TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Next Policy Yusuf Wibisono menilai Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12 persen yang berlaku pada Januari 2025 merupakan kebijakan yang berisiko tinggi. Dalam simulasi Next Policy, kenaikan beban PPN yang ditanggung konsumen rumah tangga pada 2024 dengan tarif 11 persen sekitar Rp 24,1 triliun. Jumlah itu akan meningkat apabila dikenai tarif 12 persen menjadi Rp 64,6 triliun.
“Dengan potensi kenaikan penerimaan PPN yang tidak terlalu besar, kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen adalah kebijakan yang beresiko tinggi,” kata Yusuf dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis, 26 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam simulasi jumlah konsumen 276,8 juta orang yang berasal dari lima kelompok kelas ekonomi konsumen, seperti miskin, rentan miskin, calon kelas menengah, kelas menengah, dan kelas atas, estimasi beban yang ditanggung konsumen juga naik. Pada 2024 dengan tarif 11 persen, total beban seluruh konsumen sebesar Rp 318,35 triliun, sedangkan pada 2025 dengan tarif PPN 12 persen beban itu meningkat menjadi Rp 382,99 triliun.
Selain itu, hasil simulasi ini juga menunjukkan bahwa beban PPN terbesar justru ditanggung oleh kelas menengah. Dari estimasi total beban PPN Rp 294,2 triliun pada 2023, sekitar 40,8 persen atau senilai Rp 120,2 triliun dibayar oleh kelas menengah, yang hanya mencakup 18,8 persen dari total jumlah penduduk.
“Kelas menengah yang sudah mengalami tekanan ekonomi besar akan semakin tergerus oleh kebijakan ini,” kata Yusuf.
Selain itu, Yusuf menyebut kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen ini juga akan melemahkan ketahanan ekonomi sebagian besar masyarakat yang kondisinya semakin rapuh, bahkan kelas menengah yang memiliki ketahanan ekonomi tinggi. Pasca kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen pada 2022 menunjukkan penyusutan jumlah penduduk kelas menengah dari 56,2 juta orang atau 20,68 persen pada Maret 2021 menjadi 52,1 juta orang atau 18,83 persen) pada Maret 2023.
"Penduduk kelas menengah ini jatuh ke kelas ekonomi yang lebih rendah dengan ketahanan ekonomi yang semakin lemah," kata Yusuf.
Selain itu, Yusuf memperingatkan bahwa kenaikan tarif PPN akan mendorong inflasi yang tidak akan ringan. “PPN berlaku secara masif pada mayoritas barang dan jasa, sehingga kenaikan tarif ini akan memberikan tekanan psikologis pada harga barang secara umum,” katanya.
Bahkan barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan dan listrik pelanggan rumah tangga, yang selama ini dibebaskan PPN, kini akan terkena PPN 12 persen ketika dipandang pemerintah tergolong mewah. Misalnya, pakaian, sabun, pulsa internet, hingga transaksi uang elektrobik.
"Tekanan kenaikan tarif PPN pada tergerusnya daya beli masyarakat karena banyaknya barang dan jasa yang secara resmi bukan kebutuhan pokok namun secara empiris telah menjadi kebutuhan pokok,” kata dia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kenaikan tarif pajak dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk menjaga daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi. Peningkatan tax ratio, kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, menjadi salah satu fokus pemerintah memperkuat basis penerimaan negara.
Dalam konferensi pers bertajuk "Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan" yang diadakan di Jakarta pada Senin, 16 Desember 2024, Sri Mulyani mengatakan tarif PPN 12 persen yang akan diterapkan pada tahun depan juga dianggap sebagai langkah strategis dalam meningkatkan kontribusi pajak terhadap produk domestik bruto (PDB).
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam kesempatan yang sama, menyatakan salah satu alasan tarif PPN menjadi 12 persen adalah program makan bergizi gratis yang resmi berlaku pada 1 Januari 2025. Airlangga mengklaim PPN 12 persen bisa meningkatkan pendapatan negara sehingga dapat mendukung prioritas pemerintahan Prabowo di bidang pangan dan energi.
"Di samping itu, untuk berbagai program infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial. Juga program yang terkait dengan makan bergizi gratis," kata mantan Ketua Umum Partai Golkar itu.
Daniel A. Fajrie berkontribusi dalam penulisan artikel ini