Aksi Damai Warnai Bundaran UGM, Ribuan Orang Tuntut Keadilan untuk Affan dan Rheza

2 hours ago 6

Aliansi Jogja Memanggil menggelar aksi demonstrasi di Bundaran Universitas Gadjah Mada (UGM), Senin (1/9/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Selain kawasan Malioboro, Yogyakarta, Bundaran Universitas Gadjah Mada (UGM) juga menjadi pusat konsentrasi massa, Senin (1/9/2025), saat ribuan orang dari berbagai elemen masyarakat turun ke jalan dalam aksi yang digelar Aliansi Jogja Memanggil.

Berbeda dari nuansa demonstrasi pada umumnya, para peserta tampak hadir dengan pakaian berwarna cerah serta membawa poster, spanduk, dan sejumlah tuntutan yang disuarakan dengan lantang.

Humas Aliansi Jogja Memanggil, Boengkoes tak menepis bahwa aksi yang digelar hari ini juga sebagai respons atas kematian dua warga sipil yang diduga menjadi korban kekerasan aparat yakni Affan Kurniawan, pengemudi ojek daring yang tewas setelah dilindas kendaraan taktis Brimob di Jakarta (28/8/2025), dan Rheza Sendy Pratama, mahasiswa Amikom Yogyakarta yang meninggal dunia usai diduga dianiaya di Mapolda DIY (31/8/2025).

Massa menyampaikan kemarahan terhadap aksi kekerasan negara yang dianggap semakin represif terhadap rakyat yang bersuara. Mereka menuntut pertanggungjawaban atas tewasnya dua korban yang disebut sebagai bentuk nyata kegagalan negara dalam melindungi hak asasi manusia.

“Kenapa kemudian aksi hari ini kita coba membangun aksi itu kan karena terjadi pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan aparat kepolisian,” ujar Boengkoes kepada wartawan di Bundaran UGM, Yogyakarta, Senin.

“Usut tuntas segala brutalitas aparat yang merenggut nyawa rakyat terutama dalam demonstrasi belakangan ini. Lalu bebaskan semua demonstran pejuang lingkungan, pejuang HAM serta pejuang demokrasi,” katanya menambahkan.

Kritik Kebijakan Negara yang Menyusahkan Rakyat

Tuntutan massa tak berhenti pada kasus kekerasan. Mereka juga menolak sejumlah kebijakan pemerintah seperti efisiensi anggaran pendidikan, kenaikan PPN menjadi 12 persen, serta perjanjian perdagangan dengan Amerika Serikatyang dinilai merugikan rakyat kecil.

“Beberapa kebijakan yang kemudian dikeluarkan oleh (pemerintah di era -Red) Jokowi-Prabowo ini kan cukup menyengsarakan masyarakat Indonesia,” 
kata Boengkoes.

Selain itu, mereka menginginkan adanya reformasi secara total terhadap aparat, juga mendesak pencopotan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, penarikan militer ke barak, dan pencabutan UU TNI. Mereka juga menyinggung agar adanya pembatalan terhadap program makan bergizi gratis (MBG) yang disebut berpotensi koruptif, serta penghapusan tunjangan pejabat dan DPR, termasuk penyamaan gaji pejabat dengan buruh.

“Kenaikan upah buruh, penurunan harga kebutuhan pokok, dan pengesahan RUU Perampasan Aset Koruptor juga masuk dalam daftar tuntutan, bersama pengadilan terhadap aparat dan pejabat pelanggar HAM,” ucapnya.

Alasan Bundaran UGM Jadi Titik Aksi

Aliansi memilih Bundaran UGM sebagai lokasi aksi rulanga bukan tanpa pertimbangan. Boengkoes menyampaikan pemilihan lokasi ini untuk menghindari potensi provokasi yang mungkin muncul jika aksi digelar di kawasan Malioboro.

“Kenapa lokasinya aksinya di Bundaran UGM, yang pertama, ada isu yang cukup digoreng, kami juga antisipasi untuk melakukan aksi di Malioboro karena takutnya ada provokasi,” katanya.

“Jangan sampai teman-teman pedagang kaki lima yang mencari nafkah di Malioboro itu, ya, terganggu,” ucap Boengkoes.

Lebih lanjut, ia mengingatkan para peserta aksi untuk selalu waspada terhadap adanya penyusup. Boengkoes menyebut kejadian sebelumnya di Mapolda DIY harus menjadi pelajaran penting.

Ia mengungkap bahwa kerusuhan di Mapolda bukan hasil konsolidasi resmi dari massa aksi.

“Pasti setiap aksi itu dia pasti ada penyusup, dan memang kita gak bisa menafikan di situ,” ujarnya.

“Karena kemarin kan kesepakatan Cik Ditiro itu adalah kita akan aksi hari ini tanggal 1. Teman di sini kita gak usah terprovokasi, saling jaga kawan dan lihat kanan-kiri itu saja,” pesannya.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |