TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah kini mewajibkan eksportir untuk menyimpan seluruh Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari sektor Sumber Daya Alam (SDA) di dalam negeri selama satu tahun penuh. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa batas minimal dana yang harus disimpan adalah sebesar USD 250 ribu.
“Kewajiban menyimpan DHE SDA sebesar 100 persen di dalam negeri. Nilainya minimal USD 250 ribu,” ujar Airlangga Hartarto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa, 21 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebijakan baru ini berbeda dengan aturan sebelumnya, yang hanya mewajibkan eksportir menempatkan 30 persen DHE SDA selama minimal tiga bulan. Namun, pemerintah memastikan akan memberikan berbagai insentif bagi eksportir, termasuk fasilitas dari perbankan. Salah satu insentif yang disebutkan adalah pengaturan terkait cash collateral.
“Perbankan memberikan fasilitas cash collateral, dan penggunaannya tidak akan memengaruhi BMPK (Batas Maksimum Pemberian Kredit) atau mengurangi gearing ratio,” kata Airlangga.
Aturan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan, dan/atau pengolahan sumber daya alam. Dalam PP tersebut, eksportir diwajibkan menempatkan devisa hasil ekspor ke dalam sistem keuangan domestik melalui bank-bank yang beroperasi di Indonesia. Kebijakan ini juga dilengkapi dengan revisi aturan untuk memperjelas mekanisme insentif, termasuk insentif berupa bebas bunga deposito hingga 100 persen atas dana hasil ekspor yang disimpan di dalam negeri.
Kebijakan bebas pajak deposito sebenarnya sudah diperkenalkan dalam paket kebijakan ekonomi jilid II pada tahun 2015. Pemerintah menjadikannya sebagai salah satu cara untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Dalam paket tersebut, hasil ekspor yang disimpan selama satu bulan mendapatkan pengurangan bunga deposito dari 20 persen menjadi 10 persen. Untuk simpanan tiga hingga enam bulan, tarif bunga diturunkan lebih jauh, yakni menjadi 2,5-7,5 persen. Hal ini dirancang untuk mendorong eksportir agar lebih memilih menyimpan DHE di dalam negeri.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara, menegaskan pentingnya sistem pencatatan yang akurat untuk memastikan penggunaan fasilitas ini sesuai peraturan. “Harus ada sistem yang mencatat DHE secara tepat. Jangan sampai dana yang tidak terdeteksi tiba-tiba mendapat fasilitas,” kata Suahasil.
Di sisi lain, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan bahwa bank sentral telah menurunkan tarif swap agar lebih kompetitif. Bank Indonesia juga terus mengembangkan instrumen dan menawarkan insentif suku bunga menarik di pasar overnight index swap dengan referensi tenor satu, tiga, hingga enam bulan. “Kami memastikan likuiditas dan risiko yang terkait tetap terjaga,” ujarnya.
Melalui kebijakan ini, pemerintah berharap dapat meningkatkan pemasukan devisa ke dalam sistem keuangan Indonesia. Dengan demikian, stabilitas ekonomi, terutama terkait nilai tukar rupiah, dapat lebih terjaga. Pemerintah juga terus berupaya memperbaiki sistem administrasi dan memberikan insentif yang menarik bagi eksportir untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan ini.
Eka Yudha Saputra dan Han Revanda berkontribusi dalam penulisan artikel ini.