TEMPO.CO, Jakarta - Penelitian menunjukkan bahwa jika kendaraan listrik (EV) mengambil alih jalan raya di Amerika Serikat, kualitas udara di negara itu akan meningkat secara dramatis, membawa manfaat kesehatan yang besar bagi penduduk. Masalahnya, selama ini, angka pasti manfaat tersebut sulit ditentukan.
Baru studi dari Departemen Teknik Sipil dan Mineral Universitas Toronto, Kanada, yang menyajikannya. Memanfaatkan kekuatan simulasi komputer, para penelitinya menunjukkan bahwa elektrifikasi armada kendaraan AS yang ambisius, dilengkapi dengan implementasi substansial pembangkitan listrik terbarukan, dapat menghasilkan manfaat kesehatan bernilai antara US$ 84-188 miliar (atau 1.300 sampai 2.900 triliun rupiah) pada 2050.
Bahkan dalam skenario dekarbonisasi yang kurang agresif, manfaat kesehatannya masih mencapai nilai puluhan miliar dolar. Profesor Marianne Hatzopoulou, penelitinya, menjelaskan asal angka-angka tersebut.
Menurutnya, penelitian dampak kendaraan listrik biasanya berfokus pada perubahan iklim dalam bentuk mitigasi emisi karbon dioksida. Tapi, Hatzopoulou menegaskan, CO2 bukan satu-satunya hal yang ke luar dari knalpot kendaraan bermesin pembakaran internal. "Kendaraan ini menghasilkan banyak polutan udara yang berdampak signifikan dan terukur pada kesehatan masyarakat," katanya dikutip dari Earth.com.
Profesor Hatzopoulou lebih lanjut mencatat bahwa dampak-dampak ini secara tidak proporsional ditanggung oleh populasi berpendapatan rendah, yang terpinggirkan karena ras tertentu, atau termarginalkan.
Dalam penelitian sebelumnya, Hatzopoulou menuturkan, dia dan timnya memanfaatkan keahlian mereka dalam penilaian siklus hidup untuk menyusun model komputer. Model tersebut digunakan untuk simulasi dampak adopsi kendaraan listrik secara luas di pasar AS.
Hasilnya terungkap bahwa meskipun adopsi EV berdampak positif terhadap perubahan iklim, hal itu saja tidak cukup untuk memenuhi target Perjanjian Paris yang tak ingin suhu di Bumi melonjak di atas 1,5 derajat Celsius di atas rata-rata suhu sebelum era revolusi industri.
Adaun penelitian terbaru ini bertujuan untuk memperhitungkan manfaat non-iklim dari adopsi kendaraan listrik. Tim mengadaptasi model mereka untuk mencakup produksi polutan udara umum dari pembakaran bahan bakar fosil, seperti nitrogen oksida, sulfur oksida, dan partikel halus yang dikenal sebagai PM2.5.
“Membuat model polutan ini sangat berbeda dengan membuat model CO2 yang bertahan selama puluhan tahun,” kata Profesor Daniel Posen, rekan Profesor Hatzopoulou di Universitas Toronto. Ditambahkannya, polutan ini dan dampak kesehatan yang ditimbulkannya lebih terlokalisasi. "Oleh karena itu, penting untuk memperhitungkan tidak hanya volume emisi tetapi juga lokasinya," katanya lagi.
Dekarbonisasi Tenaga Listrik dan Transportasi
Studi ini juga mempertimbangkan berbagai skenario yang berlangsung hingga 2050. Satu skenario mengasumsikan tidak ada lagi produksi kendaraan listrik, sementara skenario kedua mengasumsikan elektrifikasi penuh kendaraan baru pada 2035.
Iklan
Pada tiap skenario, para peneliti mengevaluasi berbagai tingkat transisi jaringan listrik ke sumber energi rendah emisi dan terbarukan, dengan mempertimbangkan apakah laju tersebut tetap konstan, melambat, atau bertambah cepat selama beberapa tahun ke depan.
Dari simulasi itulah didapati manfaat kesehatan masyarakat kumulatif dari adopsi kendaraan listrik skala besar antara sekarang dan 2050 yang dapat mencapai ratusan miliar dolar. "Namun hal lain adalah bahwa kita hanya memperoleh manfaat ini jika jaringan listrik terus menjadi lebih ramah lingkungan," kata Posen,
Kesimpulan ini, lanjut Hatzopoulou, menimbulkan pertanyaan penting: mana yang harus diprioritaskan, dekarbonisasi transportasi melalui adopsi kendaraan listrik atau dekarbonisasi pembangkit listrik. Hatzopoulou menambahkan catatan bahwa kendaraan yang dijual saat ini akan terus digunakan selama beberapa dekade.
“Jika kita membeli lebih banyak kendaraan bermesin pembakaran internal sekarang, betapapun efisiennya kendaraan tersebut, kita akan terus terjebak dalam emisi gas buang tersebut selama bertahun-tahun mendatang,” katanya.
Ia berpendapat bahwa meskipun dekarbonisasi pembangkit listrik memang penting, proses untuk menghadirkan lebih banyak kendaraan listrik di jalan raya tidak boleh ditunda hingga selesai. Hali ini, kata dia, menegaskan perlunya memulai perjalanan menuju masa depan yang lebih sehat mulai sekarang
Menurut dia, kendaraan listrik dan masa depan yang lebih sehat dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan kesehatan masyarakat, kendaraan listrik muncul sebagai solusi nyata. Dengan mengurangi polutan berbahaya dan beralih ke energi yang lebih bersih, Profesor Hatzopoulou menyebutkan manfaatnya jauh melampaui lingkungan. "Kesehatan dan kesejahteraan kita akan meningkat secara signifikan," ucapnya.
Studi ini dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.
Pilihan Editor: BMKG Sebut Cuaca Panas Masih Sepekan ke Depan di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara