha yang terdaftar. Pemerintah akan terus mendorong peningkatan jumlah industri yang masuk ke dalam sistem penilaian tersebut.