Waspada Deepfake Mencatut Tokoh Publik untuk Menipu

4 hours ago 13

Halo, pembaca nawala Cek Fakta Tempo!

Saat asyik berselancar di media sosial, apakah Anda pernah tiba-tiba mendapati video Presiden Prabowo berpidato membawa kabar gembira seputar bansos atau uang secara cuma-cuma? Suaranya mirip, ekspresi wajahnya terkesan natural, dan momennya bertepatan ketika Anda sedang membutuhkan pendapatan tambahan. Eits tapi hati-hati! Itu bukan presiden betulan, melainkan hasil rekayasa deepfake yang semakin canggih. Para penipu kini piawai memanipulasi kondisi psikologis kita dengan memanfaatkan kecerdasan buatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.

Waspada Deepfake Mencatut Tokoh Publik untuk Menipu

Fenomena penipuan berbasis deepfake bukan lagi sekadar isapan jempol atau dongeng belaka. Dampak yang ditimbulkan oleh penipuan deepfake pun, benar-benar nyata. Contohnya pada Februari lalu, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menetapkan tersangka berinisial JS (25) dalam kasus penipuan menggunakan video manipulasi Presiden Prabowo.

Melalui akun Instagram @indoberbagi2025 dengan hampir 9.400 pengikut, JS menyebarkan video deepfake berisi ajakan mendaftar program bantuan pemerintah palsu. Tidak main-main, sekitar 100 orang dari 20 provinsi—mayoritas dari Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Papua—terjebak penipuan tersebut.

Menurut VIDA, penyedia layanan identitas dan verifikasi digital, kejahatan deepfake diprediksi akan semakin meningkat. Niki Luhur, CEO Grup VIDA, menjelaskan bahwa teknologi deepfake kini semakin mudah dibuat dengan alat berbasis Artificial Intelligence (AI). Bahkan pelaku kejahatan sudah bisa membeli aplikasi malware hanya bermodal sekitar Rp500 ribu. Tujuannya untuk mencuri data pribadi dari ponsel korban yang kemudian digunakan untuk membuat manipulasi gambar dan video.

Tim Cek Fakta Tempo mencatat lonjakan signifikan konten deepfake sepanjang 2024, dengan 71 konten teridentifikasi. Angka ini meningkat drastis dibandingkan tahun 2023 yang hanya 5 konten. Konten-konten ini disalahgunakan untuk berbagai kepentingan: dari promosi obat-obatan, judi online, penipuan, hingga manipulasi selama masa pemilu.

Bentuk penyalahgunaan deepfake pun semakin beragam. Untuk disinformasi kesehatan, pelaku mengubah audio para influencer—mulai dari selebriti, mantan menteri kesehatan, hingga presenter televisi—seolah-olah mereka memberikan testimoni produk. Sedangkan untuk penipuan finansial, deepfake mencatut nama tokoh publik seperti presenter berbagai stasiun televisi, pendakwah Dennis Lim, hingga selebriti seperti Ariel Noah dan Raffi Ahmad untuk menawarkan bantuan sosial atau hadiah palsu.

Berdasarkan pengamatan Tempo, penipuan dengan modus bagi-bagi uang yang mencatut nama pejabat menjadi marak berkat teknologi kecerdasan buatan. Ini bisa dilihat dari cara si penipu berupaya menampilkan visual kontennya semeyakinkan mungkin. Bisa kita perhatikan, di tahun 2023 hoaks Jokowi bagi-bagi bansos ini hanya memperlihatkan kompilasi video dan foto tanpa suara. 

Lalu tahun 2024, para penipu hoaks makin lihai memanfaatkan aplikasi AI generatif dengan membuat konten Menkeu Sri Mulyani maupun Presiden Prabowo Subianto seolah-olah berbicara betulan. Namun polanya tetap sama: kita akan digiring menghubungi nomor WhatsApp yang tertera, atau diminta bergabung ke aplikasi perpesanan seperti grup Telegram.

Persoalan literasi digital yang kurang di tengah masyarakat, menjadi penyebab penipuan deepfake ini masih terus menelan korban. Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi menyebutkan bahwa tantangan utama menghadapi deepfake adalah kesulitan membedakan konten asli dan manipulasi. "Sayangnya memang modus baru kejahatan ini kurang disampaikan kepada masyarakat sehingga yang jadi korban banyak dan ke depan bukan tidak mungkin bertambah," ujarnya.

Melindungi diri dengan cara mendeteksi penipuan deepfake

Agar terhindar dari penipuan menggunakan teknologi deepfake, kita perlu mempersenjatai diri dengan setidaknya dua skill, yakni mengenali modus-modus penipuannya dan mendeteksi manipulasi teknologinya. Tanpa salah satu dari kemampuan penting ini, Anda bisa lengah dan terjebak.

Pertama, penipuan modus bagi-bagi uang atau hadiah, adalah hoaks abadi. Ditinjau dari ilmu psikologi, emosi memainkan peran yang besar sehingga kita cenderung tertarik dengan apapun yang berbau gratis. Maka, Anda harus waspada dan skeptis jika diminta mengklik tautan maupun mengunduh aplikasi tertentu dari Playstore, atau menghubungi nomor WhatsApp tidak resmi, maupun dari akun media sosial atau situs tidak kredibel/tidak resmi. 

Kedua, teknologi deepfake kerap terlalu sempurna untuk menjadi kenyataan (too good to be true), sehingga akan terasa janggal. Untuk kemampuan ini, Anda harus jeli dan mempertajam intuisi. Perhatikan gerakan bibir dan ekspresi wajah yang tidak selaras dengan ucapan, termasuk perubahan intonasi mendadak atau suara yang terdengar seperti robot.

Selain itu, Anda bisa menggunakan alat pengecekan keaslian gambar atau video yang tersedia di internet seperti Hive AI, AI or Not, dan sebagainya untuk memastikan bahwa konten tersebut bukan hasil manipulasi AI. Untuk penjelasan langkah-langkah selengkapnya, simak di unggahan Instagram Cek Fakta ini. Jika belum yakin, Anda bisa bertanya ke WhatsApp chatbot Cek Fakta Tempo di sini.

Mari senantiasa meningkatkan literasi digital. Ingat, kita perlu berhati-hati saat membagikan informasi pribadi dan selalu menerapkan autentikasi dua faktor untuk semua akun penting. 

Ada Apa Pekan Ini?

Dalam sepekan terakhir, klaim yang beredar di media sosial memiliki beragam isu. Buka tautannya ke kanal Cek Fakta Tempo untuk membaca hasil periksa fakta berikut:

Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini. Ingin mengecek fakta dari informasi atau klaim yang anda terima? Hubungi Tipline kami.

Ikuti kami di media sosial:

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |