
SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Tak menyerah dalam memperjuangkan hak atas tanah miliknya yang diduga diserobot pengembang perumahan, Aris Parwanto, warga Desa Pelemgadung, Kecamatan Karangmalang, Kabupaten Sragen, kembali menyiapkan langkah hukum baru.
Langkah itu diambil setelah laporannya ke Polres Sragen terkait dugaan penyerobotan lahan pribadi dihentikan penyidik. Aris berencana melaporkan kasus tersebut ke Ombudsman Republik Indonesia untuk mencari keadilan.
Pada Senin (13/10/2025), Aris kembali melakukan aksi dengan memasang spanduk berisi tuntutan agar batas tanah dikembalikan sesuai ukuran awal.
Dalam spanduk tersebut tertulis antara lain:
“Perumahan ini menyerobot lahan milik Bapak Sariman. Kembalikan tanah yang hilang. Tindak oknum yang tidak profesional. Perumahan ini milik PT Putra Bhina Karya.”
“Tanahku dicaplok saat awal proses pembangunan. Kejadian itu diketahui oleh Pak Jum, pekerja kami yang sedang menggarap sawah. Dua baris padi memanjang dikeruk oleh operator,” ujar Aris Parwanto kepada JOGLOSEMARNEWS.COM .
Aris mengaku kecewa karena laporan kasusnya di Polres Sragen dihentikan (SP3). Ia mengklaim sudah berkomunikasi langsung dengan Kapolres Sragen melalui sambungan telepon, namun Kapolres mengaku tidak menerima laporan maupun dilibatkan dalam proses sebelum SP3 diterbitkan oleh jajaran Satreskrim.
Menurutnya, lahan tersebut dibiarkan tidak ditanami selama lebih dari satu tahun setengah sejak munculnya polemik. Ia juga menyinggung Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, Pertanahan, dan Tata Ruang (Disperkimtaru) serta pihak perizinan yang dinilai tutup mata terhadap proses pembangunan, meski masih ada laporan yang belum tuntas di kepolisian.
Pensiunan PNS Sragen itu menegaskan dirinya akan terus memperjuangkan haknya.
“Saya minggu ini berangkat ke Ombudsman. Kami membawa bukti penyerobotan lahan,” tegasnya.
Aris berharap kasus ini menjadi pelajaran bagi masyarakat agar selalu memverifikasi ukuran lahan dan dokumen kepemilikan sebelum memulai kegiatan pembangunan untuk mencegah konflik batas tanah di kemudian hari.
Sementara itu, Sekretaris Desa (Sekdes) Pelemgadung, Zepri Martin, mengungkap bahwa permohonan pengukuran lahan dari Aris telah diajukan sejak Mei 2024. Namun saat dilakukan pengecekan lapangan, pondasi bangunan perumahan sudah lebih dulu berdiri.
“Saat pertama kali saya cek bersama Pak Bayan, pondasi sudah berdiri,” jelas Zepri Martin.
Menurut Zepri, pihak desa berpegang pada dokumen rijek desa dan Letter C sebagai dasar penentuan ukuran lahan. Berdasarkan buku titik desa, memang tercatat panjang dan lebar lahan, namun ketika dicocokkan di lapangan ditemukan selisih sekitar 20 sentimeter di sisi belakang.
Zepri menegaskan, pihak desa hanya berperan memfasilitasi pengukuran sesuai data desa dan tidak berwenang menentukan batas pasti tanpa melibatkan instansi berkompeten. Desa pun merekomendasikan agar persoalan ini diselesaikan secara kekeluargaan.
“Ada selisih kecil, tapi karena pondasi sudah berdiri, kami sarankan agar diselesaikan baik-baik antara pemilik tanah dan pihak pengembang,” ujarnya.
Diketahui sebelumnya, kasus ini sempat dilaporkan ke Polres Sragen. Tanah keluarga Aris diklaim berkurang sekitar 151 meter persegi karena sebagian area tertimpa bangunan. Namun penyidikan kasus tersebut akhirnya dihentikan dengan diterbitkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh Polres Sragen.
Huri Yanto
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.