TEMPO.CO, Jakarta - Warga Rempang menilai kebijakan transmigrasi lokal di kawasan Rempang hanya sekadar penghalusan bahasa penggusuran. “Intinya untuk pemerintah apapun bentuknya, baik itu relokasi, digusur, baik itu transmigrasi lokal, Kami mau kampung halaman kami,” ujar Miswadi warga Rempang dalam diskusi bersama Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) via zoom meet, Sabtu, 29 Maret 2025.
Wacana penetapan Rempang menjadi kawasan transmigrasi diungkap oleh Menteri Transmigrasi Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara. Rencana itu diklaim telah mendapat restu dari Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Iftitah mengatakan, ide penetapan Rempang sebagai kawasan transmigrasi sudah dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Rencananya penetapan akan dilakukan pada akhir Maret atau awal April 2025.
Usulan transmigrasi lokal ini muncul setelah proyek Rempang Eco City mandek karena mendapat penolakan warga. Sebagian warga menolak untuk dipindahkan.
Selain memfasilitasi migrasi warga, pemerintah juga akan membantu migrasi ekonomi, termasuk memfasilitasi warga yang tidak mau menjadi pekerja di pabrik dan tetap ingin jadi nelayan. “Masyarakat yang tidak mau kerja di pabrik karena dia nelayan, bagus. Tetap saja melaut, nanti kami akan bantu ekosistem untuk keperikanan dan maritim, kami sediakan kapal untuk nelayan,” ujar Iftitah di Kementerian Transmigrasi pada Senin, 24 Maret 2025.
Solusi transmigrasi lokal itu disampaikan oleh Iftitah dalam rapat bersama Komisi V DPR RI pada Kamis, 13 Maret 2025. Masyarakat yang terkena proyek Rempang Eco City bakal dipindahkan ke Tanjung Banon, yang jaraknya sekitar 3 kilometer pemukiman warga.
Pada era pemerintahan Jokowi, Rempang Eco City masuk ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Pada era Prabowo, proyek itu dikeluarkan dari PSN karena menuai banyak konflik dengan warga.
Melalui proyek ini, pemerintah akan menyiapkan Pulau Rempang sebagai kawasan industri, perdagangan, hingga wisata terintegrasi. Iftitah menyampaikan, penetapan Rempang sebagai kawasan transmigrasi tidak lepas dari adanya potensi industri pasir silika yang bisa dibangun. Selain itu, sudah ada investor dari Xinyi Group yang akan memberi investasi awal sebesar Rp 198 triliun.
Menanggapi rencana itu, Miswadi khawatir bila proyek eco city yang dibuat pemerintah akan berdampak negatif kepada lingkungan, termasuk penghasilan nelayan. Ihwal rencana pembangunan pabrik pasir silika, ia menduga pasir itu akan diambil dari laut mereka.
Miswadi menyatakan, masyarakat Rempang tetap menolak untuk angkat kaki dari kampung halamannya. “Dari dulu sampai sekarang pemerintah tidak bosan membodohi masyarakat. Dulu mengatakan masyarakat akan digusur, lalu jadi relokasi, kini Menteri baru bikin transmigrasi lokal. Kami mau dibodohi ya? Kata-kata mau dihaluskan, supaya masyarakat mau dan tergiur,” ujar dia.
Menurutnya transmigrasi lokal bukan solusi atas konflik panjang masyarakat Rempang menolak proyek eco city. Miswadi juga khawatir pabrik yang akan dibangun di wilayahnya itu akan mencemari laut dan berdampak ke penghasilan nelayan. “Laut ini sensitif, dia kan hidup,” ujarnya.
Riri Rahayu berkontribusi di tulisan ini.Pilihan Editor: Ramadan di Penjara: Ketika Narapidana Jadi Santri