Kilas Balik MK Tolak Gugatan Batas Usia Pelamar Kerja, Kini Menaker Minta Tak Ada Diskriminasi

4 hours ago 8

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli berharap tidak ada diskriminasi usia dalam proses melamar kerja. Menurut dia, semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk bekerja.

“Kami ingin tidak ada diskriminasi. Kami ingin semua lapangan kerja terbuka buat siapa pun,” kata Yassierli usai acara Quo Vadis Ojek Online: Status, Perlindungan, dan Masa Depan di Jakarta, Kamis, 8 Mei 2025, seperti dikutip dari Antara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia menyebut Kemnaker akan menyisir peraturan terkait hambatan-hambatan yang serupa dengan batas usia kerja. Tujuannya untuk memperluas kesempatan bagi masyarakat ingin mencari pekerjaan. 

“Sehingga semua mendapatkan kesempatan yang sama untuk bekerja,” ucap Yassierli. Pernyataan tersebut disampaikannya terkait keputusan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur yang menerbitkan surat edaran (SE) melarang praktik diskriminasi usia dalam kegiatan rekrutmen tenaga kerja. 

Sebelumnya, praktik ketentuan batas usia dalam proses melamar kerja telah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan tersebut diajukan oleh seorang karyawan swasta bernama Leonardo Olefins Hamonangan. 

Pemohon menguji konstitusionalitas Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan). Bunyi dari Pasal tersebut, yaitu “Pemberi kerja yang memerlukan tenaga dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan tenaga kerja”. 

Menurut Leonardo, Pasal 35 ayat (1) UU Ketenagakerjaan memberikan kekuasaan kepada perusahaan untuk menetapkan persyaratan lowongan kerja. Dia mendalilkan bahwa Pasal tersebut berpotensi menormalisasi pengusaha untuk menentukan persyaratan yang diskriminatif, seperti mencantumkan batas usia maksimal, latar belakang pendidikan, dan pengalaman kerja. 

Leonardo menilai syarat lowongan kerja seperti itu membuat dirinya dan calon pekerja lain menemui hambatan lantaran tidak memenuhi kualifikasi awal. Dia menyebut persyaratan kerja yang diskriminatif telah merenggut hak asasi manusia (HAM) dan menambah jumlah pengangguran di Indonesia. 

Adapun MK memutuskan untuk menolak permohonan uji materi Pasal 35 ayat (1) UU Ketenagakerjaan yang diajukan oleh Leonardo. Dalam pertimbangan hukumnya, MK menjelaskan pengertian diskriminasi terhadap HAM telah diatur dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM). 

Berdasarkan Pasal UU HAM tersebut, diskriminasi terjadi jika ada pembatasan, pengucilan, atau pelecehan yang didasarkan pada perbedaan manusia terhadap suku, agama, ras, etnik, kelompok, golongan, status ekonomi, status sosial, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik. Dengan demikian, MK memandang istilah diskriminasi tidak termasuk batas usia maksimal, latar belakang pendidikan, dan pengalaman kerja. 

Tak hanya itu, MK juga menyatakan bahwa Pasal 32 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan telah menyebutkan penempatan tenaga kerja harus diatur sedemikian rupa, sehingga melindungi hak-hak mendasar bagi tenaga kerja. Terlebih lagi, Pasal 5 UU Ketenagakerjaan juga telah mengatur larangan diskriminasi bagi tenaga kerja. 

“Dengan demikian, permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum,” ujar Hakim Konstitusi Arief Hidayat ketika membacakan pertimbangan hukum MK di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Selasa, 30 Juli 2024. 

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |