Taufik Nurrohim Sebut Negara Harus Hadir dalam Penguatan Pesantren

4 hours ago 6

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Taufik Nurrohim menegaskan, negara memiliki tanggung jawab moral sekaligus konstitusional untuk memastikan keadilan bagi pesantren di seluruh Indonesia, terutama di Jawa Barat yang menjadi provinsi dengan jumlah pesantren terbanyak di Tanah Air.

Berdasarkan data Kementerian Agama tahun 2023, Jawa Barat tercatat memiliki 12.014 pondok pesantren aktif dengan lebih dari 1,8 juta santri dan sekitar 105 ribu tenaga pengajar. Angka tersebut, menurut Taufik, bukan sekadar statistik, tetapi potret kekuatan sosial dan spiritual yang menjaga akhlak bangsa.

“Pesantren adalah benteng moral terbesar yang dimiliki Jawa Barat. Mereka menjaga karakter bangsa dari akar rumput,” ujar Taufik, Kamis (23/10/2025).

Meski berbagai regulasi nasional telah hadir mulai dari UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, Perpres Nomor 82 Tahun 2021, hingga Perpres Nomor 111 Tahun 2021 tentang Pendanaan Pendidikan Keagamaan tetapi implementasinya di tingkat daerah dinilai masih jauh dari prinsip keadilan fiskal.

“Negara wajib hadir bukan sebagai pengawas, tetapi sebagai penguat. Dukungan fiskal bagi pesantren masih timpang, terutama di daerah miskin dan tertinggal,” tegasnya.

Taufik menilai, Jawa Barat sudah memiliki instrumen hukum yang jelas berupa Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur tentang Fasilitasi Penyelenggaraan Pesantren.

Namun, menurutnya, keberpihakan riil baru akan terasa jika aturan tersebut diterjemahkan dalam bentuk kebijakan anggaran.

“Keberpihakan terhadap pesantren tidak cukup berhenti pada regulasi. Ia harus hadir dalam bentuk anggaran yang nyata di APBD,” ungkapnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, program fasilitasi pesantren seharusnya mencakup tiga dimensi utama penguatan kelembagaan, pemberdayaan ekonomi pesantren, serta peningkatan kapasitas SDM santri dan tenaga pengajar.

“APBD harus menjadi wujud nyata kehadiran negara bagi lembaga keagamaan yang selama ini menghidupi masyarakat dari bawah,” tutur Taufik.

Menurutnya, Perda dan Pergub Pesantren telah memberikan dasar hukum kuat bagi pemerintah provinsi untuk mengarahkan kebijakan pembangunan melalui tiga pendekatan strategis yakni rekognisi, redistribusi, dan reorientasi.

“Rekognisi berarti pengakuan terhadap pesantren sebagai pusat modal sosial bangsa, redistribusi berarti pemerataan dukungan fiskal bagi pesantren di daerah tertinggal dan reorientasi berarti menempatkan pembangunan manusia di atas pembangunan fisik,” jelasnya.

Lebih jauh Taufik menjelaskan, pesantren bukan hanya lembaga pendidikan agama, tetapi juga bagian penting dari ekosistem moral dan sosial di Jawa Barat. Pesantren, menurutnya, menjadi ruang hidup bagi nilai-nilai Pancasila yang diterjemahkan dalam praktik ekonomi dan sosial sehari-hari.

“Pesantren adalah wajah ekonomi moral Pancasila yang hidup. Mereka tidak bergantung pada subsidi besar, tapi terus menjadi benteng spiritual dan kebudayaan rakyat,” katanya.

Ia menambahkan, pemberdayaan pesantren juga dapat menjadi jembatan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian nilai-nilai kebangsaan.

“Pesantren bukan sekadar tempat belajar agama. Ia adalah komunitas yang menanamkan kemandirian, etos kerja, serta solidaritas sosial yang tidak dimiliki lembaga modern manapun,” pungkas Taufik.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |