10 Diktator Paling Kejam di Dunia yang Jarang Diketahui, Ada dari Asia

3 weeks ago 13

TEMPO.CO, Jakarta -Diktator dalam sistem perpolitikan modern adalah seseorang yang mempunyai kekuasaan politik absolut di suatu negara atau wilayah. Istilah diktator berasal dari gelar Latin di Republik Romawi yang merujuk pada hakim sementara yang diberi kuasa luar biasa untuk menangani krisis negara. 

Namun, menurut Britannica, diktator modern lebih menyerupai tiran kuno daripada diktator kuno. Diktator biasanya menggunakan kekerasan untuk mendapatkan kekuasaan politik yang dipertahankan melalui intimidasi, teror, dan penindasan kebebasan hak warga sipil. 

Diktator juga mungkin menggunakan teknik propaganda untuk mempertahankan dukungan publik. Lantas, siapa saja pemimpin diktator paling kejam di dunia? 

Daftar Diktator Paling Kejam di Dunia

Melansir Business Insider, berikut 10 diktator brutal yang jarang dikenal: 

1. Francisco Solano Lopez

Presiden dan pemimpin militer Paraguay, Francisco Solano Lopez menjadi salah satu tokoh yang dihormati selama beberapa dekade setelah kematiannya. Namun, dia dikenal tidak bijaksana karena memprovokasi negara tetangga, Brasil dan Argentina untuk ikut campur dalam perang saudara di Uruguay pada 1860-an. 

Setelah perang berakhir, Lopez menolak persyaratan perdamaian yang ditawarkan oleh tiga negara. Akibatnya, terjadi konflik yang menghancurkan, di mana banyak anak-anak yang direkrut menjadi tentara, eksekusi ratusan wakilnya (termasuk wakilnya sendiri), dan memicu kerugian teritorial yang besar. 

Pada saat Lopez tewas dalam pertempuran pada 1870, populasi Paraguay diperkirakan turun dari 525 ribu menjadi 221 ribu jiwa. Selain itu, hanya ada 29 ribu penduduk laki-laki berusia di atas 15 tahun yang masih bertahan. 

2. Josef Tiso

Seorang pendeta Katolik yang memimpin masa fasis di Slovakia, Josef Tiso dikenal dengan tindakannya yang keras setelah pemberontakan anti-fasis pada 1944. Dia memfasilitasi deportasi sebagian besar orang Yahudi di negaranya ke kamp konsentrasi Nazi. 

Saat itu, populasi Yahudi di Slovakia lebih dari 88 ribu jiwa. Namun, setelah konflik berakhir, hanya ada sekitar 5.000 orang yang tersisa. 

3. Dome Sztojay

Pemimpin Hungaria, Miklos Horthy pernah menjadi sekutu Nazi dan bekerja sama dengan rezim Adolf Hitler untuk memulihkan kendali di negaranya akibat Perang Dunia I. Horthy mulai memetakan jalur independen dari Nazi pada 1944 dan sebagian besar menolak deportasi orang Yahudi, sehingga memicu pelantikan Dome Sztojay sebagai pemimpin boneka.

Selama enam bulan menjabat sebagai perdana menteri, Sztojay telah mendeportasi lebih dari 440 ribu orang Yahudi di Hungaria ke kamp konsentrasi. Akhirnya, dia ditangkap oleh pasukan Amerika Serikat setelah perang dan dieksekusi pada 1946. 

4. Ante Pavelic

Ante Pavelic mengawali kariernya sebagai politisi yang menentang sentralisasi Kerajaan Yugoslavia. Setelah raja mendeklarasikan diri, Pavelic meninggalkan negaranya pada 1929 dan mengorganisasi gerakan ultra-nasionalis yang dikenal sebagai Ustase. 

Ustase bertekad mendirikan Kroasia yang merdeka dan membunuh Raja Alexander pada 1944. Setelah pasukannya mengambil alih Yugoslavia pada 1941, Pavelic bertindak sebagai kepala negara merdeka Kroasia, yang pada dasarnya merupakan negara boneka fasis Italia dan Nazi Jerman. Di bawah kepemimpinannya, orang-orang Serbia Ortodoks, Yahudi, dan Romani banyak yang dianiaya. 

5. Khorloogiin Choibalsan

Iklan

Setelah bertemu dengan Joseph Stalin, Khorloogiin Choibalsan dikenal karena mengadopsi kebijakan dan metode pemimpin Soviet di Mongolia. Dia membangun sistem diktator dengan menangkap dan membunuh para anggota partai, pemerintah, berbagai organisasi sosial selain perwira militer, dan kaum terpelajar mulai 1930-an. 

6. Le Duan

Le Duan tidak pernah menjadi kepala negara resmi Vietnam, tetapi dikenal sebagai pembuat keputusan yang dominan dalam rezim komunis di negaranya selama lebih dari 20 tahun. Setelah perang Vietnam dan invasi Korea Utara ke Vietnam Selatan, Duan mengawasi aksi pembersihan massa antikomunis dengan memenjarakan dua juta orang dan memaksa lebih dari 800 ribu orang untuk meninggalkan negara tersebut. 

7. Michel Micombero

Seorang menteri pertahanan Burundi berusia 26 tahun kala itu, Michel Micombero memimpin kudeta balasan pada 1966 yang memberinya jabatan perdana menteri. Setelah menduduki kursi perdana menteri, dia menghapuskan sistem monarki di negaranya dan mengasingkan raja yang baru berusia 19 tahun. 

Micombero membina elit dari etnisnya, yaitu Tutsi dalam militer dan pemerintahan, sehingga memicu ketegangan dengan etnis Hutu. Pada 1972, Micombero menumpas pemberontakan Hutu dengan memerintahkan pembunuhan massal terhadap 150 ribu hingga 300 ribu orang. 

8. Yahya Khan

Jenderal Pakistan dan veteran Angkatan Darat Inggris dalam Perang Dunia II, Yahya Khan memerintahkan pasukannya untuk menumpas gerakan separatis yang berkembang di Pakistan Timur pada 1971. Melalui Operasi Searchlight, dia menyasar kaum nasionalis dan intelektual Bengali, sehingga menghasilkan gelombang 10 juta pengungsi. 

Selama pertemuan tingkat tinggi pada Februari 1971, Khan terekam mengatakan untuk “membunuh tiga juga dari mereka”, yang merujuk pada kaum separatis. Pada akhir tahun, ratusan ribu orang tewas dan dia digulingkan. 

9. Radovan Karadzic

Presiden Republika Srpska, republik etnis di Serbia, yaitu Radovan Karadzic memproklamirkan diri dari Bosnia. Sebagai presiden, dia mengawasi kampanye pembersihan etnis terhadap Muslim Bosnia yang mencakup pelanggaran hak asasi manusia (HAM) paling parah yang dilakukan di Eropa sejak Perang Dunia II. 

Karadzic diyakini telah membunuh lebih dari 8.000 Muslim Bosnia dalam kurun waktu tiga hari pada Juli 1995. Pada 2008, dia ditangkap di Serbia dan dikirim ke Pengadilan Internasional untuk Negara Bekas Yugoslavia di Den Haag, Belanda. 

10. Than Shwe

Pemimpin junta militer di Myanmar, Than Shwe telah dikritik oleh negara-negara Barat karena pelanggaran HAM. Dia dilaporkan mengirim hingga satu juta orang ke kamp kerja paksa. 

Walaupun telah mengundurkan diri pada 2011, Shwe diyakini masih memilih pengaruh yang cukup besar “di balik layar”. Baru-baru ini, dia mendukung mantan musuhnya, Aung San Suu Kyi sebagai pemimpin masa depan Myanmar. 

Pilihan Editor: People Power 22-25 Februari 1986, Perjuangan Rakyat Filipina Melawan Rezim Diktator Ferdinand Marcos

BRITANNICA | BUSINESS INSIDER

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |