TEMPO.CO, Jakarta - Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta mengungkapkan terdapat 694 gedung bertingkat di DKI Jakarta yang belum memenuhi syarat proteksi kebakaran, adapun gedung Glodok Plaza ternyata tak memenuhi syarat kemanan ini.
Pelaksana Tugas (Plt) Gulkarmat DKI Jakarta Satriadi Gunawan mengungkapkan dari 694 gedung tersebut, sebanyak 361 gedung merupakan gedung bertingkat tinggi (delapan lantai ke atas). Sisanya, yakni sebanyak 333 gedung merupakan gedung bertingkat rendah (delapan lantai ke bawah).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Satriadi mengklaim, Gulkmarmat DKI telah memeriksa 2.609 gedung bertingkat. Dari 2.609 gedung bertingkat ini, sebanyak 1.228 gedung merupakan gedung bertingkat tinggi, sementara sisanya gedung bertingkat rendah.
Kemudian, terkait dengan peristiwa kebakaran yang terjadi di gedung Glodok Plaza, Jakarta Barat pada 15 Januari 2025, Satriadi mengungkapkan bangunan tersebut berdasarkan data pada 2023 dinyatakan tidak memenuhi syarat proteksi kebakaran.
"Untuk kasus Glodok Plaza ini memang pada tahun 2023, itu sudah kami nyatakan belum memenuhi persyaratan keselamatan kebakaran," ujar dia.
Satriadi menjelaskan, syarat proteksi kebakaran yang dimaksud antara lain proteksi kebakaran aktif dan pasif seperti springkel dan sprint protektor, alat evakuasi seperti tangga dan manajemen keselamatan kebakaran gedung (MKKG).
Dia juga menyebut, Gulkarmat DKI rutin memeriksa proteksi kebakaran terhadap gedung bertingkat di Jakarta. Nantinya, Gulkarmat akan memberikan sertifikat keselamatan kebakaran kepada pengelola gedung yang dinyatakan memenuhi syarat saat dilaksanakan pemeriksaan proteksi kebakaran setiap tahun.
"Sementara gedung yang dinyatakan tidak lolos diminta dilakukan perbaikan. Kami tidak melakukan eksekusi melainkan melakukan pembinaan agar pemilik atau pengelola memperbaiki proteksi keselamatan kebakaran,"ujar dia.
Hal serupa disampaikan Kepala Disaster Risk Reduction Center (DRRC) Universitas Indonesia (UI) Fatma Lestari, ia menyoroti standar keselamatan Glodok Plaza dalam insiden kebakaran tragis tersebut. Besarnya jumlah korban, menurutnya, menunjukkan adanya potensi kelemahan pada berbagai aspek keselamatan kebakaran gedung.
Fatma mengatakan hasil analisisnya berdasarkan informasi umum dan praktik keselamatan yang seharusnya diterapkan dalam kondisi bencana. Dia menyebut, jalur evakuasi kemungkinan terhalang atau tidak jelas sehingga menyebabkan penghuni dan pengunjung kesulitan mencapai tempat yang aman.
"Ada laporan bahwa beberapa korban terjebak di dalam gedung, yang menunjukkan bahwa akses ke luar mungkin tidak optimal atau tidak sesuai standar," kata Fatma kepada Tempo pada Sabtu, 18 Januari 2025.
Dia menjelaskan, apabila merujuk pada SNI 03-1746-2000, setiap gedung bertingkat wajib memiliki jalur evakuasi yang mudah diakses, bebas hambatan, dan ditandai dengan jelas. Selain itu, dia menambahkan, jalur evakuasi harus memiliki pencahayaan darurat yang tetap menyala saat listrik padam.
Kemungkinan kelemahan lain, kata Fatma, sistem deteksi dini seperti alarm kebakaran atau detektor asap tidak berfungsi dengan baik atau terlambat memberikan peringatan. Fatma lebih lanjut mengatakan ada potensi kelemahan manajemen risiko dan pelatihan di balik kebakaran Glodok Plaza. "Mungkin tidak ada simulasi kebakaran rutin untuk mempersiapkan staf dan penghuni dalam menghadapi keadaan darurat," ucap dia.
Selain itu, dia menyoroti desain gedung mungkin tidak mendukung pembatasan penyebaran api (fire compartmentation), seperti adanya celah pada dinding atau plafon, sehingga mempercepat perambatan api yang diduga berasal dari ruang karaoke di lantai 7 itu. Menurut dia, ada potensi bahan interior gedung tidak sesuai standar tahan api.
Ia menyebutkan jika sesuai SNI 03-1736-2000, gedung harus dilengkapi dengan dinding tahan api dan pintu kedap asap di area strategis. "Ventilasi asap, sistem pengendalian asap, harus tersedia untuk mengurangi risiko keracunan," katanya
Lebih jauh dia melihat ada kendala akses kendaraan pemadam kebakaran menuju lokasi gedung, yang memperlambat penanganan. Menurut dia, tidak ada fasilitas seperti tangga darurat eksternal atau titik hydrant eksternal yang memadai. "Untuk titik hydrant eksternal, harus tersedia dalam radius 30 meter dari gedung, sesuai dengan standar internasional," ujar dia.
Irsyan Hasyim berkontribusi dalam penulisan artikel ini.