TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum Jawa Timur menahan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tingkat provinsi yang telah dilakukan KPU untuk wilayah Kota Surabaya dalam tahapan Pilkada Jatim 2024.
“Memenuhi permintaan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Jatim yang menerima laporan permasalahan sehingga dirasa perlu disinkronisasikan terlebih dahulu dengan Bawaslu Kota Surabaya,” kata Ketua KPU Jatim Aang Kunaifi di Surabaya pada Senin dini hari, 9 Desember 2024.
KPU Jatim telah melakukan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tingkat provinsi terhadap 17 kabupaten/kota dalam rapat pleno terbuka yang digelar di Surabaya pada Ahad, 8 Desember 2024, sejak pukul 17:00 hingga menjelang pukul 00:00 WIB. Namun terhitung 16 kabupaten/ kota yang telah direkapitulasi karena untuk Kota Surabaya harus ditahan memenuhi permintaan Bawaslu Jatim.
“Kami belum tahu detail permasalahannya. Bawaslu Jatim minta tadi untuk Surabaya di-hold dulu agar berkoordinasi sehingga nantinya, ketika rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dibacakan, sudah tidak ada kendala,” ujar Aang.
Rapat pleno terbuka untuk menghitung perolehan suara bagi masing-masing pasangan calon gubernur dan wakil gubernur di Pilkada Jatim 2024 akan dilanjutkan pada Senin mulai pukul 09:00 WIB terhadap 22 kabupaten/kota.
Semula, KPU Jatim menargetkan proses rekapitulasi hasil penghitungan suara Pilkada 2024 tingkat provinsi di total 38 daerah kabupaten/kota dapat diselesaikan sebelum berganti hari pada Ahad, 8 Desember 2024.
Aang menyebutkan KPU Jatim masih memiliki waktu hingga Senin, 9 Desember 2024, berdasarkan tenggat yang telah ditentukan Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan Pilkada. KPU Jatim merasa yakin dapat memenuhi tenggat itu.
“Nanti kalau proses rekapitulasi sudah selesai, kami akan menetapkan hasil perolehan suara masing-masing pasangan calon. Kemudian diberikan waktu bagi pihak-pihak yang kurang puas terhadap penetapan hasil rekapitulasi untuk mengajukan permohonan. Barulah setelah itu kami tetapkan pasangan calon pemenang Pilkada Jatim 2024,” ucapnya.
Risma-Gus Hans Unggul Telak atas Khofifah-Emil di Surabaya
Sebelumnya, berdasarkan hasil rekapitulasi KPU Kota Surabaya pada Rabu, 4 Desember 2024, pasangan calon nomor urut 3, Tri Rismaharini-Zahrul Azhar Asumta (Risma-Gus Hans), menang telak atas dua pesaingya; paslon nomor urut 2, Khofifah Indar Parawansa-Emil Elestianto Dardak; dan paslon Nomor urut 1, Luluk Nur Hamidah-Lukmanul Khakim. Risma-Gus Hans mengumpulkan 861.134 suara, Khofifah-Emil 329.551 suara, dan Luluk-Lukman 34.071 suara.
Tingginya perolehan suara Risma-Gus Hans di Surabaya dihubungkan dengan masih kuatnya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di kota itu. Selama ini, secara tradisional, Surabaya memang dikenal sebagai basis PDIP atau kandang banteng di mana Risma menjadi salah satu kadernya.
Direktur lembaga survei Accurate Research and Consulting Indonesia (ARCI) Baihaki Sirajt tak memungkiri Surabaya merupakan salah satu kendang banteng terkuat di Jawa Timur. Namun dia menilai tingginya perolehan suara Risma tersebut tak semata-mata karena faktor pemilih loyal PDIP.
“Tapi ditentukan juga oleh pemilih wali kota-wakil wali kota (Eri Cahyadi-Armuji) yang hampir mayoritas juga pemilih Risma. Karena pilwalinya ini kan hanya melawan bumbung kosong, sehingga dia bisa dipaketkan Eri-Risma,” kata Baihaki saat dihubungi pada Kamis, 5 Desember 2024.
Seandainya Eri-Armuji punya lawan, Baihaki yakin hasilnya akan lain. Namun karena tidak ada pilihan lain selain Eri-Armuji, maka ada anggapan pemilih Eri juga pemilih Risma.
Pengamat politik sekaligus dosen senior Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Aribowo, berujar kemenangan telak Risma atas Khofifah di Surabaya punya arti penting kendati perolehan suara secara keseluruhan se-Jawa Timur Risma hampir pasti kalah.
Menurut dia, selama proses pemilihan gubernur 2024, baik Khofifah maupun Risma berupaya keras “merebut” Surabaya. Betapa pun hasil survei Khofifah paling tinggi, Ketua Umum Muslimat Nahdlatul Ulama itu tetap berkeinginan agar bisa menang di Surabaya. Apalagi dalam pilgub sebelumnya Khofifah pernah menang di Surabaya atas pesaingnya, Soekarwo.
“Khofifah ingin menyempurnakan kemenangannya kali ini dengan merebut Surabaya. Tapi nampaknya gagal. Bagi Khofifah dan Risma, Surabaya merupakan simbol prestisius. Jadi ini perebutan betul bagi keduanya,” kata Aribowo.
Aribowo mengatakan kemenangan Risma atas Khofifah di Surabaya bukan karena faktor kandang banteng. Alasannya, pemilihan kepala daerah beda dengan pemilihan legislator. Sungguh pun ia mengakui PDIP masih dominan di Jawa Timur dan khususnya Surabaya, pemilihnya bukan pemilih ideologis seperti di Jawa Tengah atau Bali.
“Mungkin perolehan suara Risma di Surabaya ini tinggi karena berjumbuhan antara pemilih PDIP dan popularitas Risma. Risma memerintah Surabaya dua periode dan masyarakat puas,” kata Aribowo.
Dari berbagai macam program, aktivitas, hingga perilaku Risma, kata Aribowo, dianggap warga sebagai wali kota paling sukses sepanjang sejarah. Sehingga khusus wilayah Surabaya, Risma susah dilawan oleh siapa pun.
“Bahwa Surabaya bagian dari PDIP, iya, tapi jangan dilupakan bahwa Surabaya itu juga basis NU. Sehingga menurut hemat saya, tingginya perolehan suara Risma itu bukan karena (partai) banteng, tapi riil tingkat kepuasan masyarakat pada Risma saat dia menjabat wali kota sangat tinggi,” ujarnya.
Wakil Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan Dewan Pimpinan Cabang PDIP Surabaya Eusebius Purwadi yakin kemenangan Risma di Surabaya karena dukungan basis PDIP yang solid. Purwadi berujar Surabaya masih kendang banteng dan tegak lurus pada instruksi pusat.
Namun Purwadi irit bicara karena mengaku ada instruksi dari pimpinan partai agar ia tak mengeluarkan statemen kepada media massa. “Yang jelas Surabaya tetap basis PDIP,” kata mantan aktivis gerakan reformasi 1998 itu.
Kukuh S. Wibowo dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: KPU Tetapkan Wayan Koster-Giri Prasta Unggul dalam Pilgub Bali 2024