TEMPO.CO, Jakarta - Gangguan tidur bukan sekadar masalah sulit terlelap di malam hari, tetapi juga bisa menjadi tanda adanya gangguan mental.
Dalam banyak kasus, gangguan tidur seperti insomnia, mimpi buruk, atau kesulitan menjaga pola tidur yang teratur umumnya berkaitan dengan kondisi psikologis seperti kecemasan, depresi, hingga gangguan bipolar.
Hubungan antara gangguan tidur dan kesehatan mental bersifat dua arah, gangguan mental dapat menyebabkan masalah tidur, sementara kurangnya kualitas tidur dapat memperburuk gejala gangguan mental. Berikut ini beberapa jenis gangguan mental yang dapat memengaruhi pola tidur beserta penjelasannya.
- Gangguan Kecemasan
Gangguan kecemasan seperti fobia sosial dan gangguan panik bisa menyebabkan hiperaktivitas mental di malam hari. Pikiran yang berlomba-lomba atau rasa khawatir berlebihan membuat seseorang sulit untuk tertidur. Hubungan ini bersifat timbal balik, di mana insomnia kronis juga dapat memicu munculnya gangguan kecemasan baru.
- Depresi
Menurut Sleep Foundation, depresi, termasuk gangguan afektif musiman seperti Seasonal Affective Disorder atau SAD, dapat menyebabkan dua pola gangguan tidur, yakni insomnia atau hipersomnia.
Pada kasus insomnia, penderita sulit tidur atau sering terbangun di malam hari, sementara hipersomnia membuat seseorang tidur terlalu banyak. Kedua pola ini dapat memperburuk gejala depresi. Studi menunjukkan bahwa mengatasi insomnia pada penderita depresi dapat membantu meredakan gejala depresi itu sendiri.
- Bipolar
Pada gangguan bipolar, pola tidur berubah sesuai fase yang dialami. Dikutip dari Mind, selama fase manik, penderita mungkin merasa tidak membutuhkan tidur dan tetap terjaga tanpa merasa lelah.
Sebaliknya, selama fase depresi, hipersomnia menjadi lebih dominan. Gangguan tidur biasanya menjadi tanda awal episode mania atau depresi, sehingga pengelolaan tidur menjadi bagian penting dalam terapi bipolar.
- Skizofrenia
Skizofrenia dapat menyebabkan berbagai gangguan tidur, termasuk insomnia, gangguan ritme sirkadian, dan sering terbangun di malam hari. Halusinasi atau delusi yang dialami penderita sering kali mengganggu kenyamanan saat tidur. Di sisi lain, pengobatan skizofrenia juga dapat menyebabkan efek samping berupa kantuk berlebihan di siang hari atau gangguan tidur lainnya.
- ADHD (Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder)
Pada individu dengan ADHD, gangguan tidur seperti insomnia, restless leg syndrome, atau kantuk berlebihan di siang hari sering terjadi. Gangguan ini dapat memperburuk gejala ADHD, seperti kesulitan berkonsentrasi dan impulsif. Penanganan insomnia pada penderita ADHD dapat membantu meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.
- Gangguan Spektrum Autisme (Autism Spectrum Disorder/ASD)
Gangguan tidur pada individu dengan ASD cenderung lebih parah dibandingkan populasi umum. Masalah seperti insomnia, gangguan pernapasan saat tidur, dan sering terbangun di malam hari dapat memengaruhi perilaku dan kesehatan mereka. Pengelolaan tidur yang baik menjadi komponen penting dalam perawatan ASD.
- PTSD (Gangguan Akibat Trauma)
Menurut UT Southwestern Medical Center, trauma masa lalu sering mengakibatkan gangguan tidur yang serius, termasuk mimpi buruk, night terrors, dan insomnia.
Pada kasus PTSD, individu sering berada dalam kondisi waspada yang ekstrem, sehingga sulit untuk merasa aman saat tidur. Penelitian menunjukkan bahwa insomnia yang terjadi sebelum pengalaman traumatis dapat meningkatkan risiko PTSD.
Penanganan gangguan tidur dan kesehatan mental memerlukan pendekatan terpadu. Terapi perilaku kognitif (CBT) efektif untuk mengatasi insomnia maupun gangguan mental lainnya.
Selain itu, terapi cahaya dan pengelolaan paparan cahaya biru dari perangkat elektronik juga dapat membantu memperbaiki ritme tidur alami. Berkonsultasi dengan tenaga kesehatan profesional sangat dianjurkan untuk menentukan terapi yang paling sesuai.