TEMPO.CO, Bandung - Saat ini, Pasar Cihapit dikenal sebagai pasar yang nyaman serta lokasi yang tepat untuk berburu kuliner. Jauh sebelum itu, saat Belanda masih menduduki Indonesia, daerah Cihapit, Bandung, Jawa Barat adalah sebuah kompleks perumahan yang dibangun dengan konsep lingkungan sehat. Kompleks tersebut dibangun pada 1920-an dan dihuni oleh warga pribumi dan Belanda dari golongan menengah.
Pada 1942 saat kekuasaan Indonesia diambil oleh Jepang, kompleks perumahan Cihapit dijadikan kamp tawanan perempuan dan anak-anak Belanda serta Eropa lainnya. Dalam buku Bandung: Citra sebuah Kota karya Robert P. G. A Voskuil disebutkan bahwa kamp tersebut dibuat dengan beberapa bangunan yang berbatasan dengan Jalan Riau, Jalan Cihapit, Jalan Supratman, Jalan Ciliwung, dan Jalan Jenderal Ahmad Yani.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kamp Cihapit atau dikenal kamp Bunsho II, saat awal dibuka pada November 1942 dijadikan tempat untuk mengurung 14 ribu warga Belanda dan Eropa. Rumah berukuran kecil yang ada di tempat itu dihuni oleh 20 orang dan membuat tawanan harus hidup berhimpitan. Waktu kamp ini akan ditutup pada 1944, jumlah tawanan yang ada sebanyak 10 ribu orang. Tawanan itu kemudian dipindahkan ke berbagai kamp lain di Jakarta, Bogor, dan Jawa Tengah.
Meski dikurung, para tahanan masih diberi izin untuk berkomunikasi dengan keluarga melalui surat. Banyak ketentuan yang harus dipatuhi saat akan membuat surat, tidak lebih dari 25 kata, tidak menuliskan tanggal, tidak menyebutkan nama kamp, jangan menyampaikan kondisi tidak sehat, atau memberitahu informasi buruk. Isi dari surat harus mengenai berita baik.
Penjual memasarkan dagangannya di Gang Senggol, Pasar Cihapit, Bandung, Jawa Barat, Kamis 23 Januari 2025. Tempo/Nia Nur Fadillah.
Berevolusi menjadi pasar tradisional dan wisata kuliner
Setelah Jepang menyerah dan Indonesia merdeka pada 1945, beberapa tahun setelah itu tepatnya 1947 Pasar Cihapit dibangun. Pasar tersebut berdiri di atas tanah merah lapangan terbuka. Pasar ini mengalami perbaikan dan revitalisasi pada 2014, sepi pengunjung karena pandemi Covid-19, hingga akhirnya menjadi tempat kuliner di Bandung.
Jalan utama untuk masuk ke Pasar ini adalah dengan melalui gang senggol yang berukuran dua meter. Selain akses masuk, gang ini dijadikan tempat bagi pedagang untuk menjual dagangannya. Setelah melalui gang senggol, pengunjung akan melihat area dalam yang lebih luas. Di area ini terdapat kios-kios berjajar menjual berbagai macam kebutuhan sehari-hari, mulai dari sayuran, buah-buahan, sembako, ikan, hingga daging ayam dan daging sapi.
Penjual memasarkan dagangannya di Gang Senggol, Pasar Cihapit, Bandung, Jawa Barat, Kamis 23 Januari 2025. Tempo/Nia Nur Fadillah.
Waktu terus bergulir hingga pedagang dihadapkan pada pandemi Covid-19. Pasar menjadi sepi, omset terus anjlok, dan membuat pedagang kebingungan serta putus asa. Untuk mempertahankan pasar dan membantu penjualan pedagang, pada 2021 pihak pengelola pasar bekerja sama dengan Gojek-Tokopedia (Goto) untuk menjual barang melalui online shopping.
“Sejak covid jualan tuh pake aplikasi. yang belanja tuh gojek-gojek gitu. Jadi Ibu tuh ngeladenin gojek. Pembeli itu kan jarang, orang yang pake seragam hijau aja yang datang. Tapi kalau sekarang mah udah enggak ada, ibu enggak pake lagi,” kata Tutirin seorang pedagang yang berjualan di Pasar Cihapit sejak 1973, Kamis, 23 Januari 2025. Hanya saja, pedagang tetap mempertahankan pilihan pembayaran yang bisa dilakukan melalui QRIS, transfer bank, dan cash.
Melihat banyak perubahan yang dialami pasar ini. Tutirin menuturkan sebelum Covid-19 kios-kios dipenuhi dengan pedagang sembako dan kebutuhan dapur. Namun, saat diterpa pandemi, banyak pedagang yang memilih tutup secara permanen. Kemudian, setelah pandemi berakhir toko yang tutup mulai diisi oleh pelaku usaha makanan yang memiliki konsep modern.
Hingga saat ini, datang ke Pasar Cihapit tidak hanya untuk membeli kebutuhan dapur, tapi sekalian berburu kuliner. Makanan yang dijual beragam mulai dari cemilan hingga makanan berat, ada batagor, bakmi, ramen, kukis, bakso, warung nasi, dan warung kopi. Pengunjung bisa menemukan toko-toko tersebut di area belakang pasar.
NIA NUR FADILLAH | Komunitas Aleut | Robert P. G. A Voskuil