Soal Pejabat BUMN Bukan Penyelenggara Negara, Ini Reaksi KPK dan DPR

3 hours ago 9

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mengkaji Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara atau UU BUMN. KPK menyatakan kajian undang-undang yang berlaku sejak 24 Februari 2025 itu dibutuhkan karena Pasal 9G UU BUMN menyebutkan anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN bukan penyelenggara negara.

Dengan adanya ketentuan itu, maka KPK tidak lagi memiliki kewenangan mengawasi BUMN, terutama yang berkaitan dengan penanganan korupsi.

Karena itu KPK membutuhkan kajian agar dalam melaksanakan tugas nanti tidak menyalahi aturan. "Untuk melihat bagaimana kaitannya undang-undang tersebut dengan dengan tugas, fungsi dan kewenangan KPK," ucap anggota tim juru bicara KPK Budi Prasetyo pada Senin, 5 Mei 2025.

Adapun KPK bekerja berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 11 ayat 1 undang-undang itu menyebutkan KPK berwenang menangani korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain berkaitan.

Penyelenggara negara menurut Pasal 1 ayat (2) dalam UU tersebut adalah pejabat yang menjalankan kekuasaan eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugasnya berkaitan dengan penyelenggara negara. Sehingga, direksi dan komisaris BUMN masuk di dalamnya.

Lantas, apakah pengurus BUMN tak dapat ditindak oleh KPK meski hasil revisi UU BUMN menyatakan mereka bukan penyelenggara negara?

KPK Sebut Pejabat BUMN Adalah Penyelenggara Negara

Ketua KPK Setyo Budiyanto menyoroti Pasal 9G UU BUMN, yang menyebutkan anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN bukan penyelenggara negara. Dia menilai pasal itu bertentangan dengan ruang lingkup penyelenggara negara. 

Selama ini, kata dia, lingkup penyelenggara negara tertuang pada Pasal 1 angka 1, Pasal 2 angka 7 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). “Keberadaan UU Nomor 28 Tahun 1999 merupakan hukum administrasi khusus berkenaan dengan pengaturan penyelenggara negara, yang memang bertujuan untuk mengurangi adanya KKN,” ucapnya dalam keterangan tertulis pada Rabu, 7 Mei 2025.

Dia juga menilai status penyelenggara negara tidak hilang ketika seseorang menjadi pengurus BUMN. Pemaknaan ini, kata Setyo, terdapat pada penjelasan di Pasal 9G UU BUMN yang berbunyi, “Tidak dimaknai bahwa bukan merupakan penyelenggara negara yang menjadi pengurus BUMN statusnya sebagai penyelenggara negara akan hilang”.

“Dengan demikian, KPK berkesimpulan bahwa anggota direksi atau dewan komisaris, atau dewan pengawas BUMN tetap merupakan penyelenggara negara sesuai UU Nomor 28 Tahun 1999,” katanya.

Setyo juga mengatakan terdapat kewajiban yang harus dilakukan penyelenggara negara terhadap KPK, yaitu membuat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) maupun penerimaan gratifikasi.

KPK Pastikan Tetap Berwenang Menindak Kasus Korupsi di BUMN

Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan lembaganya tetap memiliki kewenangan menindak kasus korupsi di BUMN. “KPK berpandangan bahwa komisi tetap memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh direksi atau komisaris atau pengawas di BUMN,” kata Setyo.

Meski telah ada UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN, dalam konteks hukum pidana, Setyo menyebutkan status jajaran direksi tersebut masih tetap sebagai penyelenggara negara. Dia mengatakan selama terdapat kerugian di BUMN, akan tetap menjadi kerugian negara. “Sepanjang terdapat perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang atau penyimpangan atas prinsip Business Judgment Rule (BJR),” ucapnya.

Setyo mengatakan kewenangan KPK untuk tetap bisa menindak kasus korupsi di BUMN juga sejalan dengan Pasal 11 ayat 1 huruf a dan b UU Nomor 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dia berujar wewenang tersebut juga terdapat pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 62/PUU-XVII/2019.

Menurut dia, KPK akan mengacu pada putusan MK tersebut. “Telah diputuskan oleh Majelis Hakim MK bahwa konstitusionalitas keuangan negara yang dipisahkan tetap merupakan bagian dari keuangan negara, termasuk dalam hal ini BUMN yang merupakan derivasi penguasaan negara,” kata Setyo. “Dengan demikian, segala pengaturan di bawah Undang-Undang Dasar NRI 1945 tidak boleh menyimpang dari tafsir konstitusi MK.”

Dia menilai, dalam keputusan MK ini, terdapat kata “dan/atau” pada pasal 11 ayat 1 UU Nomor 19 tahun 2019 yang dapat diartikan secara kumulatif maupun alternatif. “Artinya, KPK bisa menangani kasus korupsi di BUMN jika ada penyelenggara negara, ada kerugian keuangan negara, atau keduanya,” tutur Setyo.

Penindakan terhadap kasus korupsi di BUMN, kata dia, adalah upaya agar perusahaan negara dapat melakukan tata kelola yang baik. Sehingga, kata Setyo, pengelolaan BUMN bertujuan menyejahterakan rakyat. “Pengelolaan BUMN sebagai kepanjangan tangan negara yang bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dapat tercapai,” ujarnya.

Anggota DPR: Pengurus BUMN Tidak Kebal Hukum

Anggota Komisi VI DPR Asep Wahyuwijaya mengatakan pengurus dan manajemen BUMN tidak kebal hukum, sehingga aparat penegak hukum tetap menindaklanjuti jika ada laporan penyimpangan atau pelanggaran hukum.

Seperti dikutip dari Antara pada Kamis, 8 Mei 2025, Asep menyebutkan direksi, komisaris, dan pengawas BUMN tetap bisa kena delik tindak pidana korupsi jika melakukan penyimpangan atas uang negara yang mereka kelola.

Dia mencontohkan, uang negara yang diberikan kepada PLN dan Pertamina sebagai subsidi untuk rakyat, misalnya, jika pengurus dan manajemen kedua BUMN tersebut melakukan penyimpangan atas uang negara itu, maka mereka bisa kena delik tipikor.

Politikus Partai NasDem itu menuturkan pengurus dan manajemen BUMN yang tidak mengelola uang negara secara langsung tetap bisa kena delik pidana jika melanggar prinsip-prinsip Business Judgement Rule.

Prinsip ini, kata dia, menuntut agar direksi dan komisaris BUMN dalam mengambil keputusan dan kebijakannya harus dengan iktikad baik untuk kemajuan perusahaan, berhati-hati, dan tidak terlibat dalam konflik kepentingan.

Asep mengatakan, jika BUMN tersebut rugi karena melanggar prinsip-prinsip tersebut, direksi, komisaris, dan pengawas BUMN tersebut bisa kena delik hukum juga. “Kejaksaan dan kepolisian bisa saja menindaklanjuti temuannya, dan Kementerian BUMN, DPR, dan siapa pun bisa melaporkan hal itu kepada aparat penegak hukum,” kata Asep di Cibinong, Kabupaten Bogor, Kamis.

Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: 7 Nama Paus Paling Populer Sepanjang Sejarah Gereja Katolik

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |